Lalu lintas merupakan roda pergerakan utama dalam mencapai suatu tempat tujuan. Perkantoran, pedesaan, perkotaan dan sebagainya menjadi bagian didalamnya. Dalam mencapai tempat tujuan, bisa dilakukan dengan beragam cara seperti berjalan atau berkendaraan baik roda dua, tiga dan empat. Menengok kata lalu lintas, pasti sudah tak asing mendengar keluh kesah mengenai kemacetan. Terlebih di kota – kota besar layaknya Jakarta, sebuah ibukota metropolitan, megah dengan menjulangnya gedung – gedung tinggi perkantoran, pabrik dan pergudangan.
Kemacetan seringkali terjadi di tiap sudut dan belokan. Ditemukan pula kemacetan di ruas – ruas jalan putar balik. Kemacetan terlihat bagaikan melihat rayap yang hinggap diatas alas aspal. Semenit bagaikan sejam. Parahnya polusi asap kendaraan merajalela terlebih saat hampir keseluruhan kendaraan lumpuh. Napas bagaikan sudah tiada. Kepala pusing dan rasa ingin muntah menghantui para pengendara dan juga penumpang.
Kemacetan memang dibilang membuat resah masyarakat khususnya para pekerja. Seringkali mengalami keterlambatan tiba di lokasi kerja. Terkadang juga sudah terlalu capek dalam perjalanan, konsentrasi kerja menurun. Selain itu, pekerja juga mengeluhkan rasa pening akan waktu yang lama dalam perjalanan. Rasa semangat bekerja menjadi malas.
Memang hal demikian tidak dapat dijadikan alasan. Akan tetapi, perihal kemacetan sudah hal parah yang harus segera diatasi. Harus mampu sedikit demi sedikit diminimalisir. Tidak hanya terjadi pagi hari saja, tetapi siang, sore dan malam pun juga diisi dengan kemacetan. Bisa saja itu membuat sebuah trauma bagi pengguna jalan karena dapat menjadikan keluh kesah yang sepertinya tidak mendapatkan tanggapan yang serius dari tahun ke tahun.
Sebenarnya siapa yang salah terhadap terjadinya kemacetan? Pemerintahkah? Tidak jarang masyarakat mengatakan bahwa serta merta kesalahan pemerintah dari periode ke periode yang tidak memberikan tanggapan serius terhadap kemacetan. Padahal, bila ditelusuri secara lebih jeli, kemacetan disebabkan oleh kesadaran manusia itu sendiri alias lebih tepatnya pengguna jalan raya.
Pengguna jalan raya terlebih kendaraan roda empat, selalu saja memenuhi ruas jalan tanpa memberi kesempatan bagi kendaraan roda dua atau tiga untuk menggunakan jalan tersebut sehingga sesaat saja menjadi lumpuh. Pergerakan hanya bisa dilakukan secara perlahan kemudian terhenti kembali. Terlebih jumlah kendaraan roda empat kian meningkat. Ditambah kendaraan roda empat umum selalu saja parkir cari penumpang sembarangan. Ada yang dipinggir tetapi badan kendaraan miring ke tengah jalan raya dan ada pula yang ditengah jalan raya. Mau tak mau, jadi terhambat bagi pengguna jalan yang ada dibelakangnya. Sering juga berhenti menurunkan penumpang di tengah jalan dan selap selip tanpa memberikan tanda sehingga hampir saja mencelakakan kendaraan yang ada dibelakangnya. Macet, bukan hanya salah pemerintah.
Presented by Ayu Yulia Yang PT. Ekspedisi Internasional
[caption id="attachment_367670" align="alignnone" width="800" caption="Kemacetan"][/caption]