Lihat ke Halaman Asli

Memenuhi Bumi, Menularkan Kebaikan

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12911003511753808168

[caption id="attachment_77827" align="alignright" width="288" caption="air bah / jesus-is-savior.com"][/caption]

Salah satu kisah yang terkenal di dalam Alkitab adalah kisah tentang Nuh dan air bah. Kisah ini terdapat dalam kitab Kejadian pasal 6-9.

Dikisahkan bahwa karena manusia di atas bumi semakin bertambah jahat, maka Allah berketetapan untuk memusnahkan semua ciptaan-Nya dengan banjir besar yang melanda seluruh dunia (air bah), kecuali Nuh dan sanak keluarganya yang masih saleh dan berkenan kepadaNya.

Allah kemudian memerintahkan Nuh untuk membuat sebuah bahtera, yakni kapal yang sangat besar, untuk menampung hewan-hewan darat dan burung-burung, masing-masing sepasang sehingga tidak punah seluruhnya. Nuh dan seluruh keluarganya pun taat terhadap perintah Allah tersebut. Air bah pun datang, dan hanya Nuh dan keluarganya beserta binatang-binatang di dalam bahtera saja yang terselamatkan.

Setelah hampir enam bulan, air bah itu pun surut dan para penghuni bahtera bisa kembali menapaki bumi. Tuhan berjanji dalam hati bahwa Ia takkan lagi menghukum bumi karena manusia, betapa jahatpun mereka. Kepada Nuh dan keluarganya, Tuhan kembali mengulang perintah yang pernah Ia berikan pada Adam dan Hawa:

Memenuhi Bumi

"Beranak cuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi..." Perintah tersebut bahkan berulang dalam satu perikop yang sama, yakni di pasal 9 ayat 1 dan ayat 7. Dengan pengulangan yang relatif berdekatan tersebut, saya menangkap nada mendesak dari Tuhan, bahwa mereka harus segera memenuhi bumi.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Allah sepertinya begitu mendesak mereka untuk beranak cucu dan memenuhi bumi? Bukankah manusia justru adalah sumber kerusakan bagi bumi kita saat ini? Industri, plastik, rumah kaca, eksploitasi hutan dan tambang, serta berbagai sumber-sumber kerusakan alam lainnya, bukankah manusia yang membuatnya?

Satu hal yang perlu kita sadari adalah, Tuhan tidak memerintahkan mandat budaya tersebut pada sembarang orang. Mandat itu pertama kali Ia perintahkan kepada Adam dan Hawa sebelum mereka berbuat dosa, demikian pula ketika Ia mengulang mandat yang sama, Ia mempercayakan mandat itu kepada Nuh, yang bersih dan tidak bercela di hadapanNya.

Tuhan ingin agar bumi dipenuhi dengan segala kebaikan, termasuk manusia-manusia yang menghuni tiap sudutnya. Tuhan menginginkan manusia-manusia yang baik, bersih, taat, setia, dan tak bercela untuk menguasai bumi dan mengusahakannya. Tuhan tahu, di tangan orang-orang baik, ia dapat mempercayakan pengelolaan dan pelestarian bumi dan seisinya.

Pernahkah Anda menonton sebuah acara televisi berjudul "Big Ideas for a Small Planet?" Acara yang (pernah) disiarkan Metro TV tiap sabtu pagi ini merangkum berbagai kisah upaya manusia-manusia yang kreatif dan inovatif dalam memelihara kelestarian bumi. Ada yang membuka usaha cuci pakaian dengan teknologi ramah lingkungan, ada pula yang memiliki ide menggunakan trotoar sebagai penghasil listrik kinetik tiap kali dilewati pejalan kaki.

Saya masih ingat, bagaimana salah seorang dosen saya mengajarkan kami untuk melipat kantong plastik belanja menjadi segitiga-segitiga kecil, yang dapat dibawa ke warung/supermarket untuk dipakai lagi sebagai kantong belanja, sehingga mengurangi penggunaan plastik. Dalam lembaga pelayanan mahasiswa kristen yang saya ikuti, kami diajarkan untuk berhemat kertas, air, dan listrik sebagai bentuk penerapan mandat budaya melestarikan bumi.

Menularkan Kebaikan

Kebaikan itu harus disebarluaskan sampai ke ujung bumi, dan satu-satunya cara adalah "memperanak-cucukannya." Bagaimana cara memperanak-cucukan dan memenuhi bumi dengan kebaikan? Apakah kita sebaiknya segera berumah tangga dan mengusahakan banyak anak? Tentu bukan demikian.

Pernahkah Anda melihat film berjudul "Pay It Forward?" Film ini menceritakan tentang upaya seorang anak yang ingin membawa perubahan yang baik bagi dunia. Idenya sederhana: ia akan berbuat sebuah kebaikan kepada tiga orang, yakni kebaikan yang memang benar-benar menjawab kebutuhan orang-orang tersebut. Setelah itu, ia tidak akan meminta balasan, melainkan meminta mereka agar masing-masing melakukan hal yang sama kepada tiga orang lainnya. Skemanya adalah 1-3-9-27 dst. Hal tersebut berhasil menular bahkan sampai ke negara bagian yang jauh dari tempat tinggalnya!

Suatu kali saya bersama teman-teman mengunjungi kantor perwakilan lembaga kami di kota Salatiga, sekedar untuk refreshing. Pimpinan di cabang tersebut menjamu kami dengan sangat luar biasa, sehingga kami merasa perlu membalas kebaikannya. Namun, betapa terharunya saya, ketika beliau dengan bijaksana menjawab keinginan kami untuk membalas kebaikannya, dengan meminta kami melakukan hal yang sama kepada orang lain!

Hal itu terekam dengan kuat di ingatan saya, sehingga setiap kali sayapun mengatakan hal yang sama ketika ada orang-orang yang hendak membalas kebaikan saya. Kami telah melakukan mandat budaya itu dengan cara kami, yakni menularkan kebaikan kepada orang-orang yang kami temui tanpa mengharap imbalan kecuali meminta mereka untuk melakukan kebaikan kepada orang lain lagi.

Salah satu cara saya untuk "beranak cucu dan bertambah banyak serta memenuhi bumi" adalah mengkampanyekan kebaikan Tuhan melalui tulisan. Jika saya hanya berbicara tentang kebaikan Tuhan, hanya sedikit orang saja yang akan mendengarkannya. Lain halnya jika saya menuliskan dan menyebarluaskannya, buah pemikiran dan pengalaman saya tentang kebaikan dapat menjangkau lebih banyak orang. Inilah yang membuat saya terus menulis.

Bagaimana dengan Saudara? Sudahkah Saudara "beranak-cucu" dan "bertambah banyak" serta "memenuhi bumi" dengan kebaikan? Bagaimana cara Saudara melakukannya? Biarlah kebaikan Tuhan memenuhi bumi ini hingga Ia datang kembali. Tuhan memberkati.

Selamat beranak-cucu! :D

*Terambil dari blog saya: http://bertumbuh.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline