Dewasa ini di era milenial, kloning telah menjadi topik hangat dalam studi bioteknologi. Secara umum kloning merupakan sejumlah proses yang dapat digunakan untuk menghasilkan salinan secara genetik identik tanpa melalui reproduksi seksual. Kloning yang dipelopori oleh Dreisch sejak tahun 1800.
Pada hakekatnya secara alamiah kloning organisme unisel sampai ke yang multisel telah berlangsung selama ribuan tahun. Sebagai contoh, bakteri menghasilkan turunannya melalui proses reproduksi aseksual, sel kanker yang beranak pinak dalam tubuh manusia, bahkan sampai organisme multisel yaitu mamalia yang mengalami kembar identik pada manusia.
Keberhasilan melakukan kloning pada mamalia dengan menggunakan sel non embrionik yang diawali oleh sebuah isu tentang 'Dolly the sheep' (1997) telah membuka wawasan penelitian bioteknologi yang sangat luas. Sebagai umpan balik munculah isu-isu yang berlandaskan kode etik dan hukum, terlebih lagi setelah tebersitnya celah untuk dilakukannya kloning manusia.
Pemanfaatan kloning dapat sebagai terapeutik, reproduktif, dan replacement. kloning sel punca ataupun sel dewasa dapat diaplikasikan dalam pengobatan; kloning reproduktif menghasilkan salinan hewan seutuhnya (termasuk manusia); dan sebagai replacement yaitu berfungsi untuk penggantian bagian tubuh individu (yang dilakukan kloning) yang mengalami kerusakan, atau gagal organ.
1. PEMAHAMAN KLONING
Di dalam ilmu biologi kloning adalah proses untuk menghasilkan populasi individu yang identik secara genetik, yang terjadi di dalam alam ketika organisme seperti bakteri, insekta, atau tumbuhan bereproduksi secara aseksual.
A. Terminologi
Clone berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti batang atau cabang ; istilah ini mengacu ke proses dimana tanaman yang baru dihasilkan dari cabang atau ranting.
B. Sejarah
Pada tahun 1800 Hans Dreisch memelopori melakukan kloning pada seaurchins dengan dasar pemikiran hewan laut ini mempunyai sel embrio yang besar dan dapat berkembang tanpa ketergantungan pada induknya. tahun 1902 Hans Spemman berhasil melakukan pemisahan sel embrio bersel dua dari salamander, Kemudian pada tahun 1951 oleh tim peneliti di Philadelphia melakukan kloning embrio katak. Selanjutnya terjadilah penerobosan yang bermakna pada tahun 1986 dengan dilakukannya koning mamalia oleh dua tim peneliti di Inggris(kloning biri-biri) dan di Amerika (kloning sapi). Sedangkan pada tahun 1996 tim peneliti Wilmutetal dari Roslin Institute di Scotlandia berhasil melakukan kloning biri-biri dengan menggunakan sel nonembrionik yaitu sel kelenjar mammae biri-biri dewasa, yang dikenal dengan "Dolly the sheep".
C. Metode Kloning
Secara umum dikenal beberapa cara untuk melakukan kloning :
- Artificial embryo twinning
Cara ini relatif murah dan mudah, yaitu dengan meniru proses alamiah saat terjadinya kembar identik. Pada embrio yang masih dini dilakukan pemisahan secara manual sehingga menghasilkan sel-sel individu, yang selanjutnya akan membelah dan berkembang. Embrio ini ditempelkan pada inang pengganti, sampai beberapa bulan dan kemudian dilahirkan. Oleh karena itu embrio-embrio klon ini berasal dari zigot yang sama, maka mereka secara genetik identik (mirip/sama).
- Somaticcellnuclear transfer (SCNT)
Cara ini agak berbeda, tapi hasilnya relatif sama. Sel somatik yang dipakai adalah sel-sel di dalam tubuh selain sel sperma dan sel telur. Pada mamalia setiap sel somatik mempunyai dua set kromosom yang lengkap. Inti sel somatik dimasukkan ke sel telur yang telah dilakukan pembedahan. Sel telur dengan inti baru ini akan menjadi zigot, yang kemudian ditempelkan ke inang pengganti.
D. Jenis Kloning
Di era milineal sekarang ini terdapat beberapa jenis kloning yang telah diteliti, yaitu:
- Kloning molekul (Molecularcloning)
Kloning molekul yaitu kloning DNA yang bertujuan untuk menghasilkan sejumlah besar DNA yang identik.
- Kloning sel
Kloning sel bertujuan menghasilkan suatu populasi sel dari satu sel tunggal. Pada organisme unisel seperti bakteri dan jamur.
- Kloning organisme
Disebut juga kloning reproduksi yang bertujuan untuk menghasilkan organisme multisel yang identik secara genetik. Secara aseksual tanpa fertilisasi.
2. PRO DAN KONTRA TERHADAP KLONING
Kloning di era milenial kini merupakan lahan penelitian yang melibatkan berbagai disiplin ilmu yang bernaung di bawah bioteknologi. Kendati demikian, masih terdapat banyak tantangan, ketidaksesuaian paham, terlebih lagi bila berkaitan dengan etik, kepercayaan/agama, dan hukum.
Berbagai masalah dalam bidang pertanian seperti pemanfaatan tanaman transgenik untuk dikonsumsi oleh manusia; dalam bidang peternakan yang menghasilkan klon hewan yang dibesarkan tanpa induk, apakah kelak dapat berperan secara alamiah; kloning spesies yang telah punah untuk mempertahankan atau memulihkan ekosistem, apakah memang dibutuhkan dan dapat menggantikan peran spesies tersebut pada saat sekarang ? kloning sel atau organ manusia untuk kepentingan terapeutik, dan lain sebagainya masih memerlukan banyak pemahaman yang meyakinkan dan persesuaian pendapat, baik secara etik, moral, dan hukum.
3. PENDEKATAN ETIK DAN HUKUM KLONING PADA MANUSIA
Setelah diungkapnya kasus Dolly the sheep di Edinburgh 1997, UNESCO mempublikasikan Declarationonthe human genomeand human rights yang ditandatangani oleh 186 negara, yang melarang reproduksi manusia melalui proses kloning. Secara etik, pendekatan pertama adalah bahwa secara fundamental proses kloning adalah teknologi yang masih dalam pengembangan dan belum cukup aman untuk diaplikasikan pada subjek manusia.
Pengembangan teknologi kloning masih memerlukan banyak perbaikan untuk mengatasi penuaan dini seperti yang terjadi pada Dolly the sheep, dan dihasilkannya sejumlah besar embrio dengan malformasi. Bila di kemudian hari kloning menjadi teknologi yang aman, masih perlu pula dikaji apakah kloning dapat membawa malapetaka psikologis bagi para "clone". Mereka akan selalu dibayangi bahaya bahwa dengan teknologi ini, masyarakat akan melihat anak hasil kloning (clone) sebagai komoditas barang dan bukan sebagai satu sosok pribadi manusia seutuhnya. Mereka dapat diperdagangkan untuk kepentingan transplantasi organ, tenaga kerja, kemiripan bentuk fisik dengan seorang figur, maupun ekploitasilainnya.
Menurut sudut pandang yang berbeda masih akan timbul pula permasalahan seperti membesarkan seorang clone dengan alasan untuk menyediakan cadangan organ bagi seseorang "tentu saja tidak dapat diterima." Pada UU no.36 tahun 2009 pasal 65 disebutkan bahwa "Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan yang bersangkutan dan mendapat persetujuannya." Persetujuan pendonor dalam keadaan yang tidak cakap hukum karena satu dan lain hal juga membuat kloning bukan teknologi yang tepat digunakan untuk alasan di atas. Di pihak lain teknologi sel punca mungkin merupakan jawaban atas problematika tertentu di bidang pelayanan kedokteran, dimana hal ini telah di atur dalam UU no.36 tahun 2009 pasal 70.
" Jadilah Manusia yang dapat Memanusiakan Manusia "
****
Penulis adalah seorang mahasiswi aktif jurusan pendidikan Biologi di Universitas Indraprasta PGRI
Akun Ig : jimmy_isa_rahayu