Lihat ke Halaman Asli

Ayu Vinegia

Mahasiswa

Belajar Sense of Belonging dari Pandemi Corona

Diperbarui: 25 April 2021   20:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejak pandemi virus corona/ covid-19 merebak di Indonesia pada Maret 2020 lalu, aktivitas dari berbagai lapisan masyarakat mengalami perubahan yang signifikan. Pemerintah langsung memberi anjuran agar masyarakat mengurangi aktivitas di luar ruangan dan mengutamakan untuk melakukan semua kegiatan hanya di dalam rumah atau dengan sebutan work from home. Ada pula istilah yang sampai sekarang sangat familiar dan terus digaungkan, yakni anjuran agar masyarakat dalam beraktivitas senantiasa taat dan menerapkan protokol kesehatan.

Protokol kesehatan dalam hal ini adalah gerakan masyarakat agar menerapkan 5M, yakni: memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilisasi dan interaksi. Protokol ini dianjurkan agar menekan laju penyebaran virus, yang memang menular melalui interaksi langsung antarmanusia.

Setahun lebih anjuran itu diterapkan, tak ada perubahan besar dalam penekanan penyebaran virus yang menggemparkan ini. Alih-alih terjadi perlambatan penyebaran, yang ada justru angka penyebaran virus semakin meningkat secara eksponensial dari hari ke hari hingga saat ini. Harapan ke depan tentu adalah program vaksinasi yang tengah digalakkan pemerintah, agar masyarakat memiliki kekebalan lebih baik untuk melawan covid-19 ini.

Setahun lebih pula, kita berada di kondisi yang serba tak pasti. Perekonomian yang menjadi salah satu alasan kita lebih longgar dalam penanganan virus juga belum kunjung pulih. Dampak lain yang juga tak kalah disoroti hingga hari ini ada di bidang pendidikan, yang menyeret anak didik, baik yang berada di tingkat sekolah maupun universitas, harus menjalani proses belajar-mengajar melalui wahana daring.

Tentu saja ada berbagai macam kendala dalam melakukannya. Dari mulai ketidakmerataan akses internet di daerah-daerah terpencil, hingga kebosanan para anak didik yang mesti belajar dari rumah. Kendala lain yang juga terasa, tentu dimiliki oleh para siswa atau mahasiswa yang sebenarnya membutuhkan pengajaran secara praktik seperti jurusan teknik, mipa, olahraga, hingga kesehatan seperti farmasi.

Di situasi serba tak pasti seperti sekarang ini, sebenarnya kita dipaksa untuk belajar banyak hal dari adanya pandemi ini. Jika melihat ke belakang, yakni di awal-awal pandemi, kita melihat ada masalah serius di negara kita perihal penyediaan alat kesehatan, dari mulai ketersediaan, hingga kualitas yang barangkali sering dipertanyakan kelayakannya. Belum lagi jumlah masker yang dulu sempat lebih sedikit ketersediaannya, memunculkan polemik-polemik di dalam masyarakat.

Bagi akademisi di bidang farmasi, ini menjadi auto-kritik sekaligus penyadaran bahwa, farmasi, memiliki peran besar dan penting dalam hal penyediaan alat kesehatan. Dalam hal ini, bisa mendorong dan memberi masukan pada pemerintah tentang kekurangan dunia kesehatan dalam hal penyediaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan. Atau juga mendorong pengembangan alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri yang memiliki mutu dan kualitas yang sesuai standar agar tidak selalu impor dan membeli dari luar negeri.

Pelajaran lain yang bisa kita petik dari adanya pandemi adalah, bahwa ternyata kita bisa bertahan dari krisis semacam ini karena masyarakat memiliki tradisi untuk saling bersolidaritas dan membantu. Memang, tidak dipungkiri telah banyak korban berjatuhan akibat virus corona ini. Namun, satu harapan yang juga tak bisa disangkal selalu eksis di tengah masyarakat adalah bahwa adanya pandemi juga menguatkan kembali solidaritas dan kepedulian yang ada di dalam masyarakat.

Kita tentu mengingat, betapa kacaunya, hari-hari ketika pandemi mulai merebak di tanah air kita, Banyak pekerja harus di-PHK, tak sedikit para pedagang dan UMKM lainnya harus menutup usahanya karena rugi, dan telah banyak juga perusahaan yang banting stir, atau bahkan mengalami collapse akibat krisis yang terjadi. Meski begitu, kita tahu, sampai saat ini, kita masih bertahan menghadapi pandemi ini.

Hal ini memberi satu kesimpulan bahwa, selain muncul berbagai macam kreativitas masyarakat untuk bertahan di tengah pandemi, hal yang tak dipungkiri muncul adalah penguatan solidaritas antarmasyarakat. Ini fakta yang tak terbantahkan di lapangan. Lihatlah, lembaga-lembaga sosial hingga kelompok masyarakat tertentu dan individu saling bahu-membahu menghadapi masalah pandemi ini.

Berdasarkan beberapa uraian tersebut, saya ingin menyampaikan bahwa di tengah banyaknya kekurangan, baik dari sisi penanganan pandemi, maupun secara luas adalah fasilitas, sarana, dan prasarana pelayanan kesehatan. Namun, di balik itu, negara kita, selalu punya cara untuk bertahan, yakni melalui daya dukung sosial masyarakatnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline