Lihat ke Halaman Asli

Ayu Novita Pramesti

penggemar tahu, kucing, dan buku

Keadilan Restoratif ala Anak Kaki Gunung

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1328629166532223588

[caption id="attachment_169176" align="aligncenter" width="300" caption="image pinjam dari facebook"][/caption] Menonton episode demi episode sinema anak negeri yang berjudul "Anak Kaki Gunung" terasa sangat menggugah. Salah satu hal yang menggugah adalah bagaimana keadilan restoratif coba ditegakkan di sana. Setidaknya ada dua adegan yang saya sudah lihat dan saya berkesimpulan ini adalah contoh penerapan keadilan restoratif. Adegan pertama adalah saat Pak Wali Nagari (sebutan kepala kampung di daerah Minang) berhasil menangkap pencuri sebuah buku gambar di Warung Mak Amat, dimana warung tersebut terletak di SD Teladan. Pak Wali Nagari kemudian menyerahkan si pencuri kepada Pak Taufik, guru yang bertugas di SD itu. Pak Wali Nagari dan Pak Taufik memutuskan untuk tidak melaporkan si pencuri kepada polisi karena yang dicuri hanyalah sebuah buku gambar. Selain itu, si pencuri ternyata seorang pengangguran yang sering tidur di mushola. Sebagai jalan penyelesaiannya, buku gambar yang dicuri akhirnya dikembalikan ke Warung Mak Amat. Adegan kedua adalah saat Pak Zain, orang tua Majid, murid SD Teladan, mengamuk di halaman sekolah dan mengancam akan membakar sekolah. Atas laporan warga, Pak Wali Nagari mengamankan Pak Zain di kantornya. Setelah diamankan, Pak Zain kembali tenang dan mengakui kesalahannya. Namun ternyata ada warga yang memberitahukan kejadian itu kepada polisi sehingga polisi pun datang ke kantor Wali Nagari. Pak Wali Nagari menjelaskan kalau permasalahannya sudah selesai sehingga polisi tidak perlu lagi meminta keterangan Pak Zain. Menurut J. Braithwaite, keadilan restoratif umumnya digunakan untuk menggambarkan suatu mekanisme informal dan non ajudikatif dalam menangani konflik atau permasalahan kejahatan dimana korban, pelaku dan masyarakat memegang peranan penting dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam dua adegan di atas, pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul benar-benar melibatkan masyarakat, tanpa andil penegak hukum. Dan masalah yang ada bisa benar-benar diselesaikan tanpa harus diperkarakan lebih jauh kepada pihak yang berwajib. Baik pencurian buku gambar maupun ancaman pembakaran sekolah, merupakan penyimpangan terhadap ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Namun demikian, masyarakat bisa 'mengadili' penyimpangan tersebut di luar pengadilan dan bisa menghasilkan keputusan yang adil pula. Yakinlah, penyimpangan yang kecil bisa diselesaikan sendiri oleh masyarakat. Bantulah polisi, jaksa, dan hakim dengan mekanisme keadilan restoratif ini agar mereka bisa menyelesaikan perkara-perkara yang berat. Biarlah masyarakat saja yang menyelesaikan perkara 'remeh-temeh'...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline