Lihat ke Halaman Asli

Membangun Teks yang Mencerahkan (Bagian Satu)

Diperbarui: 16 Maret 2016   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Bagaimana membangun teks yang bisa mencerahkan pembaca?.  Untuk menjawab pertanyaan ini, saya masih teringat catatan yang diberikan guru saya sekaligus penulis yang saya idolakan, pak Hernowo dalam sebuah email,  ketika menanggapi tulisan saya tentang “Menulis, Membangun pilar peradaban”. ‘Semakin berkualitas buku yang saya baca,  maka semakin berkualitas pikiran saya’,  begitu katanya. 

Catatan kecil itu memberikan saya sebuah pemahaman bahwa,  seorang pembaca akan berkualitas hasil pembacaannya kalau buku yang dibaca memiliki bobot isi (teks) yang berkualitas.  Tentunya teks disini harus dipahami tidak hanya sekadar sajian kata yang indah dan tata bahasa yang baik.  Namun juga harus mengandung pesan,  ide dan gagasan --yang menurut bahasa Helvy tiana rosa-- sebagai tulisan yang mampu mengubah atau setidak-tidaknya memengaruhi  karakter pembacanya.

Jadi, buku yang berkualitas akan semakin mencerahkan pembacanya. Seperti ketika saya pertama kali membaca buku Mengikat Makna. Dari membaca judulnya saja, saya sudah diajak berpikir: apa sesungguhnya maksud dari kata mengikat makna itu. Saya dibuat penasaran. Kemudian untuk melenyapkan rasa penasaran dalam hati saya, saya merasa harus membacanya. Oh..luar biasa ternyata, gagasan yang dituangkan dalam buku itu. Karena apa yang dipaparkan dalam mengikat makna, sesungguhnya sering dan terus saya alami, mungkin juga Anda. Namun saya tidak sadar harus melakukan apa. Yaitu ketika saya membaca sesuatu, kemudian saya sudah menangkap dan memahami gagasan utama dari yang saya baca itu. Namun kemudian, setelah saya beranjak melakukan aktivitas lain, apa yang saya tangkap tadi hilang begitu saja. Memori otak ini serasa sudah tertumpuk oleh sesuatu yang lain. Nah, gagasan dalam buku mengikat makna itu, Hernowo ingin mengajak pembacanya supaya mengikat kencang-kencang makna yang sudah ditangkap, jangan sampai lepas kembali. Caranya bagaimana?, ya dituliskan dalam bentuk bahasa tulis. Tuangkan menjadi kata-kata. Metode ini, menurut Hernowo merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk mengingat dan melekatkan---mengikat--- gagasan yang sudah Anda terima dari hasil membaca.

Memang,  banyak sekali orang yang bisa menulis.  Seperti yang pernah saya singgung pada tulisan sebelumnya. Bahwa di era digital saat ini, dengan hadirnya teknologi printing on demand (POD) semakin memudahkan seseorang untuk menjadi penulis. Di satu sisi hal ini memiliki pengaruh yang sangat positif untuk melahirkan para penulis baru. Penerbit baru bermunculan, bak cendawan di musim hujan. Di Jogja, hampir di setiap gang kecil terdapat penerbit yang sedang bergairah menerbitkan buku-buku karya penulis yang baru lahir. Tapi tidak banyak yang mampu mencerahkan pembacanya. Sekadar menulis bukanlah persoalan yang sulit. Namun menulis yang mampu mencerahkan pembacanya saya meyakini bukan perkara mudah. Pembaca terdecak,  antara kagum dan penasaran untuk segera mencoba resep yang disajikan penulis. ini yang saya sebut sebagai teks yang mencerahkan. Karena pembaca benar-benar merasa menemukan  sesuatu yang baru, dan dia merasa sesuatu yang baru ditemukan dalam hasil pembacaannya itu sangat bermanfaat baginya. Seperti halnya bagi Anda yang menemukan resep makanan baru, seketika Anda membayangkan kelezatan menunya sehingga Anda ingin segera mempraktikkan resep tersebut.

Ya, memang tidak mudah. Akan tetapi bukan berarti tidak mungkin. Kita harus berusaha mencobanya sampai mampu membangun teks yang mencerahkan itu.  Ingat, bahwa kesuksesan hanya akan menyertai orang yang sungguh-sungguh dalam meraihnya, man jadda wa jadda. Seorang penulis best seller pun,  seringkali saya menemukan tidak semua teks-teks yang telah dibangunnya mencerahkan semuanya.  Ada kalanya pada bagian dari teks itu rasanya biasa-biasa saja. Namun memang jika dibaca secara utuh pesan yang disampaikan lebih mudah ditangkap.  Ada kalanya pula gagasan yang diusung penulis sebenarnya biasa saja,  karena sudah banyak dibahas penulis yang lain. Namun dia memiliki kelebihan pada ketajaman pisau analisisnya.  Sehingga tetap saja pembaca menemukan gairah baru dan belum pernah ditemukan pada buku yang lain. Ada pula yang memang sebuah buku mengangkat ide dan gagasan yang luar biasa mencerahkan. Meskipun cara menyajikannya biasa-biasa saja. Yang paling bagus tentu saja adalah seorang penulis yang mampu menggali ide brilian dan mengemasnya secara brilian pula, seperti yang saya temukan dalam mengikat makna di atas.

Sampai disini, saya berpendapat bahwa membangun teks yang mencerahkan itu setidaknya meliputi dua hal.  Pertama adalah konten atau isi teks yang berupa ide, opini, wacana dan sebagainya. Kedua adalah kulit teks yang berupa tata bahasa, pemilihan kosakata dan sebagainya. Ibarat menu masakan, Anda akan menilai sebuah makanan berkelas dari dua hal. Yaitu kelezatan rasanya (taste) yang diproses dari bahan-bahan bergizi tinggi dan sajian menu itu sendiri atau estetika tampilannya. Perpaduan dua hal inilah yang menurut saya menjadi syarat utama untuk mengukur sebuah teks yang menggairahkan. Selain idenya segar, pilihan kosa kata dan gaya bahasanya juga enak dibaca. Sehingga membuat pembaca terhipnotis, meskipun berlembar-lembar halaman dan berjam-jam waktu telah dihabiskan, rasanya tetap bergairah membaca.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline