Di Kecamatan Mangkubumi, malam Jumat selalu datang dengan keheningan yang terasa aneh. Jalanan yang sepi dan udara yang dingin membawa perasaan tak nyaman, seakan ada yang mengawasi dari balik bayangan. Kampung yang dikenal angker ini menyimpan banyak cerita yang tak terungkap termasuk pengalaman pribadi yang sulit dipercaya. Saat langkah kaki mulai terasa diikuti, apakah itu hanya perasaan atau memang ada yang menunggu untuk muncul?
Kecamatan Mangkubumi, tempat aku tinggal, memang sudah lama dikenal sebagai daerah yang angker. Bukan hanya sekadar rumor, tapi banyak sekali kejadian aneh yang dialami oleh penduduk setempat. Cerita-cerita tentang hal-hal yang tak kasat mata sering terdengar, terutama saat malam Jumat, ketika desa ini seakan berubah menjadi lebih sunyi dan misterius. Kampung kami memang bukan tempat yang ramai, hanya beberapa rumah yang berjajar di sepanjang jalan setapak. Namun, suasananya kadang terasa seperti ada sesuatu yang mengintai di balik bayangan. Bagi sebagian orang, jalan-jalan tertentu sudah menjadi "zona terlarang", apalagi kalau malam menjelang. Orang-orang seringkali memilih untuk tidak keluar rumah, lebih memilih berdiam di dalam daripada menantang malam yang terasa semakin berat.
Dulu, aku tidak begitu percaya dengan cerita-cerita itu. Bagiku, semua itu hanya dongeng yang dibuat orang tua untuk menakut-nakuti anak-anak. Malam Jumat? Hanya malam biasa yang lebih sepi dari biasanya. Aku lebih sering bermain dengan teman-teman atau berjalan-jalan tanpa memikirkan hal-hal aneh yang sering diceritakan orang-orang. Namun, malam itu---malam yang tak akan pernah kulupakan---semuanya berubah.
Pukul 11 malam, aku baru saja selesai membeli makanan ringan di warung dekat rumah. Jalanan desa yang biasa terasa sepi, malam itu bahkan lebih hening dari biasanya. Angin malam yang sejuk terasa berbeda. Tidak ada suara jangkrik yang biasa mengiringi setiap langkahku, bahkan angin pun seakan berhenti. Terkadang, memang aku merasa ada sesuatu yang mengawasi, apalagi saat aku berjalan sendirian. Namun, aku selalu mencoba menepis perasaan itu. Malam itu, perasaan itu datang lagi---lebih kuat dari sebelumnya. Seperti ada sesuatu yang mengikutiku, walaupun aku berusaha menegaskan dalam hati bahwa semua itu hanya khayalan.
Saat melangkah, aku merasakan langkahku terasa lebih berat, dan aku mulai mendengar suara yang tak asing. Suara langkah kaki yang pelan mengikuti di belakangku. Aku segera berbalik, namun tak ada seorang pun. Hanya kegelapan malam yang semakin menebal. "Hanya perasaan," pikirku, mencoba menenangkan diri. Namun, langkah kaki itu tidak hilang. Semakin aku berjalan, semakin dekat suara langkah itu terdengar. Aku mulai merasa ada seseorang yang berjalan tepat di belakangku, mengikuti setiap jejak langkahku.
Keheningan malam semakin menyelimutiku, dan aku merasa semakin terperangkap dalam ketidakpastian. Rasanya, aku bukan lagi berjalan di kampung yang sama yang biasa ku kenal. Tiba-tiba, aku melihat sesuatu yang berkelebat di ujung jalan. Sosok putih itu melintas begitu cepat di depan rumah kosong yang sudah lama tak berpenghuni. Mataku terbeliak. Rumah itu selalu menjadi bahan cerita misteri yang beredar di kampung ini. Banyak orang bilang rumah itu dihuni oleh makhluk tak kasat mata---suatu tempat yang lebih baik dihindari. Aku tahu cerita itu, dan malam itu, aku mulai percaya.
Jantungku berdetak kencang, dan tubuhku terasa kaku, seolah ada kekuatan yang menghalangi untuk melangkah lebih jauh. Aku ingin berlari, tetapi kakiku tak bergerak. Dengan segenap tenaga, aku mencoba meraih kembali kendali atas tubuhku. Setelah beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam, akhirnya aku berhasil menggerakkan kaki dan mulai berlari---meskipun rasanya seperti ada sesuatu yang menarikku kembali ke tempat itu.
Perasaan aneh yang menyelimuti diriku semakin menguat. Sosok putih itu masih terbayang di mata kepalaku. Ketika akhirnya aku sampai di rumah, aku langsung mengunci pintu dengan cepat dan merapatkan tirai. Namun, rasa takut itu tak kunjung hilang. Aku merasa ada sesuatu yang mengawasi, dan perasaan itu datang dari luar rumah. Aku duduk di pojok ruang tamu, mencoba menenangkan diri, tetapi ketukan halus di jendela membuat jantungku hampir copot. Aku menatap jendela yang gelap, berharap itu hanya imajinasi. Ketukan itu terdengar lagi---lebih keras kali ini, seakan menguji ketahananku.
Aku merasa seperti dihadapkan pada sesuatu yang tak bisa dijelaskan, sesuatu yang jauh melampaui akal sehat. Aku hanya bisa bersembunyi, berusaha untuk tidak panik, berharap keanehan itu segera berlalu. Tapi malam itu tidak berjalan seperti malam-malam sebelumnya. Setiap detik terasa begitu lama, seakan waktu sengaja melambatkan langkahnya hanya untuk memberi ruang bagi ketakutanku berkembang. Suara angin yang biasanya menenangkan kini malah terdengar seperti bisikan, dan udara malam yang biasanya segar kini terasa menyesakkan dada.
Malam itu, aku tidak bisa tidur. Hanya duduk terdiam di sudut kamar, menatap ke arah pintu dan jendela dengan waspada. Ketika akhirnya aku tertidur, mimpi buruk datang menghampiriku. Dalam mimpi, aku kembali berjalan pulang melalui jalan yang sama. Suara langkah kaki yang aku dengar tadi malam kembali mengikutiku. Sosok putih itu muncul lagi, kali ini lebih jelas---seperti seorang wanita dengan gaun putih yang berkibar di angin malam. Wajahnya tidak bisa kulihat, tetapi aku tahu bahwa dia sedang mendekat. Aku berlari dengan segala tenaga, tetapi semakin aku berlari, semakin dekat dia berada di belakangku.
Tiba-tiba, aku terbangun dengan napas terengah-engah. Pukul 3 pagi, dan seluruh rumah masih terasa sunyi. Ketika aku melihat keluar jendela, aku melihat bayangan samar di ujung jalan. Tanpa sadar, aku menarik tirai kembali dan mengunci pintu dengan kencang. Saat itu, aku mulai berpikir bahwa mungkin ada lebih banyak yang tak kasat mata di kampung ini daripada yang pernah aku bayangkan.