Lihat ke Halaman Asli

aziz bahtiar

Tukang Momong

Kemesraan dalam Mendaki Gunung

Diperbarui: 5 Maret 2018   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Mendaki adalah aktivitas outdoor yang membutuhkan ketahanan tubuh dan kesiapan mental yang mumpuni. Selain harus hidup di alam bebas, pendaki harus mengatur waktu dan materi secara matang, selain itu biaya dalam pendakian juga tak sedikit untuk menyalurkan hobi ini. Untuk yang sudah bekerja tidak masalah untuk menyiapkan barang pendakian, akan tetapi untuk yang belum kerja, masih sekolah, atau mahasiswa. ya gunung-gunung terdekat dan terjangkau agar bisa berfoto cantik di puncak gunung.

Di Jawa Timur dan Jawa Tengah terdapat beberapa gunung yang terkenal semisal Gunung Semeru, Gunung Bromo, Gunung Arjuno, Gunung Welirang, Gunung Sumbing, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, Gunung Slamet, Gunung Lawu dan lain-lain. Gunung-gunung di Indonesia terkenal akan keindahan yang sangat memukau, banyak yang mengatakan dengan kegiatan mendaki gunung pikiran jadi fress dan masalah gampang teratasi, akan tetapi kita dapat meninjau dari sisi positif kegiatan mendaki gunung yaitu : Olahraga, Rekreasi, Kegiatan mempererat persaudaraan dan menambah saudara, Semakin mencintai alam, dan semakin dekat dengan sang-pencipta.

Dari kalangan orang awam tentang hidup bebas di alam (Mendaki Gunung) banyak yang meraukan sisi positifnya, dan tak jarang mengucapkan kalimat "buat apa mendaki kalau akhirnya juga turun lagi", kendati begitu kegiatan di alam bebas justru semakin berkibar persada di kalangan pecinta alam. Dan kaum awam seringkali mengidentifikasikan kegiatan ini dekat dengan kematian padahal orang-orang petualang adalah orang yang menghargai kehidupan, hal ini terlihat bagaimana mereka menerpak safety prosedurdalam setiap aktivitasnya. 

Filosofi mendaki gunung adalah gambaran nyata bagi para pendaki gunung tentang hal-hal dalam diri yang mengatasnamakan para petualang.  Pada masa kini, mendaki gunung adalah kegiatan yang bisa dilakukan secara acak hanya untuk mengisi waktu luang ataupun hanya sekedar ingin disebut Pecinta Alam. Dan disinilah Filosofi Pendakian Gunung terbentuk. Jika kau ingin tahu lebih jelas mengenai sifat asli orang -- orang dekatmu atau sifat asli dirimu sendiri, ajaklah mendaki gunung. Di atas sana, kau akan menemukan bahwa kau tidak bisa menyembunyikan karakter aslimu. Kau akan menjadi dirimu sendiri, sepenuhnya.

Benar sekali, mendaki gunung tak jauh berbeda dengan kehidupan. Terkadang kita melewati tanjakan yang terjal, hingga kita hampir menyerah, terkadang juga kita menyusuri jalanan di tepi jurang, harus hati -- hati melangkah karena jika tidak, kita bisa terpeleset. Ketika terpeleset mampukah kita melanjutkan perjalanan, atau memilih mundur dan turun untuk selanjutnya pulang?

Terkadang melewati turunan yang curam, terkadang hanya padang ilalang datar ratusan meter. Terkadang harus berhenti untuk melepas lelah setelah perjalanan panjang.

Seperti halnya hidup, ketika menempuh perjalanan kita banyak mengeluh karena lelah atau menikmati saja pemandangan sekitar. Itu adalah pilihan. Dengan jalur yang sama, beban yang sama, sikap pendaki satu dengan yang lain tentu akan berbeda. Beratnya beban di punggung adalah bekal kita. Tidak murah memang segala bekal kita namun sangat sepadan dengan apa yang akan kita nikmati selama mendaki gunung.

Sesekali kita membutuhkan orang lain untuk berpegangan ketika melewati titian. Terkadang kita harus mempercayakan nyawa kita kepada teman kita ketika kita perlu memanjat bagian gunung berupa tebing yang curam. Sesekali kita membutuhkan teman kita untuk memasang tenda. Sesekali kita membantu merawat teman yang sakit atau cidera dalam pendakian.

Terkadang kita membawa bekal yang "mewah" , makanan import, sosis, jeruk mandarin, kentucky, French Fries, celana bermerk dari Perancis, daypackbergambar Doraemon agar dikira buatan Jepang, sepatu gunung dengan harga enam digit dsb. Terkadang pula kita membawa tas ransel buatan pasar yang isinya sarung, nasi yang agak basi, sandal japit lokal harga empat ribuan, tenda bekas Pramuka yang sudah kumal, dsb.

Di gunung kita hanyalah penumpang, numpang lewat, numpang tidur, numpang buang air. Sering terjadi hal -- hal di luar akal sehat dan logika ketika kita tidak mengindahkan "tata krama" di gunung. Disadari atau tidak, percaya atau tidak, hukum sebab akibat, berlaku sebagaimana kehidupan sehari -- hari. Bagaimana kita menempatkan diri di gunung, terhadap penduduk setempat, terhadap pepohonan, sungai, satwa, dan sebagainya merupakan gambaran bagaimana kita hidup sehari -- hari. Bagaimana perilaku seseorang di gunung adalah perilaku sesungguhnya dia di kehidupan sehari -- harinya.

Satu pendaki dengan pendaki lain berbeda pandangan mengenai pendakian yang berhasil.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline