"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan". (Al-Israa' ayat 26-27)
Sungguh betapa lucunya negeri syariah ini, ketika rakyatnya masih hidup dibawah garis kemiskinan sebesar 19,46% atau sekitar 909.000 jiwa, sang pemimpin yang digadang-gadang sebagai figur pemersatu Aceh justru mengumbar kekayaan dengan gaya hidup bermewah-mewah. Bagaimana tidak? Istana Wali Nanggroe Aceh hingga saat ini telah menyedot anggaran belanja Aceh hingga 35 milyar rupiah! Belum lagi pos dana wali nanggroe sebesar 20 milyar per tahunnya sungguh menggiurkan di satu sisi, namun di sisi lainnya terdapat lebih dari 900.000 jiwa rakyat Aceh yang masih hidup dengan berpenghasilan di bawah 2 USD.
[caption id="attachment_256841" align="alignnone" width="600" caption="Istana Wali Nanggroe (serambi.com)"][/caption]
Ironis bukan? Pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf sepertinya berkecenderungan kehilangan prioritas dalam menentukan kebijakan politiknya. Selain daripada itu, pemenuhan janji-janji politik yang selama kampanye kerap diangkat oleh para jurkam Partai Aceh pun hingga kini masih jauh dari terealisir. Memang, Gubernur Aceh baru-baru ini pada Musrenbang rencana kerja pemerintahan daerah dan kota di ruang paripurna DPRA, Zaini mengalokasikan dana 1,4 trilyun untuk pengentasan kemiskinan di Aceh dengan prioritas pada daerah-daerah yang berpenduduk lebih besar, hingga diharapkan pada akhir tahun 2013 kemiskinan di Aceh dapat berkurang sebesar 2%.
persoalannya adalah bukan besaran dana yang digelontorkan, namun lebih daripada itu ialah efektifitas prioritas penggunaan dana tersebut untuk benar-benar kesejahteraan rakyat Aceh yang selama ini pemerintahan Zaini jauh dari prioritas tersebut. Jumlah 1,4 trilyun juga apabila dibagi kepada 909.000 rakyat miskin di Aceh juga hanya lebih kurang 1,5 juta rupiah per orang dan hal ini tentu tidak dapat mencukupi atau bahkan mencapai sasaran sesuai target pemerintah Aceh.
Sementara itu, di tengah rakyat Aceh masih berkutat dalam persoalan-persoalan kemiskinan, Pemerintahan Aceh justru meletakkan prioritas pada pembangunan istana Wali Nanggroe dengan anggaran sebesar 35 milyar lebih. Ini yang memprihatinkan, bagaimana di tengah kesulitan rakyat dengan beban hidup yang sangat berat , seorang pemimpin justru membangun istana yang megah untuk Wali Nanggroe? Bayangkan jika dana sebesar itu dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat Aceh dengan indeks 1 juta/kk sesuai janji politik Zaini-Muzakkir maka setidaknya 35.000 kk dapat terbantu.
[caption id="attachment_256842" align="alignnone" width="768" caption="Megahnya istana Wali Nanggroe berbanding "istana" 909.000 rakyat Aceh (Facebook.com)"] [/caption]
Di tengah kehilangan prioritas pemerintahan Aceh, Wali Nanggroe sendiri sebagai figur pemersatu sekaligus tokoh yang diharapkan dapat membantu meluruskan prioritas kebijakan pemerintahan Aceh hanya berdiam diri bahkan cenderung menikmati segala fasilitas dan kemewahan yang diperuntukkan baginya. Sehingga rakyat Aceh dalam situasi ini merasa sendirian tanpa ada satupun elit Aceh yang mencoba untuk membawa secercah keadilan bagi mereka. Mereka masih tinggal di gubuk-gubuk miskin bahkan masih ada yang hidup di tenda pengungsian. Apakah ini kesejahteraan yang dijanjikan pemerintahan Aceh selama ini? Ternyata kemegahan istana Wali Nanggroe tidak menjamin terpenuhi kesejahteraan rakyat Aceh.
Azada
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H