Hubungan Negara Indonesia dengan China memanas akibat klaim sepihak oleh China bahwa Blok Natuna, Laut China Selatan merupakan wilayah perairannya sehingga menimbulkan permasalahan bukan saja dengan Indonesia, tetapi juga dengan negara Filipina, Taiwan, Brunei Darussalam dan Malaysia, maka itu harus ada penyelesaian terhadap isu regional ini karena apabila tidak, dapat menimbulkan terjadinya perebutan wilayah yang sangat besar. Bukan tanpa alasan mengapa negara-negara kawasan terlibat dalam konflik Laut China Selatan, terdapat berapa alasan antara lain: pertama, Blok Natuna memiliki kandungan sumber daya alam yang sangat melimpah seperti minyak dan gas alam, beraneka ragam hayati dan perikanan serta masih banyak lagi. Kedua, merupakan jalur perlintasan kapal-kapal Internasional, terutama menjadi penghubung langsung jalur perdagangan Eropa, Asia dan Amerika Serikat. Ketiga, Ambisi besar negara seperti China dan Amerika Serikat untuk menguasai dan mengatur Laut China Selatan yang dianggap sangat strategis dan membawa keuntungan besar bagi suatu negara.
Konflik Indonesia dengan China terkait Blok Natuna, Laut China Selatan adalah konflik yang menyangkut geopolitik, Hukum Internasional, dan maritim. Semua bermuara pada Politik Luar Negeri Indonesia. Sejauh ini, pemerintah Indonesia telah melaksanakan politik luar negeri bebas aktif atas dasar filosofi presiden Soekarno dan di masa pemerintahan Joko Widodo, konsep falsafah Trisakti memperoleh pengesahan dengan beberapa inovasi, termasuk juga konsep politik luar negeri.
Lalu, apa kepentingan Indonesia dalam konflik tersebut?
Dalam perspektif geopolitik, suatu ruang adalah inti dari geopolitik karena di sana merupakan wadah dinamika politik dan militer. Indonesia mempunyai kepentingan terhadap penanganan konflik yang terjadi di Laut Cina Selatan, jika hal tersebut tidak dapat ditangani dengan baik, maka akan berdampak terhadap stabilitas keamanan Indonesia dan kawasan. Konflik yang terjadi di Laut China Selatan (LCS) sudah sejak lama berlangsung dan belum menemui titik penyelesaian. Salah satunya saat pihak Indonesia menyatakan pelanggaran coast guard China terhadap hak berdaulat dan yuridiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan kontinen di Kepulauan Natuna dan kapal China yang menghalang-halangi penegakan hukum oleh aparat Indonesia.
Jadi Bagaimana peran Indonesia dalam menangani sengketa tersebut?
Dengan adanya konflik tersebut Indonesia dapat memainkan peran geopolitiknya di kawasan. Pertama, Indonesia memiliki power penggerak, jika China menarik persengketaan dengan Indonesia menjadi pihak yang bersengketa maka konsekuensi atau ada kemungkinan ASEAN bersatu melawan China. Strategi ini dapat berupa penyatuan kesepahaman untuk membentuk aliansi negara-negara berdasarkan konsensus "musuh bersama". Dengan demikian, China terkepung dalam derajat konflik yang sama melibatkan negara terkait sengketa, terlebih Indonesia merupakan negara terbesar diantara negara-negara ASEAN. Kedua, sebagai negara yang telah terlibat konflik, serta negara yang tidak bisa hanya berpangku tangan berada di pusaran LCS secara garis besar, posisi Indonesia menjadi strategis ketika berhadapan dengan China, dalam politik internasional kontemporer determinan pengaruh lingkungan eksternal sangat berpengaruh, dengan hal tersebut Indonesia dapat mengambil kesempatan kedekatan tersebut untuk berhadapan dengan China.
Sengketa Cina dan Indonesia terjadi di LCS terkait sengketa yang terjadi di Kepulauan Natuna ini tidak bisa tidak dipandang kritis. kasus-kasus pelanggaran batas wilayah merupakan refleksi lemahnya postur pertahanan laut (maritim) dan pentingnya penguasaan pengamanan laut sebelum pelanggaran batas wilayah kembali terjadi. Sudah saatnya Indonesia membentuk satu armada baru untuk mendukung armada yang sudah ada, Armada Barat (Armabar) Armada Timur (Armatim) dan ditambah Armada Tengah (Armateng). Letak geografis Indonesia yang berada pada jalur silang dua samudera (Hindia dan Pasifik). Oleh karena itu, Indonesia perlu menambah pertahanan maritim Armada Selatan dan armada utara sebelum terjadi konflik lebih parah..
Selain itu, lemahnya cara-cara diplomasi pemerintah Indonesia. Indikator lemahnya jalur diplomatik Indonesia dapat diukur dari cara pemerintah meyakinkan China. Dengan kunjungan kenegaraan oleh Presiden Joko Widodo di Cina, Presiden Jokowi menawarkan terlibat untuk membantu penyelesaian sengketa perbatasan LCS. Presiden Jokowi menyatakan bahwa Indonesia bisa menjadi "honest broker" antara China dengan negara-negara Asia Tenggara yang bersengketa. Artinya, sebelumnya Indonesia telah melakukan jalur diplomatik dengan menyatakan dukungan kepada China untuk membantu penyelesaian sengketa perbatasan LCS namun tidak dapat mencegah konflik antar kedua negara. Keberhasilan pemerintah Indonesia dapat diukur dari sejauh mana cara-cara diplomasi dapat berpengaruh terhadap pencegahan konflik bilateral kedepan.
Dengan demikian jalur diplomatik pemerintah indonesia perlu lebih meyakinkan Pemerintah China dengan sedikit "detterence" atau memberi pernyataan resmi terbuka bahwa negara bangsa ini terlalu besar ditarik menjadi pihak yang bersengketa untuk ke depannya.
Dalam pusaran sengketa LCS, Pemerintah indonesia perlu mengembalikan ASEAN menjadi prioritas politik luar negeri Indonesia dan menyoroti politik luar negeri degan negara-negara di pasifik selatan sebab wilayah ini belum dianggap penting karena beberapa alasan padahal negara-negara Pasifik Selatan pernah berkontribusi tidak mendukung Indonesia dalam kasus Timor-Timor. Artinya, dukungan eksternal negara Asia Pasifik terlebih negara-negara di Pasifik Selatan masih menjadi konsideran penting dukungan terhadap Indonesia ke depan.
Namun, Indonesia tidak boleh kehilangan strategi jangka panjang dengan memperhatikan segala penjuru untuk semua perumusan kebijakan luar negeri yang diambil. Dengan demikian Indonesia tetap tidak harus bersikap lunak dalam derajat konflik tertentu. Perlu dilihat bahwa Kebijakan luar negeri yang diambil harus mempertimbangkan dampak berkelanjutan seperti memperhitungkan dampak bagian mana yang paling banyak merugikan dan bagian mana yang paling banyak menguntungkan terhadap signifikan pengaruh geopolitik kawasan. Tentunya hal itu untuk menjaga stabilitas keamanan kawasan dan lingkungan strategis dengan pengaruh eksternal dari negara-negara besar seperti AS dan China di kawasan Asia Tenggara dan tetap menjaga kepentingan nasional.