Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia
Hukum perdata sendiri merupakan peraturan atau suatu adat yang mengikat yang dikukuhkan oleh pemerintah atau penguasa yang bertujuan untuk mengatur hak dan hubungan antara orang dengan orang dalam menjalani kehidupan. Sedangkan hukum perdata islam adalah segala hal yang mengatur hubungan manusia dengan manusia saat berinteraksi dalam kehidupan dan besumber dari al-qur'an dan hadits, yang mana ini berhubungan dengan hukum pernikahan, perceraian, perwakafan, warisan dan juga wasiat. Dalam arti khusus hukum perdata islam juga mengatur hal-hal terkait muamalah, diantaranya yang berhubungan dengan hukum jual beli, utang piutang, sewa menyewa, upah, dan sebagainya, yang didalamnya terdapat interkasi hubungan antara individu dengan individu atau dengan kelompok. Kemudian hukum perdata indonesia adalah hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban perseorangan di lingkup warga Negara Indonesia.
Jadi dapat disimpulkan dari ketiga pengertian pengantar di atas bahwa pengertian dari hukum perdata islam di Indonesia yaitu peraturan yang terkait dengan individu atau perseorangan tentang hubungan manusia dalam menjalani kehidupan sebagai warga Negara yang tinggal di indonesia yang sesuai dengan kebiasaan atau adat yang mengikat dan dipadukan atau dengan peraturan yang ada di dalam agama islam yang mencakup semua aspek kehidupan dan bersumber dari al-qur'an dan hadits untuk mengatur tentang hak-hak dan kewajiban suatu individu dengan individu lainnya atau individu dengan Tuhan guna mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Prinsip perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Prinsip perkawinan dalam UU No.1 Tahun 1974:
- Membentuk keluarga yang kekal, yakni perkawinan tidak semata-mata dilakukan dalam waktu yang singkat dan menciptakan keluarga yang harmonis, untuk itu suami istri saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.
- Sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama, jadi apabila perkawinan beda agama bisa dikatakan bahwa perkawinannya tidak sah dan tidak dapat dicatatkan
- Batas umur calon pengantin pria adalah 19 tahun, sedangkan calon pengantin wanita adalah 16 tahun,
- Monogami terbuka dengan izin pengadilan untuk poligami, Poligami ditempatkan pada status hukum darurat atau luar biasa. Di samping itu lembaga poligami tidak semata mata kewenangan penuh suami, tetapi atas dasar izin dari hakim/pengadilan sesuai dengan bunyi pasal 3 ayat 2 UU Perkawinan.
- Putusnya perkawinan dengan putusan pengadilan, jadi tidak semerta-merta dengan mudah menceraikan/talak dan dilakukan pencarian alasannya, serta hakim sebisa mungkin mendamaikan dan tidak menjatuhi putusan cerai
- Kedudukan suami dan istri seimbang, tidak ada yang mendominasi dan sesuai dengan tugas masing-masing
Prinsip perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam:
- Adanya persetujuan atau sukarela dari kedua mempelai, yaitu calon mempelai diberi kebebasan untuk memilih pasangannya tanpa ada unsur paksaan. Prinsip ini sebenarnya kritik terhadap tradisi bangsa Arab yang menempatkan perempuan pada posisi yang lemah, sehingga untuk dirinya sendiri saja ia tidak memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang terbaik pada dirinya. Oleh sebab itu kebebasan memilih jodoh adalah hak dan kebebasan bagi laki-laki dan perempuan sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at Islam .
- Larangan kawin karena ada pertalian nasab, kekerabatan, sepersusuan, dan semenda
- Saling melengkapi dan saling melindungi. Prinsip ini didasarkan pada firman Allah SWT. yang terdapat pada surah al-Baqarah:187 yang menjelaskan istri-istri adalah pakaian sebagaimana layaknya dengan laki-laki juga sebagai pakaian untuk wanita. Perkawinan laki-laki dan perempuan dimaksudkan untuk saling membantu dan saling melengkapi, karena setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan.
- Tujuan perkawinan yaitu untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Prinsip ini didasarkan pada firman Allah SWT Qs. ar-Rum:21. Mawaddah wa rahmah adalah karakter manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Jika binatang melakukan hubungan seksual semata-mata untuk kebutuhan naluri seks dan juga dimaksudkan untuk berkembang biak, sedangkan perkawinan manusia bertujuan untuk mencapai ridha Allah disamping tujuan yang bersifat biologis juga membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang
- Hak dan kewajiban suami istri seimbang
Latar belakang pernikahan yang tidak dicatatkan
Yang melatarbelakangi adanya pernikahan yang tidak dicatatkan atau dilakukan pencatatan oleh PPN adalah karena adanya kemungkinan problematika perkawinan yang menyebabkan perkawinan tersebut tidak dicatatkan. Contoh problematika perkawinan yaitu perkawinan beda agama, nikah siri, perkawinan dengan sejenis, dan kawin kontrak. Yang mana masing-masing memiliki alasan atau yang menjadi penyebab perkawinannya tidak dapat dicatatkan. Atau alasan orang lebih memilih untuk perkawinan yang tidak dicatatkan: 1. Untuk menghindari pembayaran biaya administrasi dan berbagai pungutan baik resmi maupun tidak resmi dari pencatatan perkawinan; 2. Mencari barokah dari kiyai bagi pelaku perkawinan baik wali nikah maupun mempelai laki-laki dari kelompok ‘santri’; 3. Pernikahan dalam rangka poligami liar untuk menghilangkan jejak sehingga bebas dari tuntutan hukum dan hukuman administrasi dari instansinya bagi pegawai negeri sipil, dan agar tidak diketahui oleh isteri yang sudah ada terlebih dahulu dan menghindari ijin poligami yang harus diurus di pengadilan; 4. perkawinan di bawah tangan agar gaji pensiun janda tidak hilang. Ini terjadi pada seorang perempuan yang suaminya Pegawai Negeri Sipil meninggal dunia, maka perempuan janda tersebut mendapatkan pensiunan, kemudian menikah di bawah tangan agar pensiunannya tidak hilang. Solusi untuk mengatasi masalah terkait tidak dicatatkannya perkawinan adalah dengan memberikan edukasi kepada setiap calon pasangan suami istri bahwa dengan dicatatkannya sebuah perkawinan di dalam suatu Negara, terlebih lagi di indonesia yang termasuk Negara hukum hal ini mampu melindungi hak-hak masing-masing individu baik suami, istri maupun anak itu sendiri. Juga dapat memberikan kepastian hukum apabila suatu saat terdapat masalah dalam perjalanan perkawinannya. Perlu keberanian para ulama untuk memasukkan pencatatan perkawinan sebagai salah satu rukun perkawinan ala fiqh Indonesia, agar jelas status perkawinan yang tidak dicatatkan merupakan perkawinan yang tidak sah sehingga masyarakat muslim Indonesia akan lebih berhati-hati dalam menyikapinya.
Urgensi pencatatan perkawinan
Pencatatan perkawinan harus dilakukan sebab:
- Dapat melakukan upaya hukum untuk mempertahankan atau memperoleh haknya masing-masing
- Untuk menjamin ketertiban administrasi perkawinan
- Dapat memberikan bukti otentik berupa buku akta nikah
- Memberikan kepastian dan perlindungan terhadap status hukum suami, istri, maupun anak
- Memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak tertentu yang timbul akibat perkawinan seperti hak waris, hak untuk memperoleh akta kelahiran, dan lain-lain
hikmahnya bahwa pencatatan pernikahan dapat memberikan kepastian dan perlindungan bagi para pihak yang telah melangsungkan pernikahan, sehingga memberikan kekuatan bukti otentik tentang telah terjadinya pernikahan serta para pihak dapat mempertahankan pernikahan tersebut kepada siapa pun dan dihadapan hukum. Di samping itu, pencatatan pernikahan merupakan usaha pemerintah untuk mengayomi masyarakat demi terwujudnya ketertiban dan keadilan.