Lihat ke Halaman Asli

Ayub H Suprayogi

A graduated student from Atma Jaya Yogyakarta University.

Efektifitas Penangguhan PPh 21, 22, dan 25

Diperbarui: 6 April 2020   20:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

headtopics.com

Wabah COVID-19 telah melanda banyak negara di dunia ini tidak terkecuali Indonesia. Pemerintah dinilai lambat dalam melakukan pencegahaan. Ada beberapa kutipan dari pejabat pemerintah yang menyepelekan wabah ini. Tidak terkecuali menteri keuangan, Sri Mulyani Indrawanti. 

Mantan direktur pelaksana bank dunia ini langsung bereaksi menanggapi maraknya wabah COVID-19 yang terjadi di Indonesia dengan menangguhkan PPh 21, 22 & 25 lalu pemerintah akan mempercepat restisusi pajak. Hal ini dilakukan sebagai tindakan pencegahan dan stimulus fiskal yang diambil oleh pemerintah.

Adapun pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) yaitu, pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri. 

Ada dua jenis untuk PPh 21 bersifat final dan tidak final. Bersifat final seperti; penerima pesangon, penerima manfaat pensiun, jht & tht yang dibayar sekaligus. 

Sedangkan yang bersifat tidak final seperti; pegawai (tetap & tidak tetap), bukan pegawai, penerima pensiun, peserta kegiatan & lainnya (komisaris, anggota dewan komisaris, mantan pegawai & penarikan dana pensiun oleh pegawai aktif.

Kontribusi perpajakan Indonesia terus melangalami peningkatan di tahun 2014 sebersar 74% sedangkan di tahun 2019 menjadi 82,5% ada peningkatan 8,5%. 

Tentu itu bukan hanya dari PPh saja melaikan dari seluruh pendapatan pajak. Sedangkan PPh menyumbangkan 894,4 triliun atau 50,1% dari penerima perpajakan. Angka 894,4 triliun adalah total dari pajak penghasilan Indonesia yang artinya PPh 21 menyumbangkan 11,2% dari total penerima pajak tahun 2019.

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Mengingat sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya.

Objek dari PPh 22 cukup banyak seperti: ekspor/impor, pembelian barang oleh pemerintah, pembelian barang oleh bumn tertentu dan badan usaha yang bergerak di industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri.

PPh 22 terbilang cukup rumit. Pada saat pandemic seperti ini sangat diperlukannya kebijakan ini dikarenakan Indonesia akan mendatangkan barang-barang di bidang farmasi yang berguna untuk menangani wabah COVID-19 ini.

Anggota staf khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara, Arya Sinulingga, mengatakan PT Rajawali Nusantara Indonesia, perusahaan pelat merah di bidang agroindustri serta farmasi dan alat kesehatan, telah mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan untuk mengimpor 500 ribu alat rapid test secara bertahap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline