Berburu Ayat-Ayat Suci (Danarto)
Danarto
Orang-orang berbondong berburu ayat-ayat suci. Berebut di masjid, pasar, kampus, stasiun, mall, caf, dan warung-warung tegal. Dengan teriakan, tangisan, dan gelak tawa, rakyat antre siang malam memunguti sisa-sisa tiang negara yang roboh. O, tsunami, gempa, tanah longsor, dan banjir yang susul-menyusul, menciptakan para pedagang, melenyapkan air bersih, menyingkirkan orang-orang suci dari percaturan peradaban.
Baca selengkapnya di sini
10.10.2005
Sebelum menganalisis, sebagai pengantar, saya akan memandang penggunaan stile seperti yang dipaparkan Nurgiyantoro (2017:47) bahwa stile dilihat sebagai sesuatu yang membungkus pikiran, perasaan, gagasan, pesan pengalaman atau apa saja yang ingin dikomunikasikan oleh pengarang. Bisa dikatakan, bahwa unsur-unsur yang akan dikaji dalam puisi di atas, adalah sebuah bingkai yang diracik penulis, untuk memberikan kesan pada pembaca, hingga pembaca memahami apa yang ingin disampaikan penulis lewat puisinya.
Karena puisi di atas memiliki struktur yang tidak biasa seperti kebanyakan struktur puisi lain, maka saya tertarik mengkaji penyiasatan struktur atau disebut juga sarana retorika yang digunakan penulis beserta bentuk permajasannya.
Secara bentuk, puisi Berburu Ayat Suci memiliki bentuk seperti paragraf dalam cerpen. Jika diamati lebih lanjut, puisi ini berjenis naratif-deskriptif. Puisi ini, memiliki sarana retorika berupa pengontrasan. Nurgiyantoto (2017 :260) memaparkan bahwa pengontrasan ialah suatu bentuk gaya yang menuturkan sesuatu secara berkebalikan dengan sesuatu yang disebut secara harfiah.
Pengontrasan yang dilakukan oleh Danarto sebagai penulis dalam puisi ini berupa Hiperbola. Hiberbola dipaparkan oleh Nurgiyantoro (2017:261) biasanya dipakai jika seseorang ingin melebihkan sesuatu yang dimaksudkan dibandingkan keadaan yang sebenarnya dengan maksud menekankan penuturannya. Hal ini tentu dilakukan supaya mendapatkan impresi tentang apa yang dimaksudkan dalam tulisannya-dalam hal ini puisi yang ditulisnya.
"Orang-orang berbondong berburu ayat-ayat suci. Berebut di masjid, pasar, kampus, stasiun, mall, caf, dan warung-warung tegal."
Jika membaca secara cermat, apa yang berusaha dideskripsikan oleh penulis, tentu terasa berlebih-lebihan. Unsur hiperbola dalam puisi ini sangat terasa, bagaimana orang digambarkan berbondong berburu ayat-ayat suci dengan Berebut di masjid, pasar, kampus dan sebagainya.