Lihat ke Halaman Asli

Ayu Laksmi

Copywriter

Catatan Kecil, Untukmu

Diperbarui: 5 Juli 2023   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kepada yang selalu terbayang dalam renungan dan lamunanku di sela-sela jam sibuk dan lengangku. Untukmu yang hadirnya bak petir di siang bolong--- begitu mendadak dan tiba-tiba; mengundang seribu tanya dan harapan, namun sialnya ketika ku mulai percaya dan melekat, kau menghilang dan sirna bak di telan pertiwi.

Tak pernah ku sesali segala pertemuan dan perjumpaan kita yang begitu mendadak dan tiba-tiba. Tak butuh waktu lama bagimu untuk menerobos dinding-dinding yang ku susun begitu rapat dan tinggi; dalam waktu singkat kau robohkan itu semua dan buatku percaya akan hal yang sudah lama sirna dalam hatiku. Kau buatku percaya bahwa cinta itu ada, dan aku orang yang layak untuk diberikan cinta itu--- setidaknya untuk beberapa saat.

Hari-hari dan waktu-waktu yang ku lewati bersamamu begitu luar biasa intens--- kurang lebih di segala baik dan buruknya. Dalam waktu se singkat itu kau dapat membuatku kembali merasakan perasaan-perasaan luar biasa yang tak dapat dijelaskan kata; selain bahwa hal-hal yang dulu tak ku sadari dan ku ambil secara cuma-cuma adalah sesuatu yang luar biasa menawan dan indah.

Masih teringat dengan jelas bagaimana mata coklatmu menatapku lamat-lamat setiap kali kita bertemu, seolah hanya aku seorang yang ada di hatimu dan hal itu seakan-akan terpancar dari matamu yang berbinar tiap kali menatapku. Begitu pula kata-kata manis yang terus-menerus kau lontarkan tiap kali melihatku, memujiku seolah aku manusia paling cantik di dunia dengan segala bentuk dan parasku. Kau tidak pernah memperdulikan hal itu dan terus menerus menghujaniku dengan pujian-pujian khas roman picisan yang tiap kali mendengarnya membuatku tersipu malu, kegirangan tak karuan--- tapi tak pernah sudi ku tunjukkan padamu. Gestur-gestur kecilmu yang menghangatkan hati, sentuhan dari jari jemarimu yang lembut tiap kali kau menggenggam tanganku, dan segala hal tentangmu yang begitu indah; yang tak dapat ku jabarkan satu per satu karena begitu banyaknya.

Hari-hari itu bak mimpi jika ku renungkan sekarang. Betapa naif dan bodohnya aku saat itu, yang seringkali malah menghujanimu dengan sumpah serapah--- balasan jahatku atas perlakuan baikmu yang mencoba untuk masuk ke dalam hatiku. Sebegitu pahit hal-hal yang pernah terjadi padaku di masa lampau, sampai-sampai membuatku menjadi pahit terhadap kau yang tak pernah berbuat salah. Begitu ketus dan dingin, membuatmu menggigil dan pada akhirnya memberikan jarak yang sekarang tak akan pernah bisa ku seberangi walaupun aku sangat menginginkannya.

Aku cukup menyesalinya. Segala hal yang ku ambil dan terima secara cuma-cuma. Hal yang tak pernah ku syukuri keberadaannya ketika ia ada, dan menyesalinya ketika ia menghilang.

Ini permintaan maafku sekaligus penyesalan terdalamku, karena telah menyia-nyiakan hatimu dan kebaikanmu. Aku merindukanmu, sebanyak itu setelah kepergianmu yang begitu mendadak dan menyesakkan. Membuatku bertanya-tanya dan terus bertanya, mengapa aku begitu sulitnya untuk dicintai, bahkan oleh orang yang sudah berusaha untuk terus mendekat ketika berulang kali ku dorong menjauh dan terus-menerus ku tancapkan belati melalui lidahku yang tajam. Untuk segala ke kasaran dan sikap ketusku, segala hal manis yang ku balas dengan semua hal pahit yang ada di dunia; mohon maafkan itu karena percayalah sebenarnya aku tak bermaksud jahat--- hanya saja aku tak ingin lagi luka, maka terus menerus ku susun tembok dan benteng tinggi untuk menghalangimu dan memaksamu menjauh pergi.

Walaupun semesta dan seisinya tak pernah berpihak pada kita, malam ini izinkan aku untuk merindukanmu sepuas hatiku. Memelukmu dalam doa, agar selalu dijaga engkau oleh-Nya, meski tanganku tak dapat lagi mendekapmu erat.

Jika kelak Tuhan masih sudi untuk mempertemukan kita kembali, akan ku gantikan semua sakit hati itu, dengan segala hal-hal baik di dunia.

Untukmu yang sebenarnya pantas untuk menerima hanya hal-hal baik di dunia, dan bukan sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline