Lihat ke Halaman Asli

Qurotul Ayun

Editor dan Penulis Buku

De Tjolomadoe, Dongeng Panjang dari Masa Lalu

Diperbarui: 1 Agustus 2019   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halaman depan De Tjolomadoe (Dokumentasi pribadi)

Malam itu setelah membaca artikel di sebuah media online, saya tergoda untuk menelurusi hashtagh #detjolomadoe di Instagram. Hasilnya, ribuan foto muncul. Sebagian besar menampilkan gambar-gambar berlatar bangunan tua, antik dan cantik. 

Bangunan ini tak lain adalah bekas pabrik gula yang kini dialihfungsikan sebagai destinasi wisata. Keindahan dan keunikan yang saya lihat di layar gawai tersebut berhasil menumbuhkan rasa penasaran serta keinginan untuk mengunjunginya secara langsung. 

Apalagi, semakin hari semakin banyak foto #detjolomadoe yang mewarnai linimasi akun media sosial saya. Banyak teman yang mengunjungi destinasi unik di Karang Anyar ini, baik teman-teman di sekitar Solo Raya, maupun dari luar kota, seperti Jakarta dan Surabaya.

screenshoot pribadi

Saya pun semakin tak sabar untuk secara langsung menikmati setiap jengkalnya yang instagramable. Namun sebelumnya, saya perlu memastikan lokasi tepat De Tjolomadoe melalu Google Maps. Sebab, lokasinya yang berada di Karang Anyar jelas tidak dijangkau oleh Batik Solo Trans, pikir saya semula. Setelah googling sana-sini, ternyata untuk menuju De Tjolomadoe kita bisa naik BST lalu turun di halte Pasar Colomadu, dan lanjut jalan kaki beberapa ratus meter.

Tak lupa, saya memesan tiket kereta api lokal, Prameks, untuk transportasi dari Jogja ke Solo. Untungnya saat ini tiket Prameks sudah bisa dipesan secara online melalui aplikasi KAI, sehingga saya tidak perlu berdesakan dalam antrean panjang di stasiun untuk sebuah tiket yang belum tentu masih tersedia. Selain tiket Prameks, saya juga memesan hotel lewat online travel agent karena saya berencana menginap semalam di Solo.

Pada sebuah akhir pekan yang telah direncanakan, saya dan beberapa teman kantor berangkat ke Solo setelah jam kerja di kantor usai. Kami menghabiskan satu malam di kota ini, lalu keesokan harinya mengeksplorasi De Tjolomadoe. 

Dari hotel tempat kami menginap di bilangan Slamet Riyadi, De Tjolomadoe berjarak sekitar 10 kilometer. Meskipun lokasinya di luar kota Surakarta, namun tetap mudah dijangkau walau kami tidak membawa kendaraan pribadi. Di pagi menjelang siang itu, taksi online yang kami pesan membelah lalu lintas Slamet Riyadi yang padat di hari Sabtu.

Setengah jam kemudian, kami sampai di tujuan. Saya mendapati kompleks bangunan tua dengan cerobong asap tinggi dinaungi langit biru, seperti yang pernah saya lihat di linimasa. Bendera merah putih berkibar mengikuti belaian angin. 

Di bawahnya, empat angka menjadi penanda bahwa bangunan ini menyimpan dongeng panjang dari masa ke masa. Bahkan satu abad lebih telah berlalu dari masa itu. 

Sejarah Pabrik Gula Colomadu

Pada masa penjajahan Belanda, banyak pabrik gula yang didirikan di Pulau Jawa. Namun, Pabrik Gula Colomadu adalah pabrik gula pertama yang dibangun oleh penguasa lokal, yaitu KGPAA Mangkunegara IV. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline