Lihat ke Halaman Asli

Kurikulum PPKn 2013 : Siswa diajak “Menghayati”

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tahun 2013 mengajak siswa untuk “menghayati” materi. Pada setiap kompetensi inti awal selalu mengajak siswa menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Selain itu, siswa juga diajak menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Sebenarnya sah-sah saja mengajak siswa untuk menghayati ajaran ajaran agamanya terlebih diajak untuk mengamalkannya. Namun yang menjadi pertanyaan ialah bukankah seharusnya materi pelajaran itu hendaknya dipelajari, kemudian dimengerti, diimplementasikan sesuai dengan kapasitas siswa.

Terlebih dalam kompetensi dasar dijabarkan mengenai : (1) Menghayati nilai-nilai ajaranagama dan kepercayaan dalam kehidupan bermasyarakat; (2) Menghayati isi dan makna pasal 28e dan 29 ayat (2) UUD 1945; (3) Menghargai sikap toleransi antar umat beragama dan kepercayaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (4) Menghargai kerukunan hidup antar umat beragama dan kepercayaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Dan kompetensi tersebut terus menerus diulang setiap siswa naik kelas, hal ini dirasa kurang efektif karena siswa diajak mengulang mengenai materi tersebut bahkan sampai tiga kali. Apabila dibandingkan dengan kurikulum 2006 maka terlihat jelas perbedaan diantara keduanya. Pada kurikulum 2006 Standar Kompetensi (SK) yang dicantumkan memang condong kearah kognitif dan psikomotorik, tetapi tidak melupakan aspek afektif yang diberikan lewat guru. Namun dikurikulum 2013 ini keseluruhan kompetensi Inti (KI) merujuk pada pembentukan moral yang begitu dominan yang nampak pada setiap kompetensi intinya.

Dari keseluruhan kompetensi dasar ini justru menunjukkan bahwa selama ini gurumasih kurang dalam memberikan contoh-contoh yang baik dalam arti dalam pembentukan afeksi siswa sehingga perlu dicantumkan secara rinci dalam kompetensi dasar. Siswa menjadi kesulitan ketika melihat kompetensi dasarnya dan menyesuaikannya dengan materi pembelajaran. Jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain seperti matematika kompetensi inti yang terkait dengan menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya tidak dijelaskan pada kompetensi dasarnya, ini berarti terjadi ketidakkonsistenan dalam penyusunan kompetensi ini. Alasannya mungkin karena mata pelajaran eksak seperti matematika akan menjadi sulit ketika harus dituangkan dalam kata kerja afeksi padahal didalamnya tidak menyingung tentang sikap, berbeda dengan mata pelajaran pendidikan agama ataupun pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.

Kurikulum 2013 dibuat mungkin dengan tujuan yang baik untuk lebih memperbaiki kualitas moral anak bangsa yang semakin hari semakin menurun. Banyaknya tindak kejahatan dan kekerasan yang terjadi tentunya mengundang kekhawatiran pemerintah, sehingga salah satu cara yang ditempuh adalah lewat pendidikan yakni lewat kompetensi yang akan diajarkan pada siswa. Hal tersebut diharapkan mampu memperbaiki bangsa ini dan menjadikan manusia-manusia Indonesia, generasi-generasi mendatang menjadi lebih baik. Namun yang perlu diperhatikan bahwa dalam kompetensi ini muatan afektif menjadi terlalu dominan dan sulit dipahami bagi siswa. Mungkin perlu ada penjelasan terhadap kompetesi ini sehingga tidak menimbulkan berbagai tafsiran antar pihak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline