Lihat ke Halaman Asli

Ayu SittaDamayanti

Ingin jadi manusia baik

Kue yang Tak Pernah Cukup

Diperbarui: 24 Oktober 2024   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber:DokPri.Made by Canva)

Di sebuah ruangan penuh cahaya temaram, sekelompok orang duduk di meja pesta yang dipenuhi makanan lezat. Tapi bukan sembarang makanan. Di tengah meja, ada sebuah kue besar yang tampak begitu menggiurkan, kue yang disebut-sebut hanya ada sekali dalam 5 tahun. Baunya harum, lapisan krimnya tebal, dan potongan buahnya bersinar bagai permata. Semua yang hadir di sana tahu, ini bukan sekadar kue biasa.

Senyum tersembunyi menghiasi wajah Pak Dirga, seorang pria paruh baya yang duduk di ujung meja. Ia memainkan garpunya dengan pelan, menunggu saat yang tepat. Semua mata menatapnya, bukan karena rasa hormat, tapi lebih karena penasaran, bagaimana ia akan memulai. Pak Dirga terkenal dengan potongan kue yang "tepat sasaran"---tepat untuk dirinya sendiri, tentu saja.

"Bagaimana kalau kita mulai pembagian?" ucapnya pelan, namun nadanya tegas, seperti biasa.

"Ah, tentu saja," jawab Bu Rina, wanita dengan pesona ratu, matanya berkilau penuh ambisi, dan senyumnya menutupi gelombang hasrat yang tak terpuaskan, siap meraih segalanya tanpa ragu, yang duduk tidak jauh dari kursi Pak Dirga. Suaranya lembut, tapi ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum manisnya. "Tentu saja kita semua di sini untuk berbagi, bukan?"

Pak Fajar, yang duduk sedikit lebih jauh, tertawa kecil. "Berbagi? Maksudmu, kau ingin bagian lebih besar lagi, Bu Rina?"

Bu Rina tidak menjawab, hanya tersenyum. Senyum yang terlalu manis untuk dipandang lama-lama.

Mereka pun mulai memotong kue itu. Pak Dirga mengambil pisau besar dan dengan ahli memotong bagian yang paling tebal. "Ini bagian untuk kita semua," katanya sambil meletakkan potongan besar di piringnya. "Tapi tentu saja, harus cukup untuk semua orang."

Pak Fajar tertawa pelan. "Semua orang? Maksudmu, semua orang yang duduk di ujung meja?"

"Tentu saja," balas Pak Dirga dengan senyum diplomatis. "Ini soal prioritas."

Bu Rina, yang diam-diam sudah memotong bagian kuenya sendiri, mengambil piring dan mengangkatnya tinggi-tinggi. "Saya kira ini bagian yang adil," katanya, tanpa menunggu persetujuan siapa pun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline