Di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang semakin cepat dan penuh tantangan, kesehatan mental sering kali menjadi hal yang terabaikan. Banyak dari kita yang berfokus pada fisik dan kesibukan sehari-hari, sementara kondisi emosional dan psikologis kita justru memerlukan perhatian yang lebih. Salah satu aspek yang sangat penting namun sering terlewatkan adalah peran empati dalam mendukung kesehatan mental. Empati tidak hanya membantu kita untuk lebih memahami perasaan orang lain, tetapi juga memberikan dampak besar dalam mengurangi stres, meningkatkan hubungan sosial, dan membentuk lingkungan yang lebih sehat secara emosional.
Namun, apakah kita benar-benar tahu bagaimana empati dapat berkontribusi pada kesehatan mental kita dan orang-orang di sekitar kita? Artikel ini akan mengupas lebih dalam bagaimana empati memainkan peran penting dalam memperkuat kesejahteraan psikologis dan emosional, serta cara-cara praktis yang dapat kita terapkan untuk menciptakan hubungan yang lebih mendalam dan saling mendukung dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut buku berjudul "Kesehatan Mental" karya Diana Vidya Fakhriyani 2019, Kesehatan mental merupakan salah satu kajian dalam ilmu kejiwaan yang sudah dikenal sejak abad-19, seperti di Jerman tahun 1875 M. Kesehatan mental sebagai suatu kajian ilmu jiwa walaupun dalam bentuk sederhana. Pada pertengahan abad ke-20 kajian mengenai kesehatan mental sudah jauh berkembang dan maju dengan pesat sejalan dengan kemajuan ilmu dan teknologi modern. Ia merupakan suatu ilmu yang praktis dan banyak dipraktikkan dalam kehidupan manusia sehari-hari, baik dalam bentuk bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di semua aspek kehidupan individu, misalnya dalam rumah tangga, sekolah, lembaga-lembaga pendidikan dan dalam masyarakat.
Pada awalnya, kesehatan mental hanya terbatas pada individu yang mempunyai gangguan kejiwaan dan tidak diperuntukkan bagi setiap individu pada umumnya. Namun, pandangan tersebut bergeser sehingga kesehatan mental tidak terbatas pada individu yang memiliki gangguan kejiawaan tetapi juga diperuntukkan bagi individu yang mentalnya sehat yakni bagaimana individu tersebut mampu mengeksplor dirinya sendiri kaitannya dengan bagaimana ia berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan mental tidak hanya berkaitan dengan gangguan kejiwaan, tetapi juga melibatkan aspek emosional dan sosial yang dapat diperkuat melalui nilai-nilai seperti empati.
Menurut Asih dalam Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus 2010, Empati diartikan sebagai perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain, menyatakan empati sebagai kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain sehingga merasa seakan-akan menjadi bagian dalam diri. Empati dalam konseling merupakan hal yang sangat penting. Mengingat proses konseling merupakan sebuah bantuan melalui interaksi. Salah satu masalah yang sering muncul adalah kurangnya rasa empati dalam berkomunikasi yang bisa menyebabkan kesalah pahaman interaksi komunikasi sehingga konseli frustasi dan tidak ada manfaat yang dihasilkan dari proses konseling tersebut. Empati merupakan dasar hubungan interpersonal. Hal yang juga penting diungkap dalam konteks peningkatan mutu empati seseorang adalah berlatih menampakkan ekspresi-ekspresi atau isyarat-isyarat non-verbal yang membuat orang lain merasa dimengerti dan diterima, karena kemampuan empati terutama melibatkan kemampuan seseorang untuk membaca perasaan lewat pemahaman terhadap isyarat-isyarat non verbal orang lain. Pemahaman seperti ini membuat hubungan antar individu terjalin dengan baik.
Selain itu, kemampuan membaca dan menampilkan isyarat non-verbal yang mendukung empati dapat memperkuat etika berkomunikasi, yang pada akhirnya berkontribusi dalam meminimalkan risiko gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan stres kronis. Komunikasi yang dilandasi oleh empati dan penghormatan terhadap perasaan dan pengalaman orang lain dapat membantu mengidentifikasi serta mengatasi potensi masalah kesehatan mental dengan lebih efektif. individu yang merasa didukung dan dipahami dalam komunikasi mereka bisa untuk lebih membuka diri terhadap pembicaraan mengenai masalah yang mereka hadapi. Tak hanya itu, etika berkomunikasi juga berperan dalam membentuk persepsi diri dan identitas individu. Ketika mereka mendapatkan umpan balik dan respon yang positif dari interaksi dengan orang lain, hal ini dapat memperkuat rasa penghargaan diri dan membangun fondasi identitas yang kuat. Sebaliknya, komunikasi yang kurang etis atau penuh dengan kritik yang tidak membangun dapat mengganggu perkembangan identitas dan harga diri pemuda.
Etika berkomunikasi memiliki dampak yang sangat positif terhadap kesehatan mental individu. Melalui praktik komunikasi yang etis, individu dapat memperoleh keterampilan dan dukungan yang mereka butuhkan untuk mengatasi tantangan kehidupan, membangun hubungan yang sehat, dan membentuk identitas yang kuat. Dengan memahami pentingnya etika dalam berkomunikasi, individu dapat membuka pintu menuju kesehatan mental yang positif dan membangun masa depan yang lebih cerah.
Empati memiliki peran penting dalam mendukung orang lain yang sedang menghadapi tantangan emosional atau psikologis. Berikut adalah beberapa cara mendukung orang lain yang sedang menghadapi tantangan emosional atau psikologis melalui empati :
1. Mendengarkan dengan Penuh Perhatian
Terkadang, yang dibutuhkan seseorang yang sedang berjuang dengan masalah emosional adalah didengarkan tanpa gangguan atau penilaian. Mendengarkan dengan penuh perhatian dan kesabaran bisa memberikan rasa nyaman bagi mereka, membantu mereka merasa dimengerti dan tidak sendirian.