Lihat ke Halaman Asli

Richah DianAzizah

Mahasiswi UIN Walisongo Semarang

Dikotomi Ilmu sebagai Penghambat Generasi Intelektual Muslim

Diperbarui: 15 Mei 2020   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENDAHULUAN
Segala ilmu bersumber dari Allah SWT, baik yang tertera di dalam al-Qur'an maupun hadits Rasulullah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa, segala ilmu bersandar dari al-Qur'an dan hadits Rasulullah. Tujuan dari suatu ilmu adalah untuk mengetahuai kebenaran, sehingga dapat menciptakan orang yang baik dan benar.

Namun pada kenyataannya, banyak ilmu yang tidak disandarkan atau tidak sesuai dengan al-Qur'an dan Hadits. Muslim Indonesia ataupun muslim lainnya masih banyak yang belum memahami tentang hal ini, sehingga munculnya masalah dalam sistem pendidikan Islam yang sering disebut dengan dikotomi ilmu pengetahuan. Sehingga, masalah ini menjadi topik dalam Konperensi Internasional pertama pendidikan Muslim yang bertempat di Hotel Intercontinental Makkah Al-Mukarromah pada tahun 1977 M/1397 H.

GAGASAN
Dikotomi berarti pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan. Biasanya kata dikotomi dikaitkan dengan agama dan ilmu, sehingga terlihat mengacu pada sikap memisahkan dan membedakan. Sedangkan, kebanyakan orang menganggap bahwa, ilmu dibagi menjadi dua bagian yaitu ilmu agama dan ilmu umum (sekuler).

Jika dilihat dari pernyataan di atas, dikotomi ilmu memiliki arti memisahkan atau membedakan ilmu agama dari ilmu-ilmu sekuler atau memisahkan ilmu-ilmu sekuler dari ilmu agama. Pemisahan atau pembedaan ini bertentangan dengan ajaran Islam maupun pendidikan Islam.

Ilmu pengetahuan sekuler dan ilmu agama adalah totalitas yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Manusia diberi Allah akal untuk mengkaji dan menganalisis segala sesuatu yang ada di alam. Di dalam al-Qur'an banyak disebutkan tentang perintah manusia untuk berfikir, mengkaji, mengingat, dan mengambil pelajaran. Sehingga, ilmu sekuler tidak dapat dipisahkan dari ilmu agama.

Banyak orang beranggapan bahwa, ilmu agama adalah ilmu akhirat sedangkan ilmu umum atau sekuler adalah ilmu dunia. Bahkan, terdapat suatu hadits yang membantah anggapan tersebut, yaitu "Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.". Dalam hadits ini hanya menyebutkan kata ilmu, bukan ilmu agama ataupun ilmu sekuler, sehingga dapat diartikan sebagai ilmu secara menyeluruh baik ilmu agama maupun ilmu sekuler itu sendiri.

Dalam hadits lain dijelaskan bahwa, mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim pun tidak menyebutkan kespesifikan ilmu yang harus dipelajari. Sehingga dapat dikatakan dalam Islam tidak membedakan atau memisahkan kedua ilmu tersebut. Dalam konsep pendidikan Islam tidak mengekang atau membatasi ilmu teoritis, empiris, maupun terapan. Bahkan, dalam pengertian Islam, ilmu pengetahuan adalah suatu peribadatan yang mendekatkan manusia dengan Allah SWT.

Dengan memadukan kedua ilmu tersebut, maka dapat  mengetahui kebesaran Allah SWT sehingga, dapat meningkatkan keimanan seorang muslim.
Bahkan, salah satu faktor kemunduran Islam pada abad 11 adalah kemunduran ilmu pengetahuan, yang disebabkan oleh dikotomi ilmu pengetahuan yang berpengaruh pada penyempitan makna ulama dan ilmu fikih sebagai mahkota ilmu.

Kata ulama merupakan jamak dari kata 'aalim yang memiliki arti orang yang berilmu atau bisa disebut sebagai ilmuwan. Pada abad kemunduran tersebut hanya orang-orang yang mendalami dan mahir dalam ilmu fikih yang disebut sebagai ulama, sedangkan orang-orang yang mendalami ilmu kedokteran misalnya, tidak dikatakan sebagai ulama.

Belanda mewarisi dikotomi ilmu ke dalam sistem pendidikan Indonesia, bahkan sampai sekarang pengaruh dikotomis masih sangat kuat. Saat Belanda menjajah Indonesia, ilmu agama dan ilmu sekuler benar-benar dipisahkan. Pendidikan ilmu agama hanya diadakan di langgar atau surau yang lebih dikenal sebagai sistem pendidikan pesantren, sedangkan ilmu sekuler diadakan di sekolah maupun lembaga pendidikan formal dengan papan tulis, bangku, kursi, dan lain-lain. Hingga KH. Ahmad Dahlan mengubah sistem pendidikan pesantren dan menjadi pelopor untuk mendirikan sekolah dengan mengajarkan ilmu agama di dalamnya. Dalam dakwahnya, Beliau menggunakan ajaran pembaharuan yang banyak menerima perlawanan dari masyarakat.

Sampai sekarang banyak pesantren yang menggunakan sistem pendidikan, yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan. Namun, tidak sedikit pesantren, yang masih mempertahankan sistem pendidikan pesantren zaman dahulu, yang sekarang lebih dikenal dengan pesantren salaf atau salafy. Dan tidak sedikit pula sekolah-sekolah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu sekuler tanpa ilmu agama. Dari sinilah dapat dikatakan bahwa, pengaruh dikotomis ilmu oleh Belanda masih kuat di Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline