Lihat ke Halaman Asli

Mari Kita Doakan SBY

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau Anda kebetulan berada di Jakarta dan melintasi jalan Pemuda, Anda akan bisa melihat sebuah spanduk yang dipasang di sebuah jembatan penyeberangan, yang isi tulisannya kira-kira, "Elit politik jangan nafsu... tunggu sampai Pemilu." Di sepanjang jalan, bendera dan umbul-umbul Partai Demokrat dipasang berjajar. Sayang sekali, saya tidak sempat mengambil gambar spanduk dan suasana jalan tadi. Paranoia SBY sepertinya memang sudah menular sampai ke bawah. Mungkin saja dia tak ingin peristiwa pelengseran seperti yang dialami oleh pendahulunya terulang kembali. Padahal, jika menilik pada hukum ketatanegaraan kita sekarang, posisinya sangat kuat, tak seperti posisi presiden-presiden terdahulu. Tapi, seperti kisah tentang seekor tikus yang disulap menjadi kucing namun takut pada anjing, demikianlah sepertinya hati pemimpin kita yang satu ini. Sebenarnya ada banyak cara untuk mengatasi ketakutan, namun sangat disayangkan bahwa cara yang dipilih simpatisannya adalah cara-cara yang justru kontraproduktif dengan politik pencitraan yang ia jalankan. Cara tuduh-menuduh seharusnya sudah tidak dipakai lagi, karena itu menunjukkan tingkat kedewasaan pemakainya. SBY seharusnya membangun kecerdasan retorika politik kader-kadernya jika ia memang ingin selalu terlihat "elegan" di depan umum. Semakin banyak SBY memperlihatkan ketakutannya, semakin sedikit pula orang-orang yang akan mendukungnya. Masyarakat kita menggambarkan seorang pemimpin sebagai batu karang yang teguh menghadapi tiap gelombang yang datang. Memang, ketika dalam proses pemilihan pemimpin, masyarakat justru lebih menyukai sosok yang "teraniaya" daripada sosok yang "mapan." Itulah keunikan sekaligus harapan masyarakat kita. Calon pemimpin yang biasa "teraniaya" diharapkan mampu berempati dengan masyarakat yang lemah dan terpinggirkan. Karena sudah biasa mengalami tantangan dan ancaman, seyogyanyalah sang pemimpin diharapkan menjadi sosok yang tegar, tegas, dan berwibawa. Sayangnya, pemimpin kita yang satu ini belum bisa tampil sebagai sosok pemimpin harapan. Yang muncul justru adalah sosok pemimpin yang "penakut" dan "cengeng," yang terlalu sering mengumbar kisah sedihnya di hadapan publik. Padahal ia tidak sedang mengikuti acara kontes bakat yang memang diarahkan untuk menuai simpati pemirsa agar mendapatkan banyak dukungan lewat sms. Saya pikir SBY perlu lebih banyak berdoa, mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Ketakutan sesungguhnya adalah buah ketidakdekatan hubungan seseorang dengan Tuhan. SBY seharusnya menyadari, bahwa hanya Tuhan yang sanggup mengangkat dan menurunkan presiden manapun yang dikehendakiNya. Dengan kesadaran itu, tentunya ia takkan mengalami paranioa lengser seperti sekarang. Maaf, mungkin saya seperti menghakimi kadar keimanan SBY, namun itulah yang saya simpulkan dari sikap-sikapnya selama ini. Saya pun mengalami hal yang sama. Ketika hidup saya sedang menjauh dariNya, segala ketakutan dan kekhawatiran dengan mudah memenuhi hati dan pikiran saya. Namun ketika saya menikmati hubungan yang akrab dengan Tuhan, segala kekhawatiran itu sirna! Dan, saya percaya, Anda pun pernah mengalaminya, bukan? Di gereja, saya kadang mendoakan pendeta yang sedang berkhotbah agar apa yang disampaikan mudah dicerna oleh jemaat dan membangun iman kami semua. Sepertinya kita semua harus bersehati melakukan hal yang sama bagi SBY. Mungkin kita juga turut bersalah karena tidak pernah atau jarang mendoakan SBY, presiden yang--meski mungkin tidak kita pilih dan penuh dengan segala kekurangan--telah diijinkan Tuhan untuk memimpin bangsa ini. Mari kita doakan SBY, agar dia menjadi pemimpin yang lebih tegas, lebih tangguh, lebih bijaksana, dan lebih berserah pada Tuhan. Demi Tuhan, dan demi Indonesia yang lebih baik. [caption id="attachment_295627" align="alignnone" width="300" caption="from http://myspacegeek.net"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline