Lihat ke Halaman Asli

Profesor ASI, Sebuah Perjuangan Menyelamatkan Generasi

Diperbarui: 7 Agustus 2020   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Kalau saja tidak membaca flyer pada sebuah postingan di grup WhatsApp, saya tidak akan tahu bahwa tanggal 1 sampai dengan 7 Agustus 2020 diperingati sebagai "Pekan ASI Sedunia". Subhanallah, sebagai seorang ibu yang merasa pernah berjuang meluluskan tiga "Profesor ASI", saya bangga. 

Mengapa dikatakan berjuang? Silahkan bertanya kepada para ibu yang pernah menyusui anaknya. Pasti mereka setuju.

Bagaimana tidak? Seorang ibu dalam kondisi masih lemah setelah melahirkan, seperti petinju keluar dari ring, langsung dituntut dengan sekuat tenaga untuk memberikan asupan berupa Air Susu Ibu (ASI) untuk buah hatinya.

Bahkan sejak bayi benar-benar baru lahir dengan cara inisiasi dini, merangsang  bayi untuk menemukan sendiri puting susu ibunya. Subhanallah, luar biasa.

World Health Organisation (WHO) yang merupakan organisasi kesehatan dunia menetapkan tema Pekan Menyusui Sedunia atau World Breastfeeding Week tahun 2020 ini  adalah "Support breastfeeding for a healthier planet" yang artinya "Mendukung menyusui untuk planet yang lebih sehat". 

Dengan tema ini diharapkan para ibu mampu menyelamatkan 820.000 anak di dunia dengan menyusui. WHO dan organisasi anak sedunia, UNICEF meminta kepada pemerintah dimasing-masing Negara untuk melindungi dan memberikan akses bagi para ibu untuk menyusui serta mendampingi melalui konseling.

Mengapa menyusui itu penting? Karena menyusui merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan anak. Selain itu menyusui juga sangat bermanfaat, tidak hanya dalam aspek kesehatan, namun juga  barmanfaat bagi terjalinnya hubungan emosional antara ibu dan anak. 

Sebagai sebuah proses alamiah yang diberikan Allah Sang Pencipta, bukan proses buatan, pemberian ASI juga mampu mendukung program pemberian pangan berkelanjutan.

Bagi seorang ibu, tidak ada alasan untuk tidak menyusui. Tanpa bermaksud menghakimi, saya cukup prihatin dengan adanya beberapa ibu yang dengan santainya mengatakan enggan menyusui anaknya. 

Bahkan dengan bangganya menceritakan kalau anaknya minum susu formula merek tertentu supaya bisa begini dan begitu. Dengan berbinar-binar pula menceritakan berapa kocek harus dirogoh untuk membeli susu 'hebat' tersebut. Tidak ketinggalan juga mengungkapkan  betapa borosnya si anak menghabiskan susu. "Waah satu kaleng nggak sampai seminggu, Mbak!".

Okey, mau menyusui atau tidak itu pilihan. Namun, bukankah naluri manusia itu maunya mendapatkan yang terbaik, murah, banyak dan tidak mau repot? Bagaimana dengan ASI? Berani diadu dengan susu formula paling mahal dan hebat manapun? Saya jawab, "Ayo, siapa takut?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline