Lihat ke Halaman Asli

Aziz Aminudin

Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan

Harmoni Dua Jiwa, Filosofi Cinta dalam Hubungan Suami Istri

Diperbarui: 26 November 2024   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : Radar Jabar

Salam Kompasianer, 

{{{ Positif, Sehat dan Bahagia }}}

Kali ini tema bahasannya adalah tentang "Cinta - cintaan, tepatnya buat kamu yang sudah menikah".

Pernikahan bukan sekadar penyatuan dua individu, tetapi pertemuan dua jiwa yang membawa harapan, impian, dan perbedaan untuk dirajut menjadi harmoni. Layaknya melodi yang indah, hubungan suami istri memerlukan keseimbangan, kesabaran, dan cinta yang terus diperbaharui. akan tetapi, seperti apa sebenarnya filosofi cinta yang dapat menjadi fondasi kokoh dalam perjalanan ini ?

Dua Jiwa, Satu Perjalanan

Pernikahan sering diibaratkan seperti perjalanan panjang. Dalam perjalanan ini, suami dan istri ibarat dua pendaki yang mendaki gunung bersama. Terkadang jalanan curam, angin kencang, atau hujan deras akan menghadang. Namun, dengan saling menguatkan, keduanya bisa melangkah lebih jauh dibandingkan jika berjalan sendiri-sendiri.

Suami dan istri bukan sekadar rekan perjalanan, tetapi juga cermin satu sama lain. Apa yang kita lakukan terhadap pasangan sebenarnya mencerminkan bagaimana kita memperlakukan diri sendiri. Ketika kita memberikan cinta, perhatian, dan penghormatan kepada pasangan, kita sebenarnya juga sedang memberikan itu semua kepada jiwa kita sendiri.

Filosofi Harmoni : Memberi dan Menerima

Harmoni dalam hubungan suami istri bukanlah tentang siapa yang memimpin atau siapa yang mengikuti, tetapi tentang bagaimana keduanya saling melengkapi. Dalam hubungan yang sehat, ada ruang untuk saling memberi dan menerima.

  • Memberi cinta tanpa syarat : Cinta sejati bukanlah tentang menerima apa yang kita inginkan, tetapi tentang memberikan yang terbaik untuk pasangan kita, bahkan ketika itu membutuhkan pengorbanan.
  • Menerima pasangan apa adanya : Tidak ada manusia yang sempurna. Menerima pasangan dengan segala kekurangan adalah bentuk cinta yang paling tulus.

Filosofi ini mirip dengan yin dan yang, di mana kekuatan yang berbeda justru menciptakan keseimbangan. Ketika satu pihak merasa lelah, yang lain menguatkan. Ketika satu pihak merasa goyah, yang lain menjadi penopang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline