Lihat ke Halaman Asli

Review Jurnal "The Janus of Yeniceri: Analysis of The Ambivalence of Turkey's Foreign Policy Toward Israel"

Diperbarui: 28 Januari 2025   23:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

1. Judul: The Janus of Yeniceri: Analysis of The Ambivalence of Turkey's Foreign Toward Israel

2. Jurnal: Journal of Islamic and Politics

3. Volumen dan Halaman: Vol. 8, No.1, Juni 2024, Halaman 15 -- 24

4. Penulis: Yusuf Pribadi, Reni Merdiani, Marten Hanura, Muhammad Adnan

5.Tujuan Penelitian: Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk menjelaskan ambivalensi kebijakan politik luar negeri Turki terhadap  Israel pada masa kepemimpinan Presiden Erdoan tahun 2014 --2018.

6. Subjek Penelitian: Turkey's Foreign Policy Toward Israel (Kebijakan Luar Negeri Turki terhadap Israel)

7. Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode wawancara dan studi pustaka. Metode wawancara adalah metode yang digunakan penulis untuk mendapatkan data primer. Penulis melakukan wawancara dengan Bapak Muhammad Sya'roni Rofii, S.H.I., M.,A. Dan Ph.D. dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia. Beliau merupakan pakar kajian Timur Tengah yang dapat dihubungi oleh penulis dan dapat memberikan data-data yang sangat representatif. Sedangkan pada metode penelitian pustaka, penulis menggunakan jurnal-jurnal yang relevan  sesuai dengan topik yang digunakan.

8. Hasil Penelitian: 

Berdasarkan hasil penelitian dari yang dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa  Realisme neoklasik menggabungkan analisis sistemik terhadap faktor-faktor eksternal dengan analisis domestik dalam menjelaskan kebijakan luar negeri suatu negara.  ambivalensi kebijakan luar negeri Turki terhadap Israel pada masa kepemimpinan Presiden Erdoan pada tahun 2014-2018, faktor eksternal memiliki peran yang cukup kuat dalam membentuk persepsi kebijakan luar negeri Presiden Erdoan. Seiring berjalannya waktu, Presiden Erdoan menginginkan Turki menjadi pemain kunci dalam geopolitik regional dan bertindak dengan melakukan aksi-aksi rapprochement dengan negara-negara tetangganya, terutama yang dapat memaksimalkan kepentingan nasionalnya (Taspinar, 2018).  Turki menghadapi anarki dalam geopolitik regionalnya di Timur Tengah. Geopolitik regional merupakan faktor eksternal. Faktor yang pertama yakni Musim Semi Arab. Musim Semi Arab menjadi tonggak keberhasilan peran politik luar negeri Turki yang aktif. Selama musim itu juga,  Erdoan memiliki kontrol yang kuat terhadap kebijakan luar negeri Turki. Periode ini juga mendorong  Erdoan untuk bersikap pragmatis terhadap perubahan situasi geopolitik di seitarnya. Kemudian Turki dan israel memiliki strategi yang berbeda dalam merespon Musim Semi Arab. Turki lebih berperan aktif dalam memaksimalkan pencapaian kepentingan nasionalnya, sedangkan Israel menggunaan postur defensif yang sayangnya terlihat lebih dulu. Turki membutuhkan aliansi yang kuat di kawasann Timur Tengah, sehingga Turki dan Israel terus memperkuat kerjasama keamanan yang sudah ada dan tidak memperburuk hubungan bilateral (Lindens trauss, 2012). 

 Kawasan geopolitik di Timur Tengah memiliki atmosfer yang mendukung untuk menggambarkan konsep perebutan kekuasaan dari perspektif realis, termasuk realisme neoklasik dan memiliki pola multipolarisme.  Turki juga melakukan upaya untuk mempertahankan status quo dan mencegah negara lain mengubahnya.  Pada akhirnya, Turki mempertahankan hubungan keamanannya dengan Israel. Faktor kedua yakni pemberontakan Kurdi.  Gerakan etnis Kurdistan ini bertujuan untuk membentuk entitas politik yang independen di wilayah Turki Selatan dan meningkatkan peran politik etnis Kurdi dalam politik domestik Turki (Joseph, 2006). Pasalnya Partai AKP dan Erdogan telah beberapa kali mencoba melakukan negosiasi perdamaian dengan elit politik Kurdi, namun hingga saat ini belum membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini juga membuat ketidakstabilan politik yang sedang berlangsung di Timur Tengah setelah Erdoan naik ke tampuk kekuasaan di Turki telah menyulitkan rekonsiliasi hubungan dengan negara-negara Islam yang secara historis tidak memiliki hubungan yang baik secara bilateral.  Ketidakstabilan dan banyaknya potensi ancaman membuat Turki merumuskan langkah-langkah pragmatis dalam geopolitik regionalnya (Altunsk, 2020). Kemudian faktor selanjutnya adalah kerjasama Ekonomi Turki dan Israel. Sikap antagonis Erdogan dan Partai AKP terhadap Israel memicu tingkat ambivalensi yang lebih tinggi, tidak hanya dalam aspek keamanan nasional namun juga dalam aspek ekonomi.   Meskipun kerjasama ekonomi antara Turki dan Israel merupakan variabel yang secara umum dihubungkan dengan hubungan diplomatik antara kedua negara, namun secara mengejutkan, pola-pola lain menunjukkan ambivalensi. Poin terkuat dari hubungan ekonomi dalam hubungan Turki dengan Israel adalah perdagangan, ekspor-impor, dan sektor lainnya seperti pariwisata. Faktor domestik juga dapat berperan dalam berbagai sektor yang dirumuskan dalam kebijakan luar negeri suatu negara. Faktor inilah yang menjadi salah satu fokus pembahasan dalam analisis ambivalensi politik luar negeri Turki pada masa kepemimpinan Presiden Erdogan tahun 2014-2018.

Pandangan Neo-Ottoman telah menjadi konsep yang melekat dalam nuansa konservatif Partai AKP dan Presiden Erdogan.  Keberadaan pandangan Neo-Ottoman tidak lepas dari identitas Islam partai AKP. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline