Agama tertua dan masih bertahan sampai saat ini adalah Agama Hindu. Bali merupakan pulau yang ada di Indonesia dan mayoritas penduduknya beragama Hindu. Umat hindu menyebut agamanya sendiri sebagai Sanatana Dharma yang artinya dharma yang abadi atau jalan yang abadi. Orang-orang yang beragama hindu mengenal 5 buah yadnya yang disebut Panca Yadnya. Panca Yadnya adalah 5 korban suci yang tulus ikhlas tanpa pamrih. Dewa Yadnya merupakan salah satu dari bagian Panca Yadnya yang berarti korban suci yang tulus ikhlas yang ditujukan kepada para Dewa. Salah satu upacara Dewa Yadnya yaitu hari raya Galungan.
Pada hari Budha Kliwon Dungulan tepatnya setiap 210 hari pada perhitungan kalender Bali, hari raya Galungan selalu dirayakan oleh umat beragama Hindu Bali. Hari raya Galungan disimbolkan sebagai kemenangan Dharma ( Kebaikan ) melawan Adharma ( Kejahatan ). Banyak sekali kegiatan yang dilakukan sebelum hari raya Galungan ini. Adapun beberapa rangkaian hari raya Galungan yaitu tumpek wariga, Sugihan Jawa, Sugihan Bali, Penyekeban, Penyajaan, Penampahan, hari raya Galungan, dan Umanis Galungan.
Di Bali, merayakan hari raya Galungan merupakan suatu hal yang paling ditunggu-tunggu. Jelang hari raya Galungan, semua orang akan sibuk untuk mempersiapkan hari raya tersebut. Para wanita akan membuat kue-kue yang enak dan juga dodol untuk mengisi banten Galungan. Selain menyiapkan kue, para wanita juga menyiapkan jejaitan yang terbuat dari busung ( daun kelapa yang berwarna kuning ).
Dan para pria akan membuat penjor yang merupakan ciri khas hari raya Galungan. Mereka akan berlomba-lomba untuk membuat penjor seindah mungkin. Pada saat hari penampahan tiba, semua orang akan membeli daging babi untuk diolah menjadi makanan khas Bali yang beraneka ragam. Contohnya seperti lawar, komoh, urutan, tum, dan lain sebagainya.
Pada puncak hari raya Galungan, semua orang akan sembahyang di rumah dan juga ke merajan masing-masing, lalu akan dilanjutkan sembahyang ke pura-pura lain. Biasanya setelah melakukan persembahyangan di merajan masing-masing mereka akan sembahyang ke Pura Dalem, ke sawah, tegal atau abian, dan juga ke Pura Puncak Sinunggal.
Pada saat Umanis Galungan, semua orang akan saling mengunjungi satu sama lain. Biasanya pada hari Umanis Galungan rumah saya akan banyak dikunjungi oleh kerabat dan juga tetangga untuk bersilaturahmi sekaligus berbincang-bincang. Banyak juga yang memanfaatkan hari Umanis Galungan ini untuk berwisata atau refreshing ke tempat-tempat menarik yang ada di Bali.
Namun semenjak adanya pandemi Covid-19 ini yang menyerang seluruh penduduk di dunia, rangkain hari raya Galungan tidak lagi seramai dan seantusias dulu. Ini dikarenakan kita harus menjaga protokol kesehatan yang ada agar bisa terhindar dari Covid-19. Sembahyang di merajan harus bergilir, dan juga setelah itu untuk sembahyang ke pura-pura juga dibatasi. Pada saat Umanis Galungan juga jarang ada yang berkunjung ke rumah.
Saat ini kita sudah memasuki era New Normal, semua kegiatan bisa dilakukan termasuk merayakan hari raya Galungan. Saat ini, hari raya Galungan di desa saya sudah seperti sedia kala sebelum pandemi Covid-19 menyerang, namun masyarakat di desa saya tetap memtaati protokol kesehatan yang ada guna menghindari terpapar virus mematikan seperti Covid-19 ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H