Berapapuluh kali sudah aku tak menyaksikan mentari terbenam. Aku terbelenggu di dalam sangkar tembok besi yang kokoh. Sulit keluar dari sini. Berapa pun kalori dikumpulkan untuk menghasilkan energi agar bisa mendobrak tegapnya tembok dan angkuhnya besi, dijamin gagal. Namun, sebenarnya begitu mudah untuk bisa lolos,tinggal berapa banyak lembar yang siap kamu sediakan. Hahaha .....
Sebenarnyaaku bukanlah koruptor yang mengeruk uang rakyat sebagaimana yang diberitakan media selama ini. Ini konspirasi. Tepatnya konspirasi global yang ingin menghancurkan institusi partaiku dengan menghancurkan kridebilitas tokoh-tokohnya. Seperti aku ini. Mereka mengirim orang – orang khusus untuk menjebakku dalam suatu transaksi. Dimana transaksi tersebut telah disandiwarakan sedemikian mungkin agar tak tampak prilaku korupsinya.
Mungkin anda bertanya, transaksi apa? Bisa bermacam-macam. Posisi saya sebagai pejabat dapat mengakses berbagai macam transaksi. Tinggal sebut, mau apa. Tender mega proyek, lancarnya perizinan, mengamankan kepentingan bisnisnya, pesan kebijakan, atau yang lain sebagainya. Dengan beragam transaksi itulah, aku mendapatkan hadiah, ucapan terima kasih, uang lelah, dan terserah apapun namanya pemberian itu disebut. Pemberiannya bukan seratus dua ratus ribu, tapijuta atau bahkan eM eM-an. Siapa yang tidak mau? Hahaha ....
Betapa bodohnya aku. Bisa terjebak dalam bujuk rayu dan pikat musuh – musuh yang senantiasa menebar jaring konspirasi untuk menghancurkan aku dan institusiku. Jahat.Memang jahat.
Hampir semua lini dan setiap simpul kebijakan di negeri ini telah terinfeksi konspirasi mereka. Kalangan birokrat dari kelas pucuk hingga kelas lereng telah berada dalam cengkraman. Mereka semua telah membebek atas kehendak konspirasi. Kata konspirasi bikin kebijakan A, maka mereka, para pejabat yang terhormat, harus mengeluarkan kebijakan A. Legeslatif juga banyak yang menjadi belalai – belalai dari gurita konspirasi ini. Orang – orang yang tanpa sungkan mengklaim dirinya wakil rakyat itu, yang ketika kampanye sampai berbusa – busa menolak korupsi, yang dengan bangganya memasang gambar wajah disepanjang jalan dengan tampang sebaik mungkin, yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat, tidak lebih adalah jongos – jongos VVIP dari konspirasi ini. Bagaimana tidak, mereka harus patuh pada kendali partai mereka. Jika berani membangkang kebijakan partai, mereka akan disingkirkan dari pekerjaannya sebagai anggota dewan. Padahal investasi yang mereka tanam untuk biaya pencalonan legeslatif belum kembali. Maka, bagaimanapun caranya, semua bisa kembali dan dengan untung yang sebesar – besarnya. Jujur saja, sebenarnya mereka menjadi anggota dewan tidak untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, tapi murni untuk mencari nafkah. Jadi tidak heran jika prinsip mereka, sekali duduk pantang diganti. Memang tidak semua, tapi sebagian besar. Hehehehe .....
Belum lagi para pejabat hukum yang telah menjadi momongan mereka. Asal kamu tau saja,banyak para hakim, jaksa, dan juga polisi yang senang menetek pada mereka.Dengan terlibat konspirasi inilah, yang konon disebut para penegak hukum itu, dapat hidup mewah. Mobil terbaru, rumah realestate, deposito berjibun, atau bahkan gundik – gundik cantik, semua berasal jasa mereka memanipulasi hukum demi kepentingan konspirasi ini. Jadi jangan heran kalau terdengar berita rekening gendut, istri simpanan, harta tersembunyi dan lain sebagainya.
Ada sih pejabat yang punya keteguhan dengan semua konspirasi itu, tapi itu akan menghancurkan mereka sendiri. Karir akan berjalan di tempat. Itu masih beruntung, terkadang malah banyak yang diplorotin jabatannya atau bahkan dibanting sekalian. Hancur sudah. Seperti aku ini.
Benar kata orang tua dulu, zaman ini adalah zaman edan, tidak ikut edan maka tidak akan mendapat apa – apa. Tapi ingat, seberuntung apapun orang yang gila tidak akan sebuntung orang yang sehat. Itu adalah teorinya, tapi sulit untuk dipraktekkan Bung. Hahaha .....
Maaf, aku ngelantur.Tapi yang perlu diingat, ini semua adalah konspirasi dan aku hanyalah korban dari konspirasi itu. Tolong jangan tertawakan aku. Sekali lagi tolong percaya dengan aku, aku hanyalah korban. Korban konspirasi.
Dilematis. Dulu, dengan penuh kesadaran dan kesiapanaku akan memperjuangkan kepentingan rakyat. Apapun yang terjadi, aku tetap bersama rakyat. Tidak akan berbohong, tidak akan korupsi. Namun apa daya, aku harus terlibat dalam konspirasi. Ini terlalu masif dan tersistematis. Sulit untuk menghindar.
Okelah, aku akan ikuti kebijakan partai. Tidak apa –apa, toh aku masih bisa berkiprah memperjuangkan rakyat. Tapi disisi ini lah posisi dilematis itu muncul awal mula. Ini zaman kapitalis materialistis. Semua diukur dengan uang. Perjuanganpun akan terasa jika disertai dengan uang.