Lihat ke Halaman Asli

St Nurwahyu

Ayu Khawlah

Peningkatan Kerukunan Beragama: Moderasi atau Deideologisasi Islam?

Diperbarui: 15 Oktober 2024   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayu Khawlah. (FOTO: DOK Pribadi) 

Oleh : Ayu Khawlah

(Komunitas Pena Ideologis Kab. Maros)


Baru-baru ini, Menteri Agama menyampaikan bahwa Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) dan Indeks Kesalehan Sosial (IKS) Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2024. Dilansir dari Kompas, Menteri Agama menyatakan bahwa IKUB dan IKS menunjukkan perkembangan positif, mencerminkan keharmonisan antar umat beragama serta peningkatan kesadaran sosial di masyarakat, source: Kompas. Namun, keberhasilan tersebut juga perlu kita cermati lebih dalam, terutama dalam memahami indikator yang digunakan dan implikasinya terhadap pemahaman umat Islam.

Menelaah Indikator IKUB dan IKS

Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) diukur dengan tiga indikator utama: toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Indikator ini sejalan dengan prinsip moderasi beragama yang banyak dipromosikan pemerintah saat ini. Moderasi beragama menekankan pada pentingnya keseimbangan antara praktik keagamaan yang tidak ekstrem dan menjaga harmoni dengan sesama. Di sini, toleransi menjadi fondasi penting, di mana umat berbagai agama dihimbau untuk saling menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi persamaan hak.

Sementara itu, Indeks Kesalehan Sosial (IKS) mencakup lima dimensi, yaitu kepedulian sosial, relasi antar manusia, menjaga etika, melestarikan lingkungan, serta relasi dengan negara dan pemerintah. Namun, dalam penerapannya, konsep "kesalehan" yang kita pahami secara tradisional---yakni niat berbuat baik karena Allah dan sesuai dengan ketentuan syariat---telah mengalami dekonstruksi. Kesalehan diberi makna baru dengan tambahan kata "sosial," yang mengarahkan pada parameter-parameter moderasi. Dimensi-dimensi yang diukur cenderung berbasis pada interaksi sosial yang netral dari nilai-nilai agama yang khas, seperti aqidah atau ibadah khusus.

Fakta ini mencerminkan adanya pergeseran pemaknaan dari konsep "kesalehan" yang secara Islami lebih terikat dengan hubungan antara manusia dengan Allah (hablum minallah), menjadi kesalehan yang lebih menekankan pada hubungan sosial manusia dengan sesamanya (hablum minannas). Akhirnya, baik IKUB maupun IKS, keduanya secara tidak langsung mengedepankan karakter sebagai Muslim moderat, yang merupakan tujuan dari agenda moderasi beragama.

Moderasi Beragama: Antara Proyek Barat dan Deideologisasi Islam

Namun, di balik keberhasilan ini, perlu kita perhatikan bahwa moderasi beragama merupakan bagian dari proyek global yang dirancang untuk menahan kebangkitan Islam yang lebih otentik. Gagasan ini berasal dari rekomendasi lembaga think-tank Barat, Rand Corporation, yang dirancang dan dipasarkan ke negeri-negeri mayoritas Muslim. Tujuannya adalah untuk mendeideologisasi Islam dan menghalangi tegaknya khilafah sebagai sistem politik yang Islami.

Moderasi beragama, dalam pandangan Islam, justru membawa umat semakin jauh dari pemahaman agamanya yang hakiki. Dengan mengedepankan aspek-aspek toleransi dalam standar global, konsep moderasi ini mengabaikan batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Umat diajak untuk menerima standar toleransi yang bersifat liberal, yang jelas berbeda dengan standar yang diajarkan Islam.

Islam sudah memiliki aturan tentang toleransi yang jelas dan tegas. Dalam QS. Al-Kafirun: 6, Allah menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam agama, dan setiap agama memiliki hak untuk memeluk kepercayaannya masing-masing, tanpa mencampurkan keyakinan. Demikian pula dengan konsep kesalehan, yang dalam Islam diartikan sebagai ketaatan kepada Allah dan menjalankan syariat-Nya. Kesalehan bukan sekadar aktivitas sosial, tetapi ibadah yang dilakukan dengan niat karena Allah dan sesuai dengan akidah Islam.

Khilafah sebagai Jalan Stabilitas dan Kesalehan Sejati

Toleransi sesuai dengan tuntunan Islam, sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur'an dan diterapkan oleh Rasulullah SAW, sudah pernah diterapkan dalam sejarah dan terbukti mampu membawa stabilitas di masyarakat dunia. Hal ini terutama terjadi pada masa Khilafah Islamiyah, ketika umat berbagai agama hidup berdampingan secara damai di bawah naungan syariat Islam. Islam tidak pernah memaksakan keyakinan, namun tetap menjaga ketertiban dan keadilan di masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline