Lihat ke Halaman Asli

azka halim

Kita hanya Sebatas Menumpang

Antara Suara Sakral dan Kardus Orbral

Diperbarui: 20 Mei 2022   20:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

statik.tempo.co

Beberapa hari lalu, agaknya kita tidak terkejut dengan berita yang lahir dari rahim birokrasi. Berita yang mungkin dulunya sering mengejutkan, kini acap kali menjadi pemandangan biasa setiap kali kita men-scrool media yang kita punya. Hanya saja kali ini, respons kita biasa saja.

Kali ini, berita yang hadir di telinga dan pandangan kita adalah “Kotak Suara Kardus”. Menyedihkan, di tengah klaim pemerintah ekonomi yang semakin maju atau minimal membaiklah. Mereka malah mendalihkan ketiadaan anggaran menjadi persoalan dalam penggunaan “Kotak Suara Kardus”. Dana yang membuat paling heran dan tidak habis pikir, mereka bersikukuh membangun Ibu Kota Baru?.

Kotak Suara meski tampaknya remeh namun proses yang kemudian terjadi sungguh sangat “Sakral”, karna berkaitan dengan Hak Konstitusional dari setiap Warga Negara Indonesia yang sudah dijamin dalam pasal 28 C ayat (2) dan 28 D ayat (3) UUD 1945. Dalam segi Etika hukum, segala yang berkaitan dengan hak tentu menjadi sebuah hal yang sangat sakral, karna hal itu berkaitan langsung dengan UUD 1945.

Hadirnya keputusan ini dari lidah seorang birokrat tentu menjadi suatu hal yang tidak bijak, dan menggambarkan birokrat dalam artian ‘menyalahgunakan kekuasaan”, karna memang lahirnya istilah ini, adalah buah dari ketidakpercayaan rakyat terhadap para birokrat. Dan seharusnya dalam penyelenggaraan pemerintahan birokrat harus mampu bersikap objektif dan bijaksana. Meski kekuasaan yang didapatkan merupakan amanah tidak langsung dari UUD, namun jika kita memahami lebih dalam, kekuasaan itu masih dalam lingkup mandat dari pada UUD, tidak melekat kepada siapa yang memberikan kekuasaan.

Dan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, Birokrasi masih bertanggung jawab terhadap rakyat secara “tidak langsung” terhadap kinerja mereka, karna objek dari kebijakan mereka adalah masyarakat secara luas. Dan yang seharusnya menjadi catatan adalah persoalan di Pemilu 3 tahun lalu, yang menimbulkan banyak permasalahan, sehingga tidak tercapai pemilu yang “Jurdil” dan lain sebagainya.

Hal inilah yang sekali lagi menimbulkan ketidakpercayaan. Seperti ada sebuah hal yang berlawanan, disisi yang satu pemerintah mensosialisasikan agar masyarakat tidak golput, disisi lain tidak ada keseriusan dalam penyelenggaraan pemerintah (Pemilu).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline