Lihat ke Halaman Asli

Ayu Fernanda

Mahasiswa

Dinamika Politik Hukum Islam dalam Pembentukan UU Perkawinan

Diperbarui: 21 Oktober 2022   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai negara hukum, Indonesia tentu tidak bisa lepas dari politik hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan karena politik hukum memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Perkawinan adalah tindakan yang sangat penting dalam hidup manusia. Karena melalui perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan dihormati sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia dan terhormat. Semua agama juga mengakui bahwa perkawinan adalah perbuatan yang sakral, oleh karena itu masing-masing agama mengatur dan menjunjung tinggi pranata perkawinan. Sudah menjadi sunnatullah, hidup itu berpasangan adalah sifat naluriah manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan hidup berpasangan, keturunan manusia dapat berlangsung. Bagi Islam, pernikahan bukan hanya sekedar akad dua sisi antara seorang pria dan seorang wanita, tetapi pernikahan adalah sebuah "mitsqan ghaldzan" yang merupakan kesepakatan yang kokoh dan kuat.

Padmo Wahyono menyatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk dan isi hukum yang akan dibentuk, dilaksanakan dan ditegaskan, serta kebijakan yang berkaitan dengan hukum yang akan ditegakkan di masa yang akan datang. Sunaryati Haryono menyatakan bahwa politik hukum adalah pernyataan kemauan politik penyelenggara negara mengenai hukum yang ditegakkan, ke arah mana dan bagaimana hukum itu dikembangkan. 

Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan hukum dan peraturan perundang-undangan dalam rangka reformasi hukum termasuk undang-undang mana yang perlu dibentuk, diperbarui, diubah, atau diganti, dan undang-undang mana yang perlu dipertahankan agar tujuan negara secara bertahap dapat terwujud. Sri Soemantri, "Politik Hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara negara di bidang hukum yang akan, sedang, dan telah diterapkan di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Moh. Mahfud MD, "Politik hukum adalah legal policy atau garis kebijakan resmi tentang hukum yang akan di berlakukan baik dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.

Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Esa.

Dengan demikian, perkawinan adalah akad yang secara keseluruhan termuat dalam kata nikah atau tazwj dan merupakan ucapan upacara yang sakral. Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam berkembang dengan baik. Perkawinan tidak hanya terjadi di antara manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan dan hewan. Oleh karena itu, manusia adalah hewan yang cerdas, sehingga perkawinan merupakan salah satu budaya tetap yang mengikuti perkembangan budaya manusia dalam kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat sederhana budaya perkawinan itu sederhana, sempit dan tertutup, dalam masyarakat modern budaya perkawinan itu maju, luas dan terbuka.

Maksud diaturnya perkawinan dalam suatu undang-undang adalah ketertiban umum di bidang hukum keluarga dan perkawinan, dalam arti bahwa perilaku anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal perkawinan terpola dalam suatu sistem aturan, dan Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa aturan hukum biasanya didefinisikan sebagai aturan hidup yang menentukan bagaimana seharusnya manusia bersikap, berperilaku dalam masyarakat agar kepentingan orang lain terlindungi dan fungsi aturan hukum pada hakikatnya adalah untuk melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia, maka tujuannya adalah ketertiban umum. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dibuat agar masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya dalam hal perkawinan ada kepastian dalam tingkah lakunya, agar ada ketertiban umum dan dimaksudkan untuk memecahkan masalah masyarakat dalam lingkup hukum keluarga dan pernikahan.

Keabsahan perkawinan diatur dalam Pasal 2 UUP yang berbunyi:

1. Perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.

2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Terhadap ketentuan Pasal 2 UUP tersebut ada dua pendapat yaitu :

1. Antara ayat 1 dan 2 terpisah, sehingga antara sahnya perkawinan dan pencatatan merupakan dua hal yang berbeda. Dengan demikian bahwa perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan. Sedangkan pencatatan perkawinan merupakan administrasi saja dan tidak mempengaruhi keabsahan suatu perkawinan. Menurut pandangan ini perkawinan yang tidak dicatatkan tetap sah, hanya saja tidak mendapatkan perlindungan hukum, karena tidak tercatat dalam sistem administrasi negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline