Lihat ke Halaman Asli

Komunitas Literasi: Sarana Mengembangkan Kesadaran Literasi atau Ajang Pamer Kebolehan Diri dan Kelompoknya Semata?

Diperbarui: 5 November 2020   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Penggiat literasi, biasanya tergabung dalam komunitas-komunitas yang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Tujuan-tujuan kesemua komunitas itu amatlah mulia sebenarnya, yakni sebagai sarana mengembangkan kesadaran literasi, meliterasikan masyarakat,  mengajak masyarakat untuk kembali memahami pentingnya sadar literasi. Hal ini sangat penting dan bahkan mungkin salah satu harapan untuk membangun peradaban Indonesia yang maju literasinya.

Namun belakangan yang terjadi, beberapa komunitas seperti kurang konsisten dengan tujuan mulianya, niat sucinya, bukan mengedepankan kepentingan masyarakat luas, malah terlihat niat ini mengalami penyimpangan-penyimpangan. Beberapa anggota yang senior hanya sekedar unjuk kebolehan, dan meraup riuh puja-puji pendukung, sementara jika anggota yang disebut junior sedang belajar tidak mendapat kritik yang baik, justru mendapat cercaan atau kadang juga bawa-bawa personal. Bila ada kritik dari anggota yang disebut junior pada salah seorang senior, pastilah kawan-kawan pendukung sang senior mendewa-dewakan dan menyerang balik sang junior. Terbentuklah budaya anti kritik, tidak lagi memahami kritik sebagai kritik dan juga membuat jarak antara anggota senior dan junior.

Percayalah, komunitas yang ada saat ini bukan lagi tempat saling berbagi ilmu dan bersosialisasi dengan baik. Kejumudan dan taqlid pada senior yang sudah memiliki "nama"menjadi suatu hal yang menjadi kewajaran. Komunitas kini berkembang jadi ajang cari duit, dengan cara pelatihan-pelatihan modal support sesama senior dan jaringannya, membodoh-bodohi pemula-pemula dengan hasil sertifikat. Seolah tujuannya jadi ajang pamer seberapa banyak sertifikat baik kepesertaan atau kemenangan yang menggunung.

Belum lagi anggota-anggota fanatik yang menggembar-genborkan keapikan komunitasnya, dan meremehkan komunitas-komunitas lain. Bagus, teruskan saja kepongahan ini sampai mampus.

Lain sisi, soal cinlok jadi hal biasa. Mencari pasangan yang juga jadi tujuan bahkan sebelum anggota itu mengikuti komunitas tersebut. Jatuh cinta itu wajar dan memang soal personal. Tapi setelah itu mau apa? Sampai kapan niat-niat kurang baik itu mau diumbar? Tujuan-tujuan dan niat-niat yang sebenarnya dari komunitas literasi malah dikesampingkan. Jadi, benarkah komunitas literasi kini masih jadi sarana mengembangkan kesadaran literasi atau ajang pamer kebolehan diri dan kelompoknya semata?

Cipayung, November 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline