Lihat ke Halaman Asli

Persaingan dan Kerjasama Kawasan Regional

Diperbarui: 16 September 2016   01:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: ru.depositphotos.com

Tentu saja kita sudah tidak asing lagi mendengar kata "globalisasi" dewasa ini. Globalisasi yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti proses masuknya ke ruang lingkup dunia, atau ada juga yang mengenal dengan hilangnya batas-batas antar negara yang membuat suatu negara dengan bebas mengakses negara lain tanpa terpaut jarak dan waktu, dan masih banyak pengertian lainnya. Globalisasi bahkan bisa mencakup semua aspek suatu negara, seperti politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Ketiga aspek inilah yang kemudian diperhatikan dan dianggap penting bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara dalam menghadapi tantangan global yang diprediksi sangat ketat di masa depan. Berangkat dari ketiga aspek itulah ASEAN kemudian membentuk 3 komunitas penting, antara lain:

  1. ASEAN Economic Community,
  2. ASEAN Political-Security Community, dan
  3. ASEAN Socio-Cultural Community.

ASEAN Economic Community

Sumber Gambar: esc-company.com

ASEAN Economic Community atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah salah satu perwujudan globalisasi di bidang ekonomi di lingkup regional ASEAN yang telah resmi berjalan mulai awal tahun 2015. Berlatar belakang besarnya pangsa pasar kawasan mencapai lebih kurang 600 juta konsumen ditambah dengan jumlah PDB yang mencapai USD 3 miliar untuk mencapai tujuan bersama memakmurkan masyarakat dan menjaga stabilitas kawasan. 

Langkah awal MEA ini sebenarnya sudah dimulai pada Mei 2010 dengan keluarnya ASEAN Trade In Good Agreement yang merealisasikan arus bebas perdagangan barang antar negara anggota dengan ketentuan yang telah disepakati. Dalam MEA ini menyasar 5 elemen inti yaitu, arus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus modal yang lebih bebas, dan arus bebas buruh terlatih.

Dengan tujuan tersebut bukan semata-mata masyarakat Indonesia sendiri terjamin kesejahteraannya, justru dengan MEA ini menuntut masyarakat Indonesia untuk siap menghadapi arus perdagangan ASEAN dan bahkan di dunia. Apabila masyarakat kita sampai kalah bersaing, tentu saja tak lama lagi kita hanya akan menjadi tamu di negara sendiri. Jangan heran bila nantinya kita melihat banyaknya barang-barang yang berasal dari Vietnam dan Thailand, menjamurnya perbankan milik Malaysia dan Brunei, banyak investor Singapura dan Myanmar, dan posisi buruh digantikan oleh buruh Laos, Kamboja, dan Filipina yang lebih terlatih dan mau dibayar murah.

Namun tujuan awal tadi bisa terwujud bila masyarakat Indonesia telah siap secara keahlian, pengetahuan, mental, dan tentunya jiwa nasioanlisme. Dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan ASEAN, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan berkembang pesat bahkan menjadi negara maju memanfaatkan MEA ini.

ASEAN Political-Security Community

Sumber Gambar: carum.info

Komunitas masyarakat ASEAN yang membawahi bidang politik dan keamanan ini berdiri dengan tujuan menciptakan negara-negara kawasan ASEAN yang saling menjaga perdamaian, serta kawasan yang demokratis dan harmonis. Melalui komunitas ini, negara-negara anggota telah sepakat untuk tetap menjunjung tinggi perdamaian dalam proses penyelesaian konflik intra-regional dengan menyadari keamanan masing-masing negara berdasar pada saling membutuhkan dan terikat pada lokasi geografis, kesamaan pandangan, dan tujuan yang sama.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka APSC perlu melakukan langkah-langkah yang diantaranya, pengembangan politik, pembentukan dan saling berbagi norma, pencegahan konflik, penyelesaian konflik, membangun kedamaian pasca konflik, dan penerapan mekanisme di ASEAN.

Contoh kasus dari aspek politik-keamanan ini adalah terkait sengketa batas wilayah laut Filipina dengan Laut Cina Selatan yang diklaim oleh Tiongkok. Tak hanya Filipina, bahkan negara ASEAN di sekitar Laut Cina Selatan, seperti Malaysia, Vietnam, dan Brunei Darussalam. ASEAN pun tak hanya diam melihat konflik tersebut dan menggelar Deklarasi Kode Etik Konflik di Laut Cina Selatan (Code of Conduct on South China Sea) untuk mencegah terjadinya konflik terbuka. 

Mengingat kekuatan militer Tiongkok jauh lebih unggul dari negara-negara tersebut. Kedua belah pihak pun saling bersikeras mempertahankan wilayahnya masing-masing karena telah diketahui selain Laut Cina Selatan menjadi jalur perdagangan strategis juga terdapat kandungan cadangan minyak yang diperkirakan sebesar 30 metrik ton.

ASEAN Socio-Cultural Community

Sumber Gambar: news.asiaone.com

Komunitas ini bertujuan berkontribusi untuk mewujudkan komunitas ASEAN yang berorientasi kemanusiaan dan bertanggung jawab secara sosial, serta mempertahankan persatuan dan kesatuan antar masyarakat dan negara-negara anggota. Budaya masing-masing negara anggota dapat lebih dipromosikan  sebagai warisan budaya ASEAN sehingga lebih diketahui masyarakat dunia. 

Cara tersebut juga menjadi salah satu upaya untuk melestarikan budaya suatu negara agar tidak punah dikarenakan tidak ada lagi yang melestarikannya. Dengan masyarakat dunia tahu, maka budaya tersebut akan dipelajari dan otomatis dilestarikan oleh negara lain. Namun cara ini juga rentan dengan yang namanya pencaplokan budaya, seperti salah satu kasus yaitu Reog Ponorogo yang diklaim budaya milik Malaysia yang notabenenya adalah sesama negara anggota ASEAN. 

Selain budaya kita yang dikenal dunia internasional, masyarakat kita juga senang menerapkan budaya-budaya asing. Yang paling besar pengaruhnya yaitu budaya "kebarat-baratan" yang sangat dirasakan pengaruhnya pada aspek gaya hidup. Diantaranya gaya hidup konsumtif dan hedonisme yang hanya akan merugikan diri sendiri. Memang sebaiknya kita tidak asal menerima budaya asing begitu saja, namun harus diseleksi terlebih dahulu.

Dari sisi sosial juga dapat dilihat pada masyarakat yang bertempat tinggal di perbatasan antara Indonesia-Malaysia. Dikarekan wilayah geografis Indonesia yang luas, sehingga wilayah perbatasan menjadi kurang diperhatikan. Dari pihak Malaysia yang memiliki wilayah negara lebih kecil tentu lebih mudah mengurus rakyatnya yang berada diperbatasan. Bahkan masyarakat Indonesia yang berada dekat perbatasan itu pun banyak atau bahkan hanya menggunakan produk Malaysia dan juga ada yang menggunakan mata uang Malaysia. Bila hal ini terus dibiarkan begitu saja, maka tidak menutup kemungkian mereka akan memilih menjadi Warga Negara Malaysia dan kemudian bisa saja wilayah negara mereka diperluas dengan menggeser patok perbatasan.

Memang tak dapat dipungkiri setiap kebijakan yang diambil pasti terdapat kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dengan adanya komunitas ASEAN tersebut bisa membawa keuntungan besar bagi Indonesia atau bahkan kerugian. Semua itu tergantung dari kesiapan masyarakat kita termasuk saya sendiri untuk bisa cepat menyesuaikan dengan komunitas. Apabila kita cepat beradaptasi dan bisa berperan aktif, kita sebagai Indonesia dapat memimpin negara-negara anggota ASEAN lainnya untuk menjadi kawasan regional nomor satu di dunia pada tahun 2050.

Sekian saja tulisan yang saya buat kali ini, semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca. Mohon maaf bila banyak kesalahan dan terima kasih juga unutk para sumber yang telah membantu saya menyusun tulisan ini.


Sumber :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline