Lihat ke Halaman Asli

Saufi Ginting

Pegiat Literasi

Gelinding Sunyi: pada Ayah

Diperbarui: 30 April 2023   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayah dan kenangan padanya. Foto tahun 1987/Dok pribadi

oleh: Saufi Ginting

Tiga tahun berlalu, kerinduan itu muncul dan redup silih berganti, seiring jalanan terjal yang menggulung dada hingga menua pula. Doa semestinya bukanlah yang sisa terkulum sirna. Doa semestinya yang mengungkit rindu dalam setiap masa. Biarlah masa menggelinding pada dinding kering di hati, tapi tak boleh doa pula mati. Bangkitlah dengan segenap wanti-wanti, segenap bunyi yang mendentum hingga membumi, menyusup sanubari.

Pada setiap kenangan, dari setiap lekukan tulang yang serupa kulitmu itu, aku bersedih, dadaku melilit, kuelus dengan paksa, agar menjadi doa, menjadi doa, dan tetap doa di dada.

Meski masa tetap saja menggelinding tak karuan yang terengkuh atas setiap getarnya. Tetap saja pola apa pun yang tak berpola itu, menjadi catatan dari pemilik segala catatan atas riuh waktu yang telah berlalu. Aku mengenang, dengan catatan, meski umpatan berkelindan, sebab doa pun kurasa masih tak bernampan. Tapi tak bolehlah aku ter-terminasi, di gelindingan dinding yang sunyi.

Kisaran, Rumah Azka.

30 April 2020-30 April 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline