10 tahun yang lalu
"Bu, mengapa sejak lahir, aku tidak pernah melihat Ayah?", tanyaku kepada Ibu. "Ada hal yang belum Ibu ceritakan kepadamu, nak. Ibu akan memberitahu kamu saat kamu sudah dewasa nanti", Jawab Ibu kepadaku.
Seketika, suasana hening dalam meja makan. Aku merasa sedikit canggung jika bertanya hal ini kepada Ibu. Tetapi, aku harus mengetahui kebenarannya. Aku tidak bisa lagi membendung semua rasa penasaran ini.
Sejujurnya, aku sangat iri kepada teman-teman yang diantar sekolah dengan ayahnya, dan dipeluk oleh ayahnya. Sebab, aku tidak bisa merasakan kebahagiaan itu.
10 tahun kemudian
Tak terasa waktu berjalan dengan begitu cepat. Aku tumbuh menjadi seorang gadis tanpa seorang ayah. Namaku adalah Mawar Isabella dan biasa dipanggil Mawar. Usiaku saat ini sudah menempuh 20 tahun.
Aku menjalani hari-hariku dengan penuh sukacita, sebab Ibu pernah berkata kepadaku bahwa namaku harus melambangkan siapa diriku, yaitu meskipun aku sedang mengalami masalah ataupun bersedih, aku tetap harus bahagia. Iya, bahagia tanpa seorang ayah. Seperti ibarat bunga mawar, ia tetap berdiri kokoh meskipun dikelilingi dengan duri-duri beracun yang menempel di tubuhnya.
Aku sudah tamat sekolah dan sudah mendaftar di salah satu fakultas yang bagus. Aku termasuk salah satu murid yang berprestasi di sekolah sehingga dapat dengan mudah diterima di fakultas favorit, yaitu Universitas Jaya Indonesia.
Karena aku tidak memiliki seorang ayah, maka ibuku yang selalu mengantar-jemput aku di kuliah. Salah satu alasanku untuk berkuliah disini adalah ingin membuat ibuku bangga dengan prestasi yang aku miliki.
Sepulang dari kuliah, aku melihat Ibu sedang memasak di dapur. Rupanya, Ia sedang memasak daging balado kesukaanku. Aku pun segera menuju dapur untuk mengambil nasi dan menunggu Ibu memasak, sebab aku sudah sangat lapar.
Kami makan bersama di meja makan dan mulai berbincang-bincang tentang lingkungan baru aku di kuliah maupun teman-teman baruku. Sebenarnya, terdapat satu hal yang ingin aku tanyakan kepada Ibu, yaitu tentang Ayah.