Suku Balaweling yang terdapat di desa Balaweling Witihama Adonara Flores Timur Nusa Tenggara Timur memiliki salah satu ritual adat yang disebut Sowa Manuk. Sowa Manuk ini merupakan adat Adonara bagi semua suku yang sebetulnya perlu di kembangkan karena punya tujuan dan maksud indah yang terkandung didalamnya.
Sowa Manuk (reuni keluarga ) antar satu garis keturunan (Manuk one Tou) sebagai bentuk persekutuan atau kebersamaan setelah bertahun- tahun berpisah oleh karena tugas dan pekerjaan.
Sowa Manuk adalah ritual adat yakni seekor ayam yang direbus dan dimakan oleh kaum adam/laki-laki (amalake) Kenapa ? Karena kaum adam/laki -- laki merupakan pewaris keturunan dan juga pelaku perang tanding. Dan ritual ini juga disiapkan satu ayam putih hidup yang dilepas setelah dijaga sepanjang malam suntuk, ketika dilepas ayam ini di kalungi/didandani dan dilepas dengan beberapa barang unik lainnya.
Sowa Manuk adalah ritual adat yakni satu ekor ayam di rebus dengan periuk tanah (periuk yang dibuat dari tanah liat), makanan khas Adonara ( Jagung titi ), sekarang bisa diganti dengan nasi, dan disiapkan beberapa peralatan lainya yang sulit didapat di kampung itu. Sesajian /makanan yang disiapkan hanya dimakan oleh kaum Adam/laki-laki (Ama Lake) dengan ketentuan laki-laki sulung ( wrui) yang lebih dulu makan. Sebelum makan laki-laki sulung ini berdoa( behi bahu) dengan mengatakan (bahasa ritual) "Molo ge molo menu" artinya: "Leluhur makan dan minumlah terlebih dahulu sajian kami" karena leluhur mereka adalah tuan mereka.
Tanda yang dibuat adalah menuangkan laru putih (Tuak) ke tanah, memberi makan ayam putih yang diletakan diatas degu-degu ( Kenata) di dalam kamar di bagian sudut kanan rumah ( Rie Hiku lima wana). Setelah ritual adat ini dilakukan ( seluruh warga dalam kampung atau antar warga (Ina Bine), (sebutan perempuan) yang datang bersama keluarga mengambil bagian dalam makan bersama.
Sowa Manuk sebagai warisan para leluhur yang seharusnya dilakukan secara berjangka hanya karena kesibukan maka sowa manuk ini jarang dilakukan.
Seekor ayam putih ini di keramatkan dan ditempatkan di tempat khusus selama satu malam suntuk sampai subuh baru dilepaskan setelah dikalung sebagai tanda ayam milik kampung suku Balaweling dan dibiarkan hidup dikampung ini. Selain tanda kebersamaan, ayam ini juga sebagai simbol kelepasan setelah bertahun-tahun tidak bertemu (reuni) dan bentuk kebersamaan.
Menurut Mangu Sabon ayam berwarna putih ini tidak boleh dimakan, barang siapa yang sengaja menggangu ayam ini maka akan berakibat fatal bagi dirinya bahkan keluarganya.
Ayam ini dilepas dengan beberapa peralatan yang wajib dibawah anatara lain: kayu kai hali yang didapat di Lite Adonara Tengah. Konon katanya kayu yang tak pernah di lihat daunnya sulit sekali didapatkan, karena hidup ditempat khusus dan milik suku tertentu. Selain itu juga peralatan kuno lain yang digunakan untuk sesajian.
Upacara adat dimulai dengan minuman khas tuak kepada wakil masing-masing keluarga dilanjutkan santap secara bergantian bagi peserta sesuku (manuk one tou) yang hadir.
Lebih lanjut Mangu Sabon Bin Belelen Sara mengatakan sudah tiga kali seremonial ini dilakukan, pertama sekitar tahun 40 an, kedua sekitar bulan Oktober 1985.