Azis Maloko
Pada tulisan sebelumnya (baca di sini) sudah dijelaskan hal ihwal terkait dengan habitus dan prinsip dasar dalam berliterasi. Pada tulisan kali ini selain melanjutkan tulisan sebelumnya (karena satu paket) juga menjelaskan aspek lain terkait dengan habitus dan prinsip dasar dalam berliterasi, yakni bahwa literasi pada sesungguhnya sebuah seni mengukir kata yang terbilang agak mudah untuk dilakukan oleh seorang pegiat literasi dengan catatan harus mengetahui hal ihwal terkait dengan bagaimana caranya agar mudah, cepat dan tuntas dalam mengukir kata menyusun sebuah karya ilmiah. Tentunya, mudah, cepat dan tuntas dimaksud bukan ditempuh melalui cara-cara instan melalui aktivitas copas, plagiasi dan lainnya. Akan tetapi, murni ditempuh melalui cara-cara yang benar.
Kategori Penilaian Karya Ilmiah
Kita pasti akan bertanya-tanya kenapa perlu ada sub pembahasan semacam ini dan didahulukan untuk dibahas? Pertanyaan itu pasti muncul manakala kita membaca sub pembahasan ini. Pertanyaan semacam itu wajar-wajar saja. Bukan semata sebagai sebuah kerja-kerja epistemologis, akan tetapi juga karena pada kenyataannya pada buku-buku terkait dengan pedoman penulisan karya ilmiah pada kampus masing-masing tidak menyertakan secara khusus sub pembahasan semacam ini. Apalagi pada kenyataannya juga soal terkait dengan kategori penilaian karya ilmiah terpulang pada masing-masing pembimbing dan penguji.
Kita pasti punya pengalaman terkait dengan masalah demikian ketika melakukan proses bimbingan karya ilmiah. Di mana antara satu pembimbing dengan pembimbing lainnya selalu mempunyai perbedaan yang cukup mendasar dalam kaitannya dengan kategori penilaian karya ilmiah, hatta kampus (bahkan ada juga perfakultas) sudah menyediakan sebuah roadmap dalam bentuk pedoman penulisan karya ilmiah. Bahkan karena perbedaan semacam itu pulalah mahasiswa seringkali dipingpong kesana kemari tanpa ada kejelasan dan kepastian terkait dengan hal ihwal penulisan karya ilmiah. Sampai-sampai mahasiswa kadang bingung dan pusing sendiri.
Pertanyaan kemudian adalah apakah mahasiswanya terlampau malas belajar dan karenanya kelihatan bodoh dalam proses-proses intelektual-akademik semacam itu atau malah pembimbing dan pengujinya terlalu cerdas sehingga selalu menghadirkan sesuatu yang baru sampai-sampai sesama pembimbing dan penguji berbeda sehingga berujung pada kebingungan dan kepusingan mahasiswa karena dipingpong ke sana kemari? Nah, karena itulah menjadi penting kiranya untuk menurunkan sebuah pembahasan khusus untuk mendiskusikan persoalan dimaksud. Setidak-tidaknya memberikan gambaran awal terkait dengan kategori penilaian karya ilmiah.
Jika kita menelaah pelbagai referensi kepustakaan terkait dengan metodologi penelitian dan pedoman penulisan karya ilmiah maupun praktek dan pengalaman langsung dalam menjalani proses bimbingan karya ilmiah, maka kita akan menjumpai pada umumnya ada dua kategori penilaian karya ilmiah. Keduanya menjadi konsep dasar, di dalamnya terdapat pelbagai derivasi aspek penilaian. Sehingga, tidak salah kemudian jika dikatakan bahwa kedua konsep tersebut menjiwai pelbagai aspek penilaian lainnya. Karena, aspek-aspek penilaian spesifik lainnya akan kembali mengacu secara langsung pada keumuman kedua kategori penilaian itu.
1.Kategori Penilaian Konten
Kategori penilaian pertama ini mengandaikan bahwa termasuk penilaian karya ilmiah adalah kategori konten daripada karya ilmiah itu sendiri. Konten dimaksud adalah keseluruhan isi dari karya ilmiah, baik mulai dari kulit luar, kulit dalam hingga pada semua isi perutnya atau mulai dari judul hingga pada daftar pustaka beserta lampirannya. Semua karya ilmiah dapat dipastikan memiliki konten. Tidak mungkin tidak. Hatta karya ilmiah bodong, hasil kerja joki karya ilmiah hingga pada karya ilmiah asal jadi yang penting bisa selesai studi bagi mereka yang dikatakan sebagai mahasiswa dan atau mendapat tunjangan BKD dan LKD bagi mereka yang dikatakan sebagai dosen.
Dalam membuat konten sebuah karya ilmiah yang baik dan benar (sekaligus menarik dan menggigit) tentunya harus dibangun di atas prinsip dan mekanisme mendasar dalam penulisan sebuah karya ilmiah. Tidak mungkin karya ilmiah ditulis begitu saja tanpa ada prinsip dan mekanisme khusus di dalamnya. Sementara kita tahu bersama bahwa karya ilmiah akan dibaca secara publik oleh hampir semua kalangan, khususnya kalangan intelektual-akademik. Apalagi sistem pendidikan nasional kita menghendaki agar supaya karya ilmiah yang dilahir-hasilkan oleh kalangan intelektual-akademik harus bebas dari namanya plagiasi sekaligus dipublikasi secara online sistem.
Sehingga, perlu kiranya memperhatikan aspek penilaian dalam konten karya ilmiah. Terdapat kurang lebih dua aspek penilaian secara umumnya. Aspek penilaian pertama terkait dengan prinsip dasar dalam menuliskan konten karya ilmiah. Prinsip penting ini mencakup kurang lebih tiga aspek. Pertama; prinsip kebaruan (novelty) dari konten karya ilmiah. Prinsip ini mengandaikan bahwa konten karya ilmiah yang (hendak) dituliskan oleh seseorang mahasiswa (begitu pula dosen tentunya bahkan seorang dosen harusnya menjadi tauladan dalam hal ini) harus memiliki kebaruan di dalamnya. Tidak boleh konten karya ilmiah hanya sekedar mencopas dan mendaur ulang karya-karya ilmiah yang ada.