"Azwa, apakah kamu pernah merasa iri kala melihat temanmu yang bisa dijenguk oleh ayahnya?", sekiranya seperti itu lontaran pertanyaan yang cukup sepele namun melekit. Seorang guru yang seharusnya telah dewasa dan mengerti apa itu arti kepekaan. Tidak, air mata ini tak boleh jatuh sedikitpun! aku harus kuat!aku bukan anak lemah gumanku dalam hati. "tidak bu, aku sudah bahagia hidup degan ibuku dan kedua saudaraku, dan terlebih aku masih bisa memanggil pamanku dengan sebutan abi, ayah, dan sebagainya" setelah jawaban yang telah ku lontarkan kemudian aku pamit untuk pergi. Angin menyelimuti rasa sepi, awan menutupi rasa puruk hati, air mancur yang berusaha menenangkan menjadi susasana dini hari. Termenung dengan saksi mentari yang mulai beranjak pergi, lintasan benak hati yang menyatakan "siapa yang ingin menjadi anak yang ditinggal ayah sendiri?".
6 tahun diriku hidup dengannya hanya tersisa beberapa tahun kenangan untuk mengingatnya. kala di mana aku baru berani memanggilmu ayah, kala dimana aku baru berani untuk meinta tolong menamakan buku sekolah pertamaku, kala diamana kita duduk berbincang bahagia menikmati senja. Dan di mana kau memanggilku dengan sebuatan "azwa, putriku". tahun ini suram yah, berat, dewasa tanpa ayah sesulit itu, banyak ombak yang mencoba-coba bermain ketangguhan. Mereka dapat bahagia dengan petuah ayah mereka. Mereka bisa celometan menceritakan kisah hidupnya bersama ayahnya. Mereka bisa memeluk ayahnya saat terisak kesedihan dan tak tau arah pulang. Entah mengapa memori ku tentang mu sangatlah pendek, lintas benak ingatan yang bahkan tidak begitu mengenal mu kian memudar. Rasa ingin bertemu yang tak kunjung datang, bukan karena aku membenci mu, atau tak ingin kuterima kehadiranmu. Namun, hanya saja aku tidak mengerti siapa dirimu, apa yang ku rindu darimu?. Jika saja aku diberi waktu sedikit lagi untuk mencoba mengenalmu, bahkan jika kau pergi silahkan. Setidaknya ajari aku untuk bisa mengenal mu, agar kujadikan memori dalam ingatan untuk merindukanmu.
"nak,,ayah pulang" sontakan yang terkejut setelah mendengar seruan yang entah ku dambakan atau tidak. Akankah doaku terwujudkan? untuk kembali menerima sang waktu untuk mengenalmu?. Sungguh ajaib dunia ini, aku suka kejutan tuhan yang begitu misteri. " Ayah, ayah disini teruskan? ayah tidak ingin pergi kembali kan? Aya bagaimana kabarmu? Azwa rindu sekali dengan ayah, Mari kita berbincang dan tertawa lagi yah.." berjuta pertanyaan erlontarkan dari mulutku namun hanya seutas senyumanlah yang menjawabnya, tanpa basa-basi kupeluk ayah untuk menghempaskan rindu itu dalam kesempatan emas ini. kebahagiaan yang tiada tara sehingga balasan senyuman indah tersorot dari wajahmu. wajah yang kemudian bersinar terang berkilau hingga cahaya itu memenuhi seisi ruangan dan tertiba 'booom'. Hentikan waktu yang membangunkanku dan hanya tersisa lampu kamar yang sudah menyala, iya semua itu hanyalah khayalan mimpi. Dengan hal itu aku menyadari barzah adalah alam terbaikmu, dan Bumi ini adalah alam terbaikku saat ini. Berinteraksi satu sama lain di alam yang berbeda sangat tidak meungkinkan. Hal misteri yang kufikirkan adalah, jika kau hanya membisu di alam mimpiku, akankah aku berlaku demikian jika aku mampir ke alam barzahmu?. Entah mungkin ini memang takdir, dan aku hanya perlu fokus untuk yang lainnya sampaikugapai semua mimpi yang ingin ku terangkan.
Kriiiing..
Bel sekolah berbunyi pertanda seluruh siswi diharap masuk kelas masing-masing dan memulai menimba sebuah ilmu dengan mendengarkan penjelasan sang guru. Berjam-jam sudah beralu kelas yang dipadati oleh siswi yang giat belajar sungguh menjadi suasana menyenagkan, perlombaan untuk memiliki pedang tertajam agar bisa dibawa ke perang ujian. " Assalamua'alikum permisi Azwa, pada jam istirahat kamu ke gerbang ya, paman dan bibimu menunggu", ujar salah seorang guru yang menyela jam pelajaran kami beberapa menit. Kertas yang telah bertuliskan nama, kelas, dan asalku mendarat di tanganku, tak lupa dengan serta nama bibi dan pamanku, abi dan umi. ucapan terimakasih dengan senyuman lebar kulontarkan dan kemudian aku meanjutkan pelajaranku dan mengakhirinya agar bisa bertemu dengan mereka.
Jam istirahat kemudian..
Kutoleh sekitar area gerbang, area penginapan walisantri sangat padat, banyak orang tua yang menjenguk anaknya untuk melepas rindu, kala dimana kulangkah menyusuri area tersebut. " nak, Azwa sini umi dan abi disini"suara yang kutunggu untuk mengobati hati yang rindu ini terbayarkan lunas. Hal dimana yan ditanyakan guruku sebelumnya, akhirnya aku merasakan, dimana aku keluar dari gerbang dan ada suara yang memanggilku nak, dan merasakan tawa bahagia dengan seorang abi dan umi. Memang aku tak dapat kembali bertemu dengan ayah, namun dengan kehadiran abi dan umi segalanya cukup bagiku.
Perbincangan hangat dan tawa bahagia terukir sudah dalam memori ini, pertanyaan tentang kabar dan suasana belajar menjadi topik utama yang dbicarakan. Kunjungan abi umi sungguh menyenangkan, membawa suasana semangat belajar demikian. Abi dan umi yang selalu memberikan sebuah kebahagiaan, tak lupa memberi hadiah saat hari perayaan ulang tahunku, selalu mengajak aku dan adik serta abangku untuk menyicipi makanan yang lezat. Sungguh mereka orangtua kedua bagiku dan sangat berarti dalam hidupku. Petuah yang dapat selalu kuingat, kupegang, dan menjadi tameng kekuatanku layaknya mereka yang masih memiliki seorang ayah. Namun waktu terlalu memakan masa dengan cepat, Abi dan Umi yang kemudian harus beranjak pamit untuk pulang, menyisakan kesedihan yang mulai hadir kembali mengusik. Namun aku harus belajar untuk mengerti, bahwa tidak selamanya semua yang ada di dunia ini untukku, maka perpisahan dengan sedikit haru oleh mereka serta pelukan hangat selamat tinggal menyertai hari itu. Kala dimana mobil yang mereka kendarai melesat, entah mengapa hati ini menjadi lebih tegar, setelah mendengar perkataan mereka bahwa" Azwa semangat belajar, jangan hiraukan keadaan sekitar, abi dan umi selalu ada disini kala Azwa sendirian okai?!". Petuah yang kembali membangkitkan semangat jiwa ini kembali, fokus pada pelajaran dan tahun berikutnya untuk menjadi seorang alumni.
Dalam cerita yang sama pada tahun yang berbeda..
"Iya benar dia itu sudah tidak memilii ayah, berarti sekarang hidupnya sudah tidak berkecukupan bukan?". Kalimat lagi-lagi terdengar melekit menyayat hati. Suara lirih yang kudengar di balik pintu kamarku, "Assalamua'alikum" hanya salam yang dapat kuucap kemudian meletakkan barangku dan kemudian beranjak pergi. Lirikan mata dan jawaban salam yang bergumam sedikit membuat keadaan canggung seakan mereka sedang kepergok akan melakukan sesuatu, entah membicarakan ku atau tidak, yang terpenting aku harus ingat kata umi dan abi. Kulampiaskan isakan dan cerita entah siapa yang mendengar namun membuat hati ini lega Sesaat kemudian tak kusadari ia mendengarkan setiba aku duduk disana " Hi makhluk kecil. sedang apa kau disini? apakah kau kesepian sepertiku? kenapa kau sendiri dimana keluargamu?kutebak kau sama denganku, tidak memiliki ayah dan sekarang sendiri tanpa seseorang menemani. Pesanku padamu tetaplah kuat ditengah gemparan kata mereka". Berlama-lama kucertakan padanya, teman baruku yang sigap mendengarkan seluruh keluh kesahku tiap hari. Kini tempat itu menjadi favorit bagiku, entah hanya kebetulan kadal itu menghampiri, namun ia selalu ada kala aku tiba,termenung seakan duduk bersamaku kala sore itu.
Tak terasa waktu telah tiba, dimana hari spesialku menjadi alumni. Tawa gembira dan haru menyertai hidup ini. Setelah keluar dari gedung perkumpulan kudapati keluargaku yang siap menyambut, berfoto ria untuk menyimpan rasa kenangan indah ini. Sungguh tak terasa seluruh perjuangan dibayar sudah dengan hari ini, tak lupa kubagikan cerita ini kepada teman karibku sebelum ku beranjak pergi dari sekola itu. "HI kembali teman kecil, aku ingin berterima kasih kau selalu mendengarkan ceritaku, aku hari ini bahagia, aku lulus dengan nilai sempurna, dan hari ini aku ingin berpamitan kepadamu, maaf aku tak bisa pergi bersamamu. Karena aku tau suatu saat kau akan menemukan seseorang yang sama denganku, baik-baik temanku". kisah haru bahagia ku lampiaskan kepada teman kecilku, namun sesaat ku melangkah, " Azwa, putriku selamat kau sudah melewati segalanya, kau sudah dewasa. Jangan khawatir nak, Aku selalu berada disisimu, walau nanti bagaimana rupaku kau tidak mengetahuinya. Keluarga mungkin meninggalkanmu, Tapi cintanya selalu menyertai perjalananmu". Kutoleh wajahku dan benar pradugaku saat mendengar suaranya. Kini air mata itu kurela jauhkan, entah apa yang haru kuutarakan. Air mata bahagia atau haru tak dapat kuartikan kembali, hari dimana ku bertemu dengannya, entah Nyata atau hanya sebuah khayal, jelas aku tak bisa berkata dan berinteraksi padanya. Terimakasih tuhan engkau meberikanku izin untuk bertemu dengannya di hari kebahagiaanku, walau sesaat aku bisa mengenalnya, iya benar yang kalian benakkan dia adalah ayahku.