Lihat ke Halaman Asli

Azizah

Mahasiswa

Pelangi Bukanlah Pemicu Cederanya Indonesia

Diperbarui: 5 Mei 2020   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapa yang berani bilang jika pelangi tak memiliki estetika? Warnanya yang beragam mulai dari merah, jingga, kuning, hingga ungu adalah salah satu faktor yang menjadikan pelangi nikmat jika dipandang. Pelangi ternyata tak hanya dimiliki oleh angkasa, di darat pun ada yang memilikinya.

Adalah Indonesia yang memiliki pelangi yang tak kalah indah jika dipandang. Misalnya di Pulau Kalimatan Timur yang memiliki Suku Dayak, di Pulau Sulawesi memiliki Suku Bugis, dan Pulau Jawa memiliki Suku Jawa dan Suku Betawi. Dari segi keyakinan, Indonesia pun memiliki berbagai agama mulai dari Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Kong Hu Chu dan kepercayaan lainnya.

Tak hanya suku dan agama, dari segi ras pun demikian. Misalnya Pulau Papua yang memiliki ras kulit hitam dan rambut keriting serta ras kulit sawo matang dan rambut lurus yang dimiliki oleh Pulau Jawa.

Negara yang diapit oleh dua samudra yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia juga memiliki berbagai keturunan dari luar daerah Indonesia. Misalnya keturunan bangsa Tionghoa, bangsa Arab, dan bangsa India yang tersebar luas di bumi pertiwi.

Budaya Indonesia juga tak kalah melimpah coraknya, seperti budaya di Pulau Jawa tepatnya Jawa Tengah yang memiliki rumah adat yaitu rumah adat Joglo, lalu budaya di Pulau Sumatera Utara yang memiliki rumah adat Jabu Balon, dan di Pulau Sulawesi tepatnya di Sulawesi Barat yang juga memiliki rumah adat yaitu rumah adat Boyang.

Lantas, apakah dengan adanya pelangi yang telah dijelaskan sebelumnya menjadikan Indonesia cedera? Jika pelangi di angkasa saja tak pernah disebut cedera walaupun hanya muncul sesaat, mengapa pelangi Indonesia dijadikan alasan cederanya bumi pertiwi padahal keberadaanya tak mudah hilang?

Untuk membangun pondasi negara ini, tak perlu mempermasalahan adanya pelangi Indonesia. Adanya pelangi tersebut harusnya dijadikan identitas bahkan kebanggaan negara ini. Hal tersebut telah dicontohkan oleh atlet andalan kita yaitu Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.

Owi/Butet, sapaan akrabnya telah mencetak berbagai pertandingan kelas dunia mulai dari menjuarai Indonesia Open pada tahun 2017-2018, menjuarai All England yang merupakan turnamen bulutangkis tertua di dunia yaitu pada tahun 2013-2015, menjadi Juara Dunia pada tahun 2013 dan 2017, hingga meraih medali emas Olimpiade Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 2016, dan masih banyak lagi.

Medali emas Olimpiade Rio de Janeiro adalah sebuah kebanggaan tersendiri di tengah terpuruknya prestasi olahraga Indonesia dan adanya manusia bangsa ini yang mempermasalahkan pelangi Indonesia. Selain itu, medali emas Olimpiade tersebut diraih bertepatan pada Hari Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus.

Dari latar belakang yang ditunjukan Owi/Butet adalah bukanlah sebuah problematik yang harus diselesaikan. Ketika Owi/Butet berlatih bersama dan mematuhi perintah pelatih serta membangun strategi untuk menumbangkan lawannya, apakah dalam proses tersebut mereka mempermasalahkan perbedaan yang ada di dalam diri mereka masing-masing?

Ya, Owi/Butet memiliki berbagai perbedaan seperti Owi yang memeluk agama Islam, Butet yang memeluk agama Kristiani, Owi yang berasal dari Suku Jawa, Butet yang berasal dari keturunan Tiongkok, hingga Butet yang memiliki warna kulit putih dan Owi yang memiliki kulit sawo matang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline