Tepat 100 tahun Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, pada tahun 2045, Indonesia digagas akan memiliki generasi muda yang berkualitas, berkompeten, dan berdaya saing tinggi. Pada periode ini, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, yaitu kondisi di mana jumlah penduduk Indonesia yang berusia produktif lebih banyak daripada penduduk yang tidak produktif. Bonus demografi ini diharapkan dapat menjadi modal untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Akan tetapi, banyak dari penduduk usia produktif kita, terutama di kalangan remaja masih banyak yang mengidap penyakit menular seksual. Kenyataan inilah yang harus kita hadapi di beberapa tahun terakhir. Beberapa penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS, gonore, sifilis, kondiloma akuminata, dan lainnya sangat rentan untuk ditularkan kepada remaja di Indonesia. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan faktor risiko lainnya.
Lalu apakah Indonesia Emas 2025 hanya akan menjadi angan-angan? Perlu kita ketahui, untuk membangun generasi muda yang berkualitas diperlukan juga masyarakat yang sadar akan pentingnya memiliki pola hidup yang sehat dan menjaga kebersihan. Dua hal tersebut memiliki peran penting yang dapat meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu, dalam mengurangi risiko terkena penyakit menular seksual, baik anak-anak maupun remaja perlu mendapatkan edukasi mengenai hal tersebut.
Sekolah sebagai Sarana Pendidikan Seks
Sekolah merupakan sarana yang berperan penting dalam menyebarluaskan ilmu. Kita dapat memanfaatkan sekolah sebagai sarana untuk memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan perubahan seksual yang terjadi pada remaja. Tujuannya adalah untuk membantu remaja memahami proses reproduksi, mengembangkan identitas seksual yang positif, dan mencegah perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab.
Edukasi Seks yang Efektif
Telah terjadi banyak kasus pelecehan seksual yang melibatkan remaja sebagai pelaku maupun korban, di sini kita bisa melihat bagaimana pentingnya pendidikan seksual dalam membentuk perilaku seseorang. Untuk itu, pendidikan seksual harus disesuaikan dengan usia anak. Seperti contohnya pada anak usia dini, kita dapat menjelaskan nama setiap bagian tubuh, menanamkan rasa malu, dan juga menjaga kebersihan alat reproduksi. Pada usia yang lebih dewasa, kita bisa menjelaskan fungsi dari alat kontrasepsi, bagaimana cara melakukan seks yang aman, dan juga mengajarkan untuk menghormati consent (persetujuan) dari lawan jenis. Hal-hal tersebut bisa menjadi contoh dari edukasi seks untuk anak usia dini dan remaja.
Selain itu, kita juga harus konsisten dalam mengedukasi hal tersebut sehingga ilmu yang telah diberikan dapat memberikan dampak positif dalam keberlangsungan hidup anak-anak usia remaja di Indonesia. Kita juga harus selalu mendampingi anak dalam proses perkembangannya, menjadi pendengar cerita yang baik, dan jangan terlalu cepat untuk menilai. Hal ini diperlukan agar anak maupun remaja tetap merasa aman dan nyaman ketika berada dalam pengawasan orang tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H