Oleh : Azhar Adam
Hak Asasi Manusia di manapun tempatnya pasti selalu ada dan akan terus diperjuangkan. Naluri manusia tak dapat mungkin menerima suatu penindasan, kezaliman hak seseorang yang berlangsung dihadapannya. Oleh karena itu setiap perjuangan supaya terhindar dari pelanggaran hak-hak tersebut adalah suatu keniscayaan.
Sampai hari ini, pembahasan tentang HAM memang belum selesai diperdebatkan. Di satu pihak menyatakan bahwa HAM ini hendaknya dilakukan secara serupa dan menyeluruh di berbagai penjuru dunia (universal approaches). Sementara pihak yang lain menginginkan penegakan HAM dari perspektif yang lebih spesifik dan sesuai dengan kondisi budaya serta keyakinan masyarakat (local approaches).
Akan tetapi, hingga sekarang belum menenmukan solusi yang lebih memadai bagi kedua pihak tersebut dan justru yang terjadi ialah sebaliknya, setiap usaha dari pihak yang terakhir di atas selalu dicurigai sebagai pembangkangan atas sesuatu keseluruhan atau universal.
Terlebih lagi jika usulan itu datangnya dari kelompok Islam, maka yang akan muncul ialah Islam Phobia tanpa terlebih dahulu mengklarifikasikan. Sedangkan, demokrasi wacana kembar HAM melegalkan perbedaan pendapat dan meniscayakan penghargaan atas opini orang lain.
Permasalahan HAM sampai kapanpun akan tetap perlu dan menarik untuk dibahas. Karena sampai hari ini masih ada anggapan bahwa HAM yang dapat diakui oleh seluruh dunia ialah deklarasi HAM universal PBB.
Anggapan ini mau tidak mau akan berbenturan dengan komitmen dasar terhadap HAM yang telah mengakar di masyarakat, baik dalam lintasan kultural maupun ideologis. Maka dari itu saatnya bagi ummat islam untuk melakukan Counter wacana (Ghazwul Fikri) terhadap hegemoni pemikiran barat terlebih khusus HAM.
Secara umum, istilah hak asasi manusia sering dinamakan dengan hak-hak yang melekat pada diri manusia sejak ia lahir ke dunia. Tanpa begitu mustahil seseorang dapat hidup sebagai manusia secara utuh. Hak-hak ini berlaku pada setiap umat manusia tanpa memperhatikan faktor pemisah, seperti agama, kepercayaan, kasta, jenis kelamin ataupun kebangsaan.
Dengan pengertian hak yang melekat dalam diri manusia, artinya HAM merupakan hak yang diberikan oleh Tuhan secara langsung. Oleh karenanya menurut John Locke tak ada kekuasaan yang dapat mencabut hak-hak dasar tersebut. Akan tetapi, bukan berarti setiap individu berhak melakukan perbuatan sekehendak hatinya, sebab apabila seseorang berlebihan dalam menjalankan hak-hak yang dimilikinya tentu akan memperkosa hak orang lain.
Pada hakikatnya HAM terdiri dari dua hak fundamental, yakni hak kebebasan dan persamaan. Dari kedua hak ini, lahirlah hak lain yang sifatnya turunan. Tanpa keduanya hak-hak turunan itu sangat sulit ditegakkan.
Hak-hak turunan itu yang dikenal saat ini meliputi segala hak dasar (hak berpendapat, beragama, persamaan di muka umum, memperoleh kecerdasan intelektual, hak milik) dan sebagainya.