Lihat ke Halaman Asli

Ibuku Matahariku

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Andaikan Tuhan tak memberikan kesempatan aku lahir dari rahimnya, mungkin aku tak sekuat ini menghadapi dunia. Ibuku seorang wanita luas biasa, tangguh, ulet, pantang menyerah, tabah yang melengkapi kecantikannya. Walau dibesarkan sebagai anak yatim oleh nenekku yang seorang petani dan berjualan sayur untuk menyekolahkan 7 anaknya. Sifat nenek sangat menurun ke ibuku yang juga berjuang mengantarkan 7 anaknya kegerbang masa depan.

Sebagai seorang janda yang bekerja sebagai petani dan penjual sayur nenekku adalah wanita sukses. Dari kota Bagan Siapi-api anak pertamanya melanjutkan pendidikan sampai ke Jakarta sebelum wafat berkarir di LLAJR Riau, anak keduanya melanjutkan pendidikan di Medan berkarir sebagai guru sebelum wafatnya, anak ketiga nenekku melanjutkan pendirikan ke Pekanbaru berkarir di Dinas Pertanian sebelum wafatnya, anak keempat lebih memilih berwiraswasta, anak kelima seorang wanita yang membantu nenek mencari uang menganyam tikar dimana nasibnya juga sama dengan nenek menjadi janda ditinggal suami sehingga menjadi pencuci kain tapi berhasil mengantar kedua anak perempuannya menjadi sarjana dan mengabdikan diri sebagai guru, anak keenam nenekku melanjutkan pendidikan ke Medan dan sebelum wafat dinas sebagai Syahbandar dan yang bungsu ibuku yang dididik keras oleh nenek dan membantu berjualan sambil sekolah KPG di Bagan Siapi-api yang mengantarkannya mengandi menjadi guru SD.

Ibuku bernama Hj. Nursiah Sani saat ini berusia 62 tahun. Memulai kehidupan dari Nol dan menikah dengan ayahku yang merupakan keturunan nelayan miskin dimana kampung kelahirannyapun sudah hilang karena kemiskinan. Pasangan ideal ini sama-sama dari keluarga miskin dan sama-sama dibesarkan oleh seorang janda petani yang ditinggal mati oleh suaminya dengan anak yang banyak.

Membesarkan 7 anak yang rapat dimana jarak antara kami adik beradik sekitar 1 - 3 tahun dengan kondisi ekonomi yang terbatas bukanlah hal yang mudah. Sejak kecil kulihat keuletan orangtuaku yang selalu mengisi waktu-waktu setelah mengajar untuk bertani dan berkebun agar bisa menambah penghasilan keluarga dan menghidupi ke 7 anaknya. Aktivitas bertani dan berkebun sampai saat ini masih digelutinya.

Satu persatu mimpi ibuku dia gapai dengan kerja keras dan kesadaran kami untuk menggapai mimpi ditengah keterbatasan dengan lokomotif motivasi dan semangat yang selalu diberikan dan dikipasnya dibara keseharian kami. Wanita tangguh ini tidak pernah menyerah, tidak pernah berhenti mewujudkan mimpi, tidak pernah membicarakan derita tapi selalu berbicara motivasi dan solusi masalah, wanita tangguh ini tidak mengenal kata tidak dan kalimat tidak mungkin, "Jika orang makan nasi bisa sukses maka kita pasti juga bisa" itu kata-katanya setiap kami hampir menyerah dengan keadaan.

Kulihat dan iku kurasakan ibuku mewujudkan satu-persatu mimpi-mimpinya yang sebenarnya sulit diwujudkan untuk orang kebanyakan. Ini kubuktikan dengan melihat kawan-kawannya yang akhirnya harus mengakui ibuku sukses dalam hidupnya dan membuktikan dirinya sebagai seorang guru, seorang ibu dan seorang istri yang baik.

Ibuku adalah Matahari yang selalu menjadi inspirasi agar aku kuat menghadapi dinamika kehidupan dan mengisi setiap langkahku dengan hal-hal terbaik agar aku bisa mengikuti langkah 2 wanita tangguh yang darahnya mengalir didiriku, salam sayang buat almarhum neneku Hj. Ramlah Sani dan ibuku tersayang Hj. Nursiah Sani.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline