Belakangan ini tepatnya pada 1 juni lalu kita telah memperingati hari lahir Pancasila. Namun hari ini, sepertinya juni itu menjadi kelam untuk memaknai esensi dari Pancasila itu sendiri.
Berbicara tentang esensi dari pancasila, maka mari kita kerucutkan pada sila kedua pancasila yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab" dan juga pada sila kelima yang berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia" merupakan sila dari Pancasila itu sendiri yang rasanya di khianati oleh para pemangku kebijakan.
Saya turut berduka cita atas hilangnya keadilan dan diamnya pada ketidak adilan. Kita sebagai Mahasiswa ataupun Rakyat pada umumnya berhak dan wajib untuk mengkritik kebijakan yang pada hakikatnya sangat merusak dan merugikan. Dalam momentum bulan lahirnya ideologi negara ataupun falsafah hidup bangsa Indonesia, kita Kembali dihebohkan dengan konflik antara pemerintah dan masyarakat adat. Pemanfaatan hutan Papua sebagai lahan kelapa sawit memang menjadi isu kontroversial.
Menurut hemat saya, isu apapun yang menyangkut dengan tanah papua ini harus terus kita kawal karena Papua merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam namun minim sekali perhatian dari pemerintah pusat.
Proyek perkebunan kelapa sawit di Papua baru-baru ini menimbulkan konflik dengan masyarakat adat terutama mengenai hak atas tanah, dampak lingkungan, dan hak asasi manusia. Pemerintah dan perusahaan harus memperhatikan hak-hak masyarakat adat serta dampak sosial dan lingkungannya sebelum mengambil keputusan untuk mengembangkan kelapa sawit di Papua.
#AllEyesOnPapua saat ini sedang ramai di media sosial untuk membantu masyarakat adat Aywu dan Woro menyuarakan masalah pembukaan lahan kelapa sawit di bumi Cendrawasih.
Konflik tersebut bermula ketika PT Indo Asiana Lestari harus menebangi hutan di Boven Digul, Papua yang luasnya separuh wilayah Jakarta atau 36.094 hektar untuk membuka lahan kelapa sawit. Hutan masyarakat adat Aywu dan Woro telah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia melalui proyek Tanah Merah.
Dimana telah disebutkan bahwa PT IAL memang mengantongi izin lingkungan yang sebagiannya berada di wilayah hutan adat Masyarakat Aywu dan Woro. Itu sebabnya mereka melakukan penolakan serta perlawanan. Kabarnya pemberian izin lingkungan atas PT IAL telah digugat oleh perwakilan suku Aywu di PTUN Jayapura, namun sayangnya gugatan tersebut kalah dan sedang mengajukan kasasi di MA. Video yang diunggah melalui media sosial X oleh akun @machigyu ini langsung menyedot perhatian publik.
Pasalnya, dalam video tersebut terlihat masyarakat adat Aywu dan woro sedang melakukan aksi di depan gedung Mahkamah Agung Jakarta pada Senin, (27/5/2024).
Masyarakat Aywu dan Woro harus menempuh perjalanan sekitar 48 jam ke Jakarta untuk menyampaikan haknya. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan dan perlawanan terhadap pembabatan hutan papua lantaran lokasi tersebut merupakan hutan adat yang dimana tempat mereka hidup secara turun temurun.