Lihat ke Halaman Asli

Ayu Wulansari

Bukan account bot, apalagi buzzer.

Beban Operasi Katarak untuk Memberantas Kebutaan

Diperbarui: 9 Maret 2020   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Katarak masih menjadi beban besar penyebab kebutaan, tidak hanya di Indonesia melainkan juga di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan terbarunya di tahun 2019 menyebutkan bahwa besaran gangguan penglihatan dan kebutaan yang disebabkan oleh katarak diderita oleh setidaknya 65,2 juta penduduk dunia. Distribusi penderita tentunya tidak merata secara global -- di mana penderita katarak didominasi oleh populasi negara berkembang. Di Indonesia, menurut hasil survei terbaru tahun 2014-2016 di 15 provinsi dengan sampel penduduk usia di atas 50 tahun, katarak yang tidak dioperasi merupakan penyebab nomor satu kebutaan dengan proporsi kasus sebesar 77,7%.

Dalam survei yang sama, ditemukan juga bahwa hambatan penanganan katarak ini disebabkan oleh hal-hal seperti ketidaktahuan masyarakat akan diagnosis penyakit katarak dan bahwa kondisi tersebut bisa disembuhkan dengan jalan operasi. Selain itu, kendala biaya juga terus menerus disebutkan -- padahal saat ini operasi katarak juga sudah tertanggung oleh Jaminan Kesehatan nasional (JKN) meskipun tidak semua pasien katarak dengan semua stadium dapat serta merta langsung menjalani operasi.  

Berbicara mengenai beban operasi katarak, dikenal 2 indikator yaitu CSR (Cataract Surgical Rate) yang didefinisikan sebagai angka operasi katarak per satu juta penduduk per tahun dan CSC (Cataract Surgical Coverage) yang didefinisikan sebagai jumlah orang yang telah menjalani operasi katarak dibandingkan dengan jumlah orang yang membutuhkan operasi katarak. Demi menekan angka kebutaan akibat katarak, fokus pertama haruslah pada upaya menaikkan jumlah operasi katarak (CSR). 

Bermodalkan data operasi katarak yang tercatat di sistem JKN/BPJS, saat ini CSR Indonesia masih berada di angka  1600 sedangkan target kita adalah sebesar 2000-3000 operasi per 1 juta penduduk di tahun 2030. Untuk indikator kedua, saat ini CSC di Indonesia dilaporkan sebesar 52,7% dengan target ideal seharusnya di atas 80%.

Menyikapi permasalahan sosial ini, pemerintah melalui Kemenkes RI bekerjasama dengan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) dan lembaga non pemerintah (NGO) terkait merancang beberapa poin penting sebagai acuan strategi program penanggulangan gangguan penglihatan ini. Kelima poin tersebut meliputi: identifikasi besaran masalah melalui survei, analisa situasi dan penyusunan Plan of Action, pelatihan sumber daya manusia, penguatan sistem rujukan, serta integrasi pelayanan kesehatan mata dengan sistem JKN.

Langkah penanggulangan ini dilaksanakan secara komprehensif dan bertahap. Pertama, untuk mengeliminasi hambatan ketidaktahuan masyarakat akan kondisi katarak dan operasinya, maka  upaya dititikberatkan pada peningkatan cakupan media komunikasi, informasi, serta edukasi mengenai katarak. Kedua, juga dengan meningkatkan angka deteksi dini dan rujukan kasus katarak ke fasilitas kesehatan yang dapat melakukan operasi. Kedua langkah awal ini harapannya dapat terlaksana dengan penguatan SDM di perifer melalui kader-kader masyarakat dan tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas kesehatan primer (FKTP). Rencana konkritnya adalah dengan mengajukan agenda-agenda pelatihan kader masyarakat terkait deteksi dini gangguan penglihatan (bisa dengan metode hitung jari dan sosialisasi slogan "LIHAT") untuk diterapkan di lingkungan sekitarnya, serta advokasi pengadaan fasilitas pemeriksaan sederhana bagi tenaga kesehatan di FKTP guna meningkatkan jumlah rujukan.

Ketiga, jumlah dan kualitas layanan operasi katarak di fasilitas kesehatan tingkat lanjut (RS daerah dan RS pusat rujukan) juga harus ditingkatkan. Targetnya, rasio beban kerja dokter spesialis mata adalah 1 dokter untuk 250.000 penduduk. Jika merujuk ke data terkini, memang saat ini tercatat ada  2300 dokter spesialis mata di seluruh Indonesia -- namun kenyataannya, ada 19 provinsi yang kekurangan tenaga ahli di daerahnya. Hal ini menandakan bahwa masih terdapat kendala distribusi tenaga kesehatan. Upaya yang dapat dipertimbangkan adalah pengajuan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan yang bekerja di daerah terpencil dan sangat terpencil. Selain itu, kualitas layanan operasi juga turut dioptimalkan melalui sistem pendidikan pencetak dokter-dokter spesialis baru, pelatihan berkala, dan pengadaan alat bahan operasi sesuai standar.

Keempat, mengenai pembiayaan. Isu ini sudah terangkum ke dalam garis besar strategi penanggulangan kebutaan yaitu poin tentang pengintegrasian layanan kesehatan mata dengan sistem JKN. Keluaran yang diharapkan yaitu adanya sistem pembiayaan yang terstruktur yang dapat menjamin penduduk kurang mampu penderita katarak agar dapat mengakses layanan operasi. Selain itu, diharapkan juga adanya peningkatan jumlah cakupan layanan kesehatan mata oleh BPJS pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang telah bekerjasama. Tentunya, untuk agenda ini, partisipasi pemangku jabatan lintas sektoral benar-benar dibutuhkan untuk dapat membantu memberantas kebutaan akibat katarak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline