Lihat ke Halaman Asli

Ayu Wulan

Mahasiswa

Monumen Pers Nasional di Solo: Memaknai Kebebasan Pers dari Masa ke Masa

Diperbarui: 20 September 2024   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Monumen Pers Nasional yang terletak di Solo merupakan simbol penting dalam sejarah kebebasan pers di Indonesia ini. Monumen Pers ini terletak di Jalan Gajah Mada, monumen ini berfungsi tidak hanya sebagai bangunan bersejarah, tetapi juga sebagai museum yang menyimpan berbagai artefak dan informasi mengenai perkembangan pers nasional.

Sejarah Monumen Pers Nasional

Monumen ini didirikan pada tahun 1918 atas Prakarsa KGPAA Sri Mangkunegoro VII dan awalnya dikenal sebagai Societeit Sasana Soeka, yang berfungsi sebagai balai pertemuan. Pada 9 Februari 1946, gedung ini menjadi saksi penting lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) saat berlangsungnya Konferensi Wartawan Pejuang Kemerdekaan. Setelah beberapa decade, pada tahun 1973, nama museum ini diubah menjadi Monumen Pers Nasional, pada 9 Februari 1978, Presiden Soeharto meresmikannya.

Masa Pers Mahasiswa

Pers Era Proklamasi (1946)

Dok. Pribadi

Dari tahun 1945-1948, belum banyak Pers Mahasiswa yang lahir secara terbuka. Para mahasiswa dan pemuda lebih memilih terlibat secara fisik untuk mewujudkan kemerdakaan bangsa Indonesia. Apalagi kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman itu agresif dari penjajah. Mereka melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan berbau politik dengan cara membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa. Alhasil, para mahasiswa mengerahkan kegiatannya dengan berkumpul dan berdiskusi secara tersembunyi.

Pers Era Orde Lama (1958)

Dok. Pribadi 

Muncul beberapa gerakan mahasiswa dalam era ini. Begitupun Pers mahasiswa bermunculan di berbagai kampus. Aspirasi dan ide-ide segar kian merebak. Semangat perjuangan berdasarkan keadilan dan kebenaran, disuarakan dari berbagai kampus. Bahkan lebih unggul dari pers umum karena produktivitasnya tinggi dan dari sisi redaksionalnya berkembang.

Pers Era Orde Baru (1966)

Dok. Pribadi

Pers mahasiswa merasakan masa suram demokrasi. Pembredelan Majalah Tempo dan Monitor pada 1994 adalah momentum menggeliatnya pers mahasiswa yang bergerak secara bawah tanah. Saat itu, salah satu wacana yang santer diangkat pers mahasiswa adalah soal posisi militer dalam politik orde baru. Makanya pers mahasiswa itu laris.

Pers Era Reformasi (1998)

Barulah Ketika reformasi 1998 meledak dan rezim Soeharto tumbang, suara kritis mulai bisa Kembali terdengar kencang. Euforia reformasi membuat pers mahasiswa tumbuh subur. Sukacita tersebut meletup saat Yunus Yosfiah selaku Menteri Penerangan RI Kabinet Reformasi Pembangunan di bawah Presiden B.J Habibie, memerdekakan insan pers Indonesia.

Koleksi dan Fasilitas

Dok. Pribadi

Monumen Pers Nasional menyimpan lebih dari satu juta koleksi koran dan majalah dari seluruh Indonesia,serta berbagai benda bersejarah yang berkaitan dengan dunia pers, Di antara koleksi tersebut terdapat mesin ketik kuno, pemancar radio, dan memorabilia dari tokoh wartawan nasional. Museum ini juga dilengkapi dengan perpustakaan yang memiliki sekitar 15.000 judul buku yang dapat diakses oleh public secara gratis.

Fasilitas lain yang tersedia mencakup arsip media cetak yang menyimpan koran dan majalah dari masa sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Pengunjung juga dapat menikmati layanan seperti pusat media untuk akses internet gratis dan ruang konservasi untuk melihat surat kabar dari berbagai era.

Makna Kebebasan Pers

Monumen Pers Nasional bukan sekedar bangunan: ia melambangkan perjalanan Panjang kebebasan pers di Indonesia. Dengan menyimpan jejak Sejarah perjuangan para wartawan dan tokoh pers, monumen ini mengingatkan Masyarakat akan pentingnya kebebasan berpendapat dan berinformasi. Melalui koleksi dan pameran yang ada, pengunjung dapat memahami bagaimana pers telah berkontribusi dalam memperjuangkan kemerdekaan serta membentuk opini public. Dengan demikian, Monumen Pers Nasional di Solo memiliki makna yang mendalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline