Kacamata yang saya ajukan disini bukan kacamata yang mempunyai gagang dan tangkainya yang panjang tapi hampir mirip dalam penggunaannya yaitu untuk mengamati, melihat dan menganalisa sejauh yang saya bisa. Saya tertarik untuk membahas hal ini bukan dari bahasan latar belakang ideologi, agama, maupun hukum-hukum yang mengikat umat didalamnya, hal itu saya serahkan kepada yang mempunyai pengetahuan lebih mengenai hal-hal tersebut.
Bagi saya simbol-simbol natal itu yang ada itu berasal dari suatu tradisi, adat dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Hal ini juga sebagai sisi bisnis yang menguntungkan bagi sejumlah pusat perbelanjaan baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Santa Claus sendiri juga berasal dari iklan Coca Cola pada awalnya (ini dari referensi kanal lain yang saya baca) dan merupakan strategi bisnis perusahaan tersebut dalam menyambut natal dan memasarkan produknya.
Saya sendiri tidak pernah menemukan yang namanya pohon natal, Santa Claus maupun atribut natal lainnya termuat dalam isi Alkitab yang saya baca. Walaupun ada atributnya seperti bintang atau pun lonceng gereja dalam atribut natal itu mungkin ada pengecualian karena itu hal yang dilihat oleh manusia kala malam cerah tiba dan lonceng penanda bahwa ibadah atau kebaktian akan dimulai. Kalo saya istilahkan lonceng itu sebagai penanda dari sesuatu yang akan dilakukan, seperti kentongan atau pukulan kepada tiang-tiang listrik di komplek saya dulu bahwa program siskamling oleh masyarakat sedang berlangsung atau terjadi.
Bingung saya kalau pada hari Natal ini keluarga saya dilarang mengucapkan "Selamat Natal" pada saya yang beragama tidak sealiran dan sepaham dengan mereka karena mengandung arti bahwa Natal itu sebagai peringatan akan kelahiran Yesus. Jadi kalau diartikan sebagai Selamat Hari Kelahiran Tuhanmu. Saya cuma mengutip ucapan guru les saya dulu, Miss BD, begitu kami memanggilnya. Beliau berasal dari Inggris dan seorang pengajar bahasa asing di kota saya pernah mengatakan bahwa hari tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai hari kelahiran Yesus, tapi di negara lain di Eropa Timur ada yang memperingatinya pada awal Januari yaitu antara tanggal 6-7 Januari seperti di Moldova, salah satu negara pecahan Rusia. Tapi tidak ada permasalahan karena pada hakikatnya sama saja juga waktu perayaannya berbeda.
Lalu biasanya di negara lain menggunakan Kalkun sebagai menu makan wajibnya, saya disini paling kalau tidak Sate Ayam ya Bakso menu andalan hari Natal karena memang budaya lidah saya yang hanya mengenal makanan tersebut selain itu Ayam Kalkun tidak ada yang jual di pasar.
Bicara keluarga saya, yang terdiri dari berbagai suku, agama, bahasa dan adat istiadat dan yang mana pluralisme itu ada dan berjalan dengan baik dalam masyarakat Suku Dayak kami. Hal itu biasanya tercermin dalam acara-acara perayaan keagamaan baik dilingkungan pekerjaan, keluarga dan sebagainya, keluarga yang beragama Islam dan Non Muslim saling bahu membahu.
Pertama-tama saya mengambil contoh dari Keluarga saya, kakak ibu saya beragama Islam dan sebagian sepupu saya juga lalu sebagian sepupu saya yang lain beragama Hindu Keharingan dan Kristen serta Katolik. Tapi tiap ada acara perkawinan atau kematian kita bahu membahu dan saling tolong menolong dalam acara tersebut kecuali untuk pemandian Jenazah kita yang beragama Non Muslim tidak diizinkan ikut dalam prosesinya, tidak ada keluarga saya yang ribut-ribut mengenai hal seperti ini. Bagi kami agamamu ya agamamu dan agamaku adalah agamaku, tetapi keluarga tetaplah satu saja.
Tiap lebaran pun ketika saya muda dan masih gadis beserta rombongan keluarga yang lain menginap di tempat tante saya selama 3-4 hari selama acara idul Fitri. Begitu juga ketika Natal tante saya mendatangi kakaknya dan menginap disana selama 1 hari saat hari Natal yang kedua. Bukan cuma itu dalam keluarga tante saya yang lain, 3 orang anaknya beragama Islam dan 3 orang anaknya beragama Islam dan satu orang tetap beragama Hindu Keharingan, karena adanya perkawinan antar suku yang berbeda faham dan keyakinannya dalam keluarga tante saya tersebut. Jika ada ada hal-hal seperti ini di permasalahkan maka kami sesama anggota keluarga tidak akan mengucapkan "Selamat Natal", dengan tenang tanpa ada rasa was-was dalam hati.
Tetapi hal yang paling menarik bagi saya ketika awal pertama saya jadi pendidik dan ditempatkan di sebuah Kecamatan di Katingan yaitu Tewang Sangalang Garing nama daerahnya, yang pada saat itu akses jalan darat begitu sulit ditembus ketika banjir datang dan setinggi dada orang dewasa, sinyal HP ada wilayahnya yang kena jangkauan dan listrik cuma hidup saat malam hari saja, dan ketika generator Listrik PLN habis minyaknya kita sudah biasa tidur tanpa penerangan hanya mengandalkan senter kecil saja. Di tempat tersebut kebersamaan dan toleransi masyarakatnya luar biasa sekali. Saat pembangunan Mesjid, Gereja dan Balai Keharingan secara bertahap dilakukan semua masyarakat bergotong royong membantu pembangunan tempat-tempat ibadah tersebut sebelum akhirnya di rehab dan diperbaiki pemerintah dengan bahan batu bata dan batako.
Begitu pula ketika ada acara Isra Miraj, Nyepi (agama Keharingan merayakan harinya bersama-sama pemeluk agama Hindu). Natal, semua masyarakat ikut menyukseskan acara tersebut bahkan ketika pihak sekolah mengadakan acara tersebut di tempat-tempat tersebut, siswa dan guru-gurunya ada yang mengikuti proses acaranya sampai selesai. Bagi guru yang tidak mau hadir, tidak ada paksaan dari siapapun untuk menghadirinya.
Tapi yang paling berkesan bagi saya ketika tahun 2010 diadakan Festival Tandak di kecamatan tersebut, yang mengikuti perlombaan tersebut bukan hanya yang beragama Hindu Keharingan saja tapi Muslim dan Nasrani sebagai perwakilan dari berbagai kecamatan yang ada di kabupaten tersebut berhubung ada beberapa daerah yang penduduknya beragama Hindu Keharingan tidaklah banyak sedangkan jenis perlombaannya beraneka ragam. Begitu pula ketika dilaksanakan Pesparawi di kecamatan tersebut, yang menonton dan menyaksikan perlombaan tersebut di dalam gedung gereja dari berbagai agama yang ada di Kecamatan tersebut.