"Tidak ada musuh yang abadi, hanya kepentingan"
Beberapa minggu lalu, Wakil Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melibatkan jajaran Komite Peralihan Aceh (KPA) dalam menanggulangi terorisme di Aceh. Menurut Mantan Panglima GAM ini, KPA yang berbasiskan para mantan eks kombatan GAM sangat menguasai lapangan sehingga setiap indikasi adanya aksi terorisme dari luar (Aceh) akan mudah terdeteksi. Pernyataan tersebut disampaikan Wagub Aceh saat menerima pertemuan audiensi dengan perwakilan BNPT di ruang Rapat Wakil Gubernur Aceh, yang dipimpn oleh Mulyono Lodji MS. Di lain kesempatan dan tempat yang berbeda, Kepala BNPT Ansyaad Mbai menilai berbagai elemen masyarakat di Provinsi Aceh sudah cukup kuat dalam upaya menolak pengaruh terorisme. Menurutnya, saat itu, sempat salah satu jaringan teroris mengajak GAM, namun GAM menolaknya. Itu mengindikasikan Aceh cukup kuat menolak pengaruh terorisme. (sumber: http://aceh.tribunnews.com/2012/07/27/wagub-libatkan-kpa-tanggulangi-teroris)
Kedua pernyataan di atas dapat dinilai secara beragam melalui sudut pandang yang berbeda. Dari sudut pandang sempit, dimana terorisme yng dimaksud dari "luar" adalah kelompok, jaringan yang erat sangkut pautnya dengan kelompok-kelompok fundamentalis Islam di Timur Tengah seperti Al Qaeda dan Jamaah Islmiyah (JI) misalnya, secara positif hal tersebut dapat dianggap sebagai komitmen kuat Aceh dalam menolak segala bentuk prilaku dan tindakan terorisme, dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama memeranginya. Demikian pula, dari pihak pemerintah pusat yang diwakili oleh ketua BNPT menunjukkan bahwa terdapat kepentingan dan pemahaman yang sama dalam hal terorisme antara pusat dan pemerintahan Aceh yag selama ini kerap berbeda dan berseberangan pendapat dalam berbagai hal. Kesimpulan singkatnya, ini adalah sinyal yang bagus.
Namun demikian, dari sudut pandang yang lebih luas, kita perlu melihatnya dengan lebih jernih. Dimulai dari pengertian terorisme itu sendiri. Menurut Black Dictionary, terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana yang jelas dimaksudkan untuk: a. mengintimidasi penduduk sipil. b. memengaruhi kebijakan pemerintah. c. memengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan atau pembunuhan. Pengertian yang relatif tidak berbeda jauh juga disampaikan oleh Prof. Dr. Muladi, bahwa hakekat perbuatan Terorisme mengandung perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berkarakter politik. Bentuk perbuatan bisa berupa perompakan, pembajakan maupun penyanderaan. Pelaku dapat merupakan individu, kelompok, atau negara. Sedangkan hasil yang diharapkan adalah munculnya rasa takut, pemerasan, perubahan radikal politik, tuntutan Hak Asasi Manusia, dan kebebasan dasar untuk pihak yang tidak bersalah serta kepuasan tuntutan politik lain.
Dilandasi pada pengertian tersebut, Aceh terutama masyarakatnya, sangat akrab dengan apa yang terdapat dalam pengertian di atas. Berapa banyak kasus kekerasan di Aceh yag tidak jelas siapa dan apa motif pelakunya tidak jelas pula penyelesaian kasus-kasus tersebut. Pembunuhan, intimidasi, penculikan bermotif politik adalah teror yang dihadapi oleh masyarakat Aceh selama ini. Pelakunya? masyarakat Aceh menjadikan hal ini sebagai rahasia umum yang tak layak disebutkan di muka umum karena resiko yang mungkin dihadapi, yaitu teror akan datang dan mengetuk depan pintu mereka. Pada pemilukada Aceh lalu, Ketua Asian Network for Free Elections (ANFREL) Foundation, Mr. Damaso Magbual menyatakan bahwa kasus-kasus teror dan intimidasi selama proses pemilukada dilakukan oleh orang/kelompok terkenal dan berkuasa. (sumber: http://wartaaceh.com/intimidasi-dalam-pilkada-aceh-dilakukan-orang-kuat-dan-terkenal/). Kita semua tentu paham yang dimaksud oleh ketua ANFREL tersebut.
Terorisme adalah musuh kita bersama, dan sudah menjadi kewajiban kita semua untuk melawannya dengan segenap kemampuan yang kita punya. Namun demikian, ada hal lain yang lebih menakutkan daripada terorisme yag dimaksud oleh Mualem pada pernyataannya di atas, yaitu teror yang berada di sebelah rumah kita sendiri, teror yang muncul dan ada karena kekuasaan, kedzaliman dan keserakahan orang-orang yang sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat Aceh sebagai pelaku teror yang sebenarnya. Jika Mualem meminta KPA untuk mengatasi teror yang berasal dari "luar" lalu siapa yang akan diminta Mualem untuk mengatasi teror dari "dalam"?
Wallahualam Bisaawab
Azada
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H