Lihat ke Halaman Asli

Ayub Nurhidatullah

Kepala Departemen Pergerakan di BEM FISIP UNILA

Pemilu 2014 dan Efek Kupu-Kupu Indonesia Emas 2045

Diperbarui: 19 Mei 2024   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Belakangan ini, isu kenaikan UKT semakin menggema. Teriakan penolakan menggema dari laman Facebook, pelataran rektorat, hingga ke ruang parlemen yang mewah. Sayangnya, bukannya kabar baik yang datang, Kemendikbud justru menyatakan kenaikan ini sebagai hal yang wajar, dengan alasan bahwa berkuliah bukanlah kebutuhan primer.

Di sinilah kita semua menyadari bahwa kita dipaksa untuk tetap bodoh dan dungu di negara ini. Tujuannya hanya satu: agar mereka tetap bisa mewariskan kekuasaan tanpa perlawanan dari saudara-saudari terpelajar yang jumlahnya semakin sedikit.

Pemilu, demokrasi di Indonesia, ternyata tidak selaras dengan nilai luhur dalam undang-undang. Induk dari segala permasalahan Pemilu di Indonesia adalah masih sedikitnya kaum tercerahkan yang melihat sosok pemimpin sebagai seorang arif yang memaknai tujuan bernegara sebagai sebuah ibadah, bukan semata sebagai proses interaksi berbiaya.

Tentu saja, Pemilu menjadi efek kupu-kupu yang mempengaruhi masa depan negara berkembang ini. Soekarno berhasil menghadirkan trias politica yang memajemukkan fungsi negara, namun Joko berhasil meramu vaksin yang memangkas khasiat trias politica hari ini. Vaksin seolah menjadi kalung jerat yang mengikat legislator, yudikator, eksekutor, bahkan para jurnalis dan profesor.

Selamat datang di Indestorpia, Indonesia dalam Distorpia. kita tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu kedatangan juru selamat yang mampu mentransformasi bumi pertiwi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline