Lihat ke Halaman Asli

Azhar Hakimi

Manusia Pembelajar

Kebangkitan Islam di Kota "Daging Kuda"

Diperbarui: 27 Maret 2021   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis bersama isteri (Nina Juliana) saat berada di salah satu sudut keindahan Kabupaten Humbang Hasundutan (16 Jan 2021)

Kota kecil itu terlihat sangat sepi. Hanya segelintir orang yang masih terjaga dengan aktifitasnya di tengah kota. Jam kecil di atas dashboard mobil itu menunjukkan pukul dua dini hari. Sudah hampir sepuluh jam kami menapaki perjalanan ini. Mata yang yang tadinya awas, kini sudah tak mau diajak kompromi. Seluruh penumpang mobil inipun sudah terlelap dalam mimpi. 

 Dipagi buta itu enam buah mobil beriring rapi membawa  tiga puluh orang rombongan safari dakwah menembus keheningan kota Dolok Sanggul, ibu kota Kabupaten Humbang Hasundutan. Kota yang berjarak 270 km dari kota Medan ini, dalam kondisi normal dapat ditempuh kurang dari delapan jam. Sebagian perjalanannya mengitari separuh Danau Toba. 

 Sesampainya di Dolok Sanggul, rombongan langsung tertuju ke sebuah rumah besar yang terletak tepat di pinggir jalan kota itu. Udara dingin diselimuti kabut tipis menyapa lembut saat satu per satu pintu mobil dibuka. Semua merasakan  dingin yang luar biasa. Konon kota ini lebih dingin dibanding kota Brastagi di tanah Karo.  

 Perhatian kamipun tertuju pada satu keluarga yang terbilang unik. Keluarga yang sama sekali tak menyiapkan jaket maupun selimut tebal  di daerah sedingin ini. "Mungkin mereka berasal dari Kutub Utara" gumamku dalam hati.

 Rendang Daging Kuda.

Sesampainya di tempat tujuan, Khalil Basyah, sahabat isteriku saat mondok di pesantren menyambut rombongan dengan hangat. Kedatangan  tamu sebanyak tiga puluh orang di tengah malam tentu sangat merepotkan. Tapi kerepotan itu tidak sedikitpun terpancar dari wajah Khalil dan keluarga. Rendang daging kuda yang menjadi kuliner khas masyarakat Dolok Sanggul  pun siap disajikan.

 Bagi sebagian besar rombongan, ini adalah kali pertama pengalaman mencicipi daging kuda. Tak terkecuali ibu dari anak-anakku. Menurut mereka daging kuda itu enak  seperti daging lembu. 

 Sementara aku dan tiga anakku tak mau mencoba sedikitpun rendang daging kuda itu. Dalam bayangan kami, kasihan sekali kalau hewan tunggangan yang gagah perkasa tersebut harus disembelih demi untuk dinikmati setiap lembar dagingnya. "Kalau daging kuda seperti daging lembu, mengapa bukan daging lembu saja yang disantap?" ujarku penuh alasan. Mereka tetap menyantap dan menghabiskan rendang daging kuda itu tanpa menghiraukan kami yang merasa iba pada si kuda.

 Islam di Dolok Sanggul.

Usai menikmati santap malam daging kuda, Khalil Basyah menceritakan kondisi Islam sebagai agama minoritas di Dolok Sanggul. Dengan jumlah yang tidak sampai tiga persen, ummat Islam di Dolok Sanggul tetap bertahan dan semangat menjalankan ibadah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline