Lihat ke Halaman Asli

Paham Liberal, Idealkah Apabila Diterapkan di Indonesia?

Diperbarui: 4 April 2017   18:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebelum saya berbicara jauh mengenai tema yang akan saya angkat dalam tulisan ini, saya akan menjelaskan terlebih dahulu definisi dari paham liberal atau liberalisme untuk menyamakan persepsi kita tentang apa yang dimaksud dengan liberalisme. Dalam pengertian secara umum, liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu.

Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, serta menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.

Yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah ideal jika paham liberal diterapkan di Indonesia? Tentu banyak aspek yang perlu kita lihat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Beberapa aspek yang akan saya bahas dalam tulisan saya kali ini adalah aspek dalam bidang agama, ekonomi, politik, dan sosial budaya.

Seperti yang kita ketahui bersama, Pancasila adalah ideologi dasar negara Indonesia dan Pancasila merupakan rumusan serta pedoman  kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, saya rasa paham liberal atau liberalisme tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia karena tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang telah dianut oleh bangsa Indonesia.

Terkait dengan aspek di bidang agama, dapat kita lihat pada sila pertama dalam Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” dimana maksud dari bunyi sila tersebut adalah bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dengan diakuinya lima agama di Indonesia, sehingga setiap individu di Indonesia diberi kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan mereka masing-masing.

Dalam negara liberal, kehidupan beragama diatur secara bebas sehingga muncul sekelompok orang yang atheis (tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan penolakan terhadap agama). Hal tersebut tentunya bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama, dimana bangsa Indonesia mengakui adanya nilai-nilai ketuhanan.

Liberalisme dalam aspek ekonomi menjelaskan bahwa perekonomian adalah bidang yang harus dikembangkan sesuai dengan kodrat manusia yang bebas, sehingga perekonomian memang seharusnya berdasar prinsip pasar bebas (free market). Artinya semua hubungan ekonomi tercipta oleh pasar bebas, campur tangan dari pihak penguasa tidak dibenarkan. Bisa diartikan bahwa pada aspek ekonomi biarkan individu, kelompok atau suatu masyarakat mengatur segala hal untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa campur tangan pemerintah. Termasuk pemerintah tidak diperbolehkan untuk menentukan harga pasar.

Pemerintah ikut camput sesedikit mungkin, serta biarkan swasta dan masyarakat yang menentukan. Jika pihak swasta sudah memasuki area ekonomi maka kita bisa lihat dampaknya pada era sekarang ini, semua dikuasai oleh pihak swasta sedangkan pemerintah dan masyarakatnya dirugikan. Terjadinya pasar bebas, dimaksudkan agar setiap individu bebas bersaing dalam kapital (kepemilikan uang dan barang) serta harga (kemampuan mengidentifikasi jual-beli) dipasaran untuk memperebutkan monopoli kekuasaan dan dominasi.

Hal ini bertentangan dengan penjelasan pada Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Selanjutnya dikatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Oleh karena itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam politik, liberalisme menetang adanya kekuasaan yang otoriter. Dengan kata lain ideologi liberal ini dapat diwujudkan dalam sistem demokrasi karena sama-sama memberikan kebebasan pada individu. Dalam aspek politik ini liberalisme agaknya cocok diterapkan di Indonesia dimana individu diberikan kebebasan sehingga masyarakat dapat menyatakan pendapat dan aspirasi mereka namun tetap dengan mekanisme pertanggungjawaban. Namun di sisi lain seperti yang dapat kita ketahui bahwa di negara-negara yang menganut paham liberal biasanya melakukan pengambilan keputusan melalui sistem voting.

Voting adalah cara pengambilan keputusan berdasarkan jumlah mayoritas suara pemilih. Voting merupakan salah satu ciri dari negara demokrasi liberal dimana dalam pengambilan keputusan setiap satu orang memiliki suara “one man one vote”. Dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia yang menganut ideologi Pancasila, voting tidak menjadi cerminan dari sila ke-4 Pancasila. Sila ke-4 Pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” maksud yang terkandung dalam sila ke-4 tersebut adalah menghendaki adanya musyawarah dan mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Jadi, dalam aspek politik paham liberal tidak sepenuhnya sesuai untuk diterapkan di Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline