Gonjang-ganjing jelang pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta mengaruskan fokus perhatian masyarakat pada sesiapa tokoh yang akan maju menjadi kandidat DKI1 ini. Adalah sebuah kepastian gubernur kini (petahana) yakni Basuki Tjahaja Purnama/Ahok maju menjadi calon setelah sebelumnya ia mengikuti Pemilukada DKI sebagai cawagub pasangan Joko Widodo. Ahok dalam Pilkada DKI ini sejatinya memperoleh banyak keuntungan. Selain posisi dirinya sebagai gubernur DKI kini yang mana memiliki peluang besar pundi suara dan dukungan, Ahok diwajahkan oleh media sebagai pemimpin yang tegas dan tak segan menebas. Artinya, bisa jadi track record yang ‘bersih’ dari Ahok semakin menjadi pemberatnya untuk memenangkan DKI 1, siapapun pasangannya nanti.
Sosok Ahok yang nampak sangat kuat dan tak terkalahkan ibarat gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo atau Foke. Foke juga merupakan gubernur yang memiliki ketahanan kuat dan nampak tidak tergoyahkan. Namun demikian, pada Pilkada DKI sebelumnya, yang terjadi justru sebaliknya. Foke yang kokoh dikalahkan oleh ‘orang baru’ di DKI yakni Joko Widodo dan Ahok. Jokowilah yang dulu menjadi sentral penyedot perhatian masyarakat kala itu. Pewajahannya yang 180 derajat berkebalikan dengan sosok Foke sang petahana dulu malah membuatnya menang telak. Di samping itu, blow up media Jokowi sangat getol dan gila-gilaan yang memotret sosok Jokowi sebagai tokoh yang merakyat serta anti formalitas. Banyak pihak yang terkejut atas kemenangan Jokowi di DKI kala itu yang sebabkan ia kini duduk di kursi RI1.
Kembali ke masa kini. Pilkada DKI 2017 sudah di pelupuk mata. Segala langkah yang dilakukan sekarang oleh pasangan calon maupun parpol bisa berbuah efek besar yang menentukan kemenangan atau kekalahannya. Mari kita sejenak menyisihkan Ahok dan beralih membahas tentang calon yang akan satu tempat duel dengan Ahok. Salah satu pasangan yang menarik untuk dibahas adalah Yusril-Saefullah. Bisa dibilang, Yusril juga muncul baru-baru ini sebagai calon gubernur, meski sejatinya ia bukanlah orang baru di kancah perpolitikan nasional. Yusril Ihza Mahendra merupakan ketua umum Partai Bulan Bintang yang gagal memajukan partainya dikarenakan tidak lulus parliament treshold.Yang menjadi fokus bukan kegagalannya, melainkan ini menjadi salah satu bukti kapasitas Yusril di kancah perpolitikan nasional sudah bukan barang baru lagi.
Yusril merupakan seorang intelektual yang juga menjadi ahli hukum tata negara RI. Bekal intelektualitasnya mampu menjadi salah satu pembuka peluang kemenangannya di DKI 1. Namun, tidak cukup sampai di situ. Di sebelah Yusril berdiri Saefullah, sang Sekretaris Daerah DKI Jakarta. Sebagai seorang Sekda, Saefullah memiliki rekam jejak karir profesional birokrat yang layak dibilang sangat mumpuni. Pengalamannya dalam pemerintahan DKI secara langsung membuatnya menjadi sosok yang sangat mungkin untuk turut memimpin DKI. Saefullah memang bukan semata politisi namun ia bukan tidak memiliki basis massa. Basis massa Saefullah cukup besar karena ia mewakili suara NU di Jakarta. Posisinya sebagai Ketua PWNU DKI Jakarta juga memastikan dirinya didukung penuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Selain itu, Saefullah kuat dengan status dirinya yang merupakan putra asli Betawi yang mana menjadi bekal baginya lebih mengerti seluk-beluk rakyatnya sendiri.
Sebagai pasangan cagub dan cawagub yang akan berjuang di Pilkada DKI Jakarta 2017 nanti, banyak hal yang mesti digenjot oleh Yusril dan Saefullah untuk memenangkannya. Yusril memang seorang politisi handal dan Saefullah adalah seorang birokrat profesional. Keduanya memiliki potensi besar memimpin DKI. Keduanya sesungguhnya layak menjadi pilihan masyarakat DKI. Untuk menuju ke arah sana, sekiranya perlu bagi pasangan ini untuk secara langsung belajar dari gerak politik Jokowi dalam masa pencalonannya dulu sebagai cagub DKI.
Jokowi digambarkan oleh timnya sebagai sosok pemimpin yang merakyat, peduli wong cilik dan anti formalitas. Di sini benang merahnya adalah bahwa Jokowi mewajahkan dirinya berbeda dari sang petahana. Inilah salah satu kunci kemenangannya. Dan ini jugalah hal penting yang bisa diambil oleh Yusril-Saefullah dalam langkahnya kini. Yusril dan Saefullah semestinya mencari angel berbeda dari petahana kini untuk dapat menumbangkannya. Petahana DKI sudah merupakan sosok yang terkenal di masyarakat namun bukan tidak mungkin untuk dikalahkan. Celah petahana seperti sikapnya yang kerap kasar terhadap masyarakat, sikapnya yang kerap ketus dan mbalelo terhadap undang-undang maupun parpol pendukungnya, sikapnya yang gemar menggusur rakyat kecil namun mempertahankan pengusaha hitam, atau lainnya bisa menjadi titik balik yang diambil Yusril-Saefullah dalam geraknya menuju DKI1.
Kapasitas pemimpin maupun parpol pendukung memang hal penting dalam memenangkan pilkada namun jantung kemenangan sejatinya ada pada masyarakat itu sendiri. Visi misi Yusril-Saefullah dalam menuntaskan kemelut rakyat DKI mesti sebuah visi misi yang kuat dan meyakinkan masyarakat agar dengan kerelaan dan kesadaran diri menjatuhkan pilihan pada Yusril dan Saefullah. Sudah saatnya rakyat terbebas dari tirani pemerintah yang hanya terlihat tegas di depan namun sejatinya menusuk rakyat dengan kebijakannya yang kurang pro rakyat. Sudah saatnya masyarakat Jakarta memiliki pemimpin baru yang humanis, jujur merakyat, dan konsisten antara ucap dan lakunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H