Saat menulis ini, jantung saya masih kembang kempis, berdetak tak enak, tak teratur, kadang cepat sekali, setelah tarik nafas pelan-pelan, cepat lagi. Jadi, maaf kalau ada kata yang tak berkenan nantinya.
Ini dimulai seminggu yang lalu. Sang oknum, adek saya pergi ke pantai. Biasa, weekend. Mungkin ingin mencari suasanana baru karena kami tinggal di pegunungan, jadi minggu lalu waktu saya berkunjung ke rumah ibu kami tak bertemu. Selesai.
Dua hari yang lalu, malam-malam (mungkin pukul 8 lebih-lebih sedikit), saya main ke bundaran. dekat rumah, jalan pun tak sampai dua menit. Itu bundaran lumayan luas, mungkin diameternya 70-80m. Dijaga 2 mobil polisi saat itu. Bundaran satu ini, terkenal tempat maksiat, dulunya. Terutama bandar narkoba makanya sekarang dijaga ketat, siang malam itu mobil polisi patroli, cuma keliling-liling satu bundaran saja. saya duduk mojok sendiri, yang paling dekat lingkar luar, lihat kendaraan lalu lalang. Kalau menoleh ke tengah, berbahaya. Sebelum saya, (kalau saya mau duduk menghadap lurus kemuka) ada dua gadis asyik masyuk. Sekitar 15 menit duduk, ada lagi pasangan muda lain, tadinya bergandengan tangan biasa, begitu duduk (lohh kokk). Waktu itu saya masih diam saja, biarlah. Lagi, menghadap jalan raya, melihat orang-orang seperti berlari menyeberang jalan, mobil-mobil berhenti di lampu merah dan ngebut lagi. Bus-bus kota warna biru, hijau, kuning berkejaran dengan waktu tiba di halte berikutnya.
Taman itu setelah kira-kira 40 menit, pas didepan saya 2-3 meter, 3 gadis muda berebahan dibawah pohon. (kok gitu ya?) pikir saya, kelakuaan mereka melebihi orang pacaran di Indonesia. Shock, hengkang saya dari sana. Mobil polisi berkelap-kelip ditengah bundaran, jadi saya jalan melintas tengah. Tertegunlah saya karena tak cuma ´pasangan´ gadis-gadis disana, yang sedang duduk dipangkuan sesama pria pun banyak.
Ingat sekali saya, ada pengumuman ditempel ditempat sampah dibundaran yang sama semingguan lalu. Seorang homo dibunuh sadis sama homopobik (aduh gimana itu nulisnya?) -skr sudah dicopot pengumumannya. Dua hari lalu suami saya menunjukkan berita di portal berita online terbesar disini, ada pasangan ´wanita´ yang merayakan hari ultah pernikahan mereka yang pertama. Mereka nikah di gereja setahun lalu.
Lah, hari ini, foto-foto adek saya... dari akunnya sendiri, nyebar di fb. Dia dipantai, sama pacarnya. Posenya sudah mirip sama model cover majalah yang sering nagkring di pangkalan permen pinggir jalan. Loh loh loh, saya yang berjiwa ketimuran jelas syok berat. Ini adek saya, nongkrong di pantai dengan gaya (kalau di Indonesia) cara artis-artis yang sudah sepi job cari sensasi).
Untuk saya, jelas ini di luar nalar saya. Otak saya nggak mampu mencerna kata bebas ketika begitu buanyaknya pasangan sejenis menunjukkan keberadaan mereka dengan sangat berani. Polisi diam saya, cuma kelap-kelipkan lampu mobilnya. Dan adek saya yang unjuk kebolehannya dalam hal (kalau ditimur sudah sangat tak pantas),
Membayangkan dia bisa mengtag ke saya foto jepretannya dan teman-teman saya melihat adalah ide yang sungguh bakal memalukan untuk saya. Sebagai orang timur, saya nggak siap mental menghadapi ini. Saya menyukai budaya dan norma yang ada di Indonesia, adab dan sopan masih dijaga. toh ibu-ibu masih pakai kemben dan kebaya. Bayangkan kalau mereka berubah pakai bikini. Wah,,
Maaf ya, kalau saya kurang fokus nulisnya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H