Nama Kelompok :
Ayusita Ramadhani
Kezya Ridho Arini
Nisa Septiani
Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Akan tetapi, pada masa sekarang ini masyarakat sering tidak percaya dengan proses hukum. Mengapa demikian? Ini terjadi karena masyarakat Indonesia saat ini menganggap bahwa, hukum di Indonesia timpang sebelah atau dalam tanda kutip "Tajam Ke Bawah dan Tumpul Ke Atas" maksud dari istilah tersebut adalah salah satu sindiran nyata bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas menengah. Coba bandingkan dengan para koruptor yang notabene adalah para pejabat kelas ekonomi ke atas, mulai dari tingkat anggota DPRD hingga para mantan menteri juga terjerat dengan kasus korupsi.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemui perkara-perkara kecil, tetapi dianggap besar dan terus dipermasalahkan yang sebenarnya bisa di selesaikan dengan sikap kekeluargaan, namun berlangsung dengan persidangan yang tidak masuk akal. Sementara itu, di luar masih banyak koruptor yang berkeliaran dengan senang dan santainya menikmati uang rakyat yang acap kali disalah gunakan untuk hal yang bersifat pribadi, bukannya untuk menyejahterakan rakyat, namun malah digunakan untuk menyejahterakan diri sendiri.
Penegakan hukum berbagai kasus di negeri ini acap kali mengingkari rasa keadilan yang menyengsarakan masyarakat, diskriminasi hukum kerap dipertontonkan aparat penegak hukum. Yang lebih ironi lagi ketika anak seorang pejabat tinggi menjadi tersangka kasus kecelakaan yang menewaskan 2 orang tidak ditahan penyidik. Sejatinya, kasus pendekatan ini bisa di selesaikan dengan kearifan lokal yang baik atau pendekatan sosial kultural kekeluargaan. Kondisi hukum yang seperti ini, ketika berhadapan dengan orang yang memiliki kekuasaan, baik itu kekuasaan politik maupun uang, maka hukum menjadi tumpul. Akan tetapi, ketika hukum berhadapan dengan orang lemah yang tidak mempunyai kekuasaan dan sebagainya, maka hukum bisa menjadi sangat tajam.
Hal ini terjadi karena proses hukum itu tidak berjalan secara otomatis, tidak terukur bagaimana proses penegakan hukumnya. Seharusnya, ketika ada kasus hukum kita bisa melihat dengan cara yang matematis. Perbuatannya apa, bagaimana prosesnya, bagaimana proses pembuktiannya, bagaimana keputusannya. Kalau ini diterapkan, pasti proses penyelesaian hokum akan berjalan dengan baik.
Fenomena ketidakadilan hukum ini terus terjadi dalam praktik hukum di negeri ini. Munculnya berbagai aksi protes terhadap aparat penegak hukum di berbagai daerah, menunjukkan sistem dan praktik hukum kita sedang bermasalah. Menurut Ahmad Ali (2005), supremasi hukum dan keadilan hukum yang menjadi dambaan masyarakat tak pernah terwujud dalam realitas riilnya. Keterpurukan hukum di Indonesia malah semakin menjadi-jadi. Kepercayaan masyarakat terhadap hukum beserta aparatnya semakin memburuk.
Solusi untuk itu diperlukan penegak hukum yang berintegritas dan berkomitmen tinggi untuk melakukan penegakan hukum khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi. Artinya polisi, jaksa, dan hakimnya juga harus benar-benar bersih terutama pimpinannya. Karena penegak hukum yang bersih merupakan modal yang sangat kuat dalam penegakan hukum yang didambakan. Ibaratnya menyapu ruangan yang kotor tentulah dengan sapu yang bersih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H